PRESIDEN UNGKAPKAN MASALAH KURANG PENGERTIAN PEJABAT AS KEPADA BUSH

PRESIDEN UNGKAPKAN MASALAH KURANG PENGERTIAN PEJABAT AS KEPADA BUSH

 

 

Jakarta, Sinar Sarapan

Presiden Soeharto Senin pagi mengatakan Pemerintah Amerika Serikat akan membantu Indonesia dalam soal-soal utang luar negeri setelah Kepala Pemerintahan Indonesia itu mengungkapkan “kekurang pengertian” pejabat-pejabat AS yang memberikan pengertian keliru atas posisi Indonesia.

Kepala Negara mengatakan hal itu dalam penerbangan menuju Jakarta setelah meninggalkan Abudabi dan menyusuri laut pantai barat Sumatera.

Mengungkapkan pertemuannya dengan Presiden AS George Bush di Gedung Putih Jum’at petang pekan lalu, Presiden Soeharto mengatakan telah memanfaatkannya guna membicarak:an masalah kerja sama bilateral antara kedua negara, yang juga dalam rangka mengamankan pembangunan, seperti masalah perdagangan dan lain­ lain.

Mengenai pembayaran utang kepada AS, kata Presiden Soeharto, tidak ada masalah, karena tidak: ada akibat apresiasi mata uangnya, sebab pinjaman Indonesia kepada negeri itu dalam dollar. Yang menjadi masalah adalah dengan negara-negara lain, karena nilai mata uangnya, lebih tinggi dari dollar.

”Ini yang saya sampaikan kepada Pemerintah AS, karena tidak ada masalah rupa-rupanya mereka tidak mau mengerti. Untuk itu Indonesia perlu menjelaskan kepada mereka, termasuk kepada Bank Dunia dan IMF yang sudah mengerti.”

Jadi masalah itu, kata Kepala Negara, adalah terhadap pejabat-pejabat AS yang duduk dalam Bank Dunia dan IMF yang kurang mengerti. Kita mengharapkan, para pejabat AS itu mengerti keadaan Indonesia setelah membayar kembali utang yang telah jatuh temponya ke negara-negara lain, walaupun telah membengkak akibat apresiasi mata uang mereka.

Kepala Negara mengatakan pula, ia memperoleh keterangan dari pejabat-pejabat Bank Dunia dan IMF bahwa pejabat-pejabat AS itulah yang kurang mengerti.

“Karena itulah saya tekankan kepada Presiden Bush, kalau perlu mari kita diskusikan mengenai soal itu, supaya tidak memberikan penilaian yang keliru terhadap Indonesia.”

“Pada dasarnya,” kata Presiden Soeharto, “beliau (Presiden Bush) mengatakan akan membantu masalah ekonomi dan perdagangan Indonesia, serta akan menjadi perhatiannya.”

Menjawab pertanyaan tentang bantuanAS sendiri, Kepala Negara mengatakan, negara itu sampai sekarang tetap membantu lewat IGGI (Inter-Governmental Group on Indonesia) dan tetap akan membantu, tetapi masalahnya adalah lambat laun mereka mengurangi bantuannya, menganggap Indonesia tidak mempunyai kesulitan. “Inilah yang selalu kita katakan, bahwa pandangan seperti itu agak keliru,” kata Kepala Negara.

Di Amerika juga ada gagasan untuk membantu negara-negara berkembang yang mengalami kesulitan membayar utangnya. Gagasan Menteri Keuangan AS, Nicholas Brady kepada sejumlah negara agar pinjaman komersial negara-negara berkembang mendapat keringanan. Sedang Indonesia tidak melakukan pinjaman yang komersial sehingga Indonesia tidak dapat memanfaatkan pelaksanaan gagasan tersebut, kata Kepala Negara.

Pinjaman Indonesia berbentuk lunak, berjangka panjang dengan gracep period. (masa tenggang waktu). Pinjaman-pinjaman itu selalu digunakan untuk membangun proyek, dan proyek yang telah selesai itu dibebani kewajiban untuk membayar karena adanya grace period, kata Kepala Negara. Setelah masa tenggang waktu itu selesai, barulah mulai membayar utang, tetapi itu juga dalam jangka panjang dengan bunga yang rendah, kata Kepala Negara.

 

Penghargaan PBB

Pada awal keterangannya, Kepala Negara mengatakan kunjungannya ke Amerika Serikat adalah untuk memenuhi undangan Sekretaris Jenderal PBB untuk menerima penghargaan kependudukan. “Bagi saya sendiri, juga Pemerintah Indonesia, tidak mengharapkan adanya penghargaan-penghargaan itu. Yang kita utamakan adalah berhasilnya pembangunan,” kata Kepala Negara.

Tetapi karena itu merupakan suatu penghargaan dari lembaga dunia, harus diterima dengan perasaan syukur karena lembaga dunia itu mengamati benar-benar segala sesuatu yang dilakukan di Indonesia, khususnya program kependudukan dan keluarga berencana.

Kepala Negara juga mengungkapkan adanya penghargaan dari suatu lembaga kependudukan swasta yang berkedudukan di Washington. Mereka melihat data yang diperoleh di Indonesia. Saya pertanyakan, kata Kepala Negara, apakah data itu dipercaya. Mereka mengatakan mempercayainya, bukan sebagai laporan ABS (Asal Bapak Senang), kata Kepala Negara.

Selanjutnya Kepala Negara menjelaskan kemajuan yang dicapai dalarn penurunan tingkat kelahiran, juga penurunan tingkat kematian bayi dan mengenai tingkat harapan hidup rata-rata, 56 tahun menjadi 63 tahun dan bahkan pada Repelita ini mencapai rata-rata 65 tahun. “Jadi itu merupakan harapan hidup yang lebih panjang. Seperti saya, sudah 68 tahun, berarti sudah tiga tahun lebih dari rata-rata, tentu hams disyukuri.”

Tetapi, kata Kepala Negara, tujuan kita bukan hanya menurunkan tingkat kelahiran, tetapi meningkatkan kesejahteraan dan perbaikan hidup. Bahkan cita-cita kita satu saat pertumbuhan itu menjadi “nol”,konstan atau stasioner.

Dengan menguraikan dan menghitung angka-angka pertumbuhan, Kepala Negara memperkirakan pada tahun 2050 nanti, penduduk Indonesia akan berjumlah 250 juta dan tingkat kelahiran menjadi “nol”.

Meningkatkan kesejahteraan 178 juta rakyat sekarang ini saja sulit, apalagi dengan penduduk 250 juta nanti, kata Kepala Negara.

“Kesejahteraan dan pembangunanlah yang menjadi tujuan, termasuk program kependudukan. Dengan demikian penting sekali pengamanan pembangunan ini,” kata Kepala Negara dan selanjutnya menjelaskan Trilogi Pembangunan.

Kalau Pemerintah selalu bertumpu kepada pembangunan, kata Kepala Negara, bukanlah karena keinginan Pemerintah, tetapi semata-mata melaksanakan amanat rakyat melalui MPR.

Menjawab pertanyaan tentang cek sebesar US$ 12.500 yang diterima bersama piagam dan medali dari PBB, Kepala Negara mengatakan, meneruskannya lewat PTRl (Perutusan Tetap Republik Indonesia) di New York ke lembaga kependudukan PBB kembali.

“Masih banyak negara-negara yang mempunyai program kependudukan, keadaannya lebih parah dari Indonesia.”

Setiba di bandar udara Halim Perdanakusuma, Kepala Negara disambut oleh Wakil Presiden dan Ibu Sudharmono, Menko Ekuin dan Wasbang Radius Prawiro, Menko Kesra Supardjo Rustam, Menhankam LB Moerdani, Menmud Sekkab Saadilah Moersid, Pangab Jenderal Try Sutrisno dan KSAD Jenderal Edi Sudradjat serta pejabat-pejabat lainnya.

Terpampang juga sebuah spanduk berwarna biru di bandara ini menyambut kedatangan Kepala Negara, bertuliskan “Selamat tiba di Tanah Air Bapak Presiden dan Ibu Tien Soeharto beserta rombongan, dari acara menerima penghargaan PBB dalam bidang kependudukan.”

 

 

Sumber : SINAR HARAPAN (12/06/1989)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 223-226.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.