PRESIDEN SOEHARTO RI SELALU DUKUNG PERJUANGAN PALESTINA
Presiden Soeharto hari Selasa menegaskan kembali dukungan Indonesia terhadap perjuangan rakyat Palestina, dan mengatakan bahwa RI akan mendukung setiap usaha yang menuju kemerdekaan Palestina.
Dalam sambutan tertulis pada peringatan Hari Solidaritas dengan Rakyat Palestina yang diselenggarakan di PBB, Presiden mengatakan Indonesia mendukung setiap rencana perdamaian yang dapat diterima oleh negara-negara Arab, dan yang menjamin hak rakyat Palestina untuk hidup dengan bebas di dalam negaranya sendiri.
Wartawan Kompas, Threes Nio kemarin melaporkan dari PBB, bahwaPresiden juga menekankan pentingnya konferensi internasional tentang Palestina, dan mengharapkan agar keputusan konferensi dapat segera dilaksanakan.
"Kenyataan bahwa tidak kurang dari 139 negara mengirimkan delegasi ke konferensi, merupakan bukti adanya keinginan masyarakat dunia untuk mencari cara-cara yang lebih efektif yang menjamin hak rakyat Palestina, sebagai bagian mutlak penyelesaian masalah Timur Tengah," katanya. Indonesia sendiri menganggap konferensi di Geneva itu demikian pentingnya, sehingga mengirimkan delegasi tingkat menteri luar negeri.
Presiden Soeharto mengatakan, Indonesia bersama anggota PBB lain, Gerakan Nonblok serta Organisasi Konferensi Islam akan terus mengusahakan tindakan dan langkah efektif, yang dapat memaksa Israel untuk menghentikan penindasan dan meninggalkan semua daerah yang didudukinya.
Atas nama pemerintah dan rakyat Indonesia, Presiden Soeharto menyatakan penghargaan untuk perjuangan yang gagah berani serta pengorbanan rakyat Palestina.
Hari Solidaritas dengan Rakyat Palestina sejak lima tahun lalu, setiap tahun diperingati di PBB. Peringatan hmi Selasa adalah yang ke-6 kalinya.
Namibia
"Jika sikap Indonesia mengenai masalah Palestina sejak semula sangat tegas, sikap RI mengenai masalah Namibia yang semula agakragu-ragu, akhir-akhir ini nampak makin tegas.
Dalam sidang yang membahas masalah Namibia, wakil Indonesia Wisber Loeis hari Selasa menyarankan agar Dewan Keamanan PBB bertindak tegas, dan mengambil langkah kongkret untuk memaksa Afrika Selatan.
"Jelas bagi semua, bahwa waktu sangat singkat untuk mewujudkan kemerdekaan Namibia lewat proses damai," katanya.
Wisber Loeis menekankan, soal penarikan mundur pasukan Kuba dari Angola, sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan masalah kemerdekaan Namibia dan menarik kaitan antara keduanya, berarti "mengingkari hale kedaulatan suatu negara untuk memberikan kemerdekaan kepada negara lain".
Delegasi RI menegaskan, penyimpangan seperti ini tidak dapat diterima, karena akan merupakan preseden, di mana sebuah negara atau sekelompok negara, atau bahkan masyarakat intemasional, dapat membenarkan pelanggaran dari hak kedaulatan yang dasar seperti itu.
Afrika Selatan selama ini selalu mengaitkan soal kemerdekaan Namibia dengan penarikan mundur pasukan Kuba dari Angola dan menjadikan hal ini sebagai syarat mutlak untuk setiap perundingan.
Negara-negara anggota PBB pada umumnya, khususnya anggota Gerakan Nonblok, menolak pengaitan tersebut, yang dianggap tidak relevan.
Sikap yang semula agak ragu-ragu dari Indonesia, tidak disebabkan karena Indonesia kurang mendukung kemerdekaan Namibia. Melainkan karena dengan menentang Afrika Selatan dalam hal ini, Indonesia secara tidak langsung akan mendukung Angola dan menyerang AS dan RI nampaknya tidak terlalu bergairah untuk mendukung Angola, yang selalu menyerang Indonesia dalam soal Timor Timur. Selain itu, RI nampaknya juga tidak mau terlalu menyerang AS, yang mendukung Afrika Selatan.
Namun dengan makin berlarutnya masalah Namibia, maka akhir-akhir ini Indonesia nampak memisahkan kedua masalah tersebut, dan mulai memandang masalah kemerdekaan Namibia dari segi Namibia itu sendiri. Terhadap Afrika Selatan sendiri, sikap delegasi Indonesia sejak semula selalu sangat tegas. (RA)*
…
PBB, Kompas
Sumber : KOMPAS (1983)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 229-230.