Saya Buktikan Solidaritas ASEAN[1]
Di pertengahan Desember 1987 terjadi pertemuan penting bagi perkembangan ASEAN. Menjelang KTT ASEAN ketiga[2] itu berlangsung, memang terdapat keragu-raguan di kalangan sementara para pemimpin ASEAN. Di Filipina keadaan sedang gawat-gawatnya. Mereka bertanya, apakah benar bisa pertemuan penting itu diadakan di Manila, dalam keadaan yang gawat seperti itu?
Saya menerima beberapa surat dari organisasi kemasyarakatan dan organisasi sosial politik, bahkan ada dari anak-anak, yang menyarankan supaya saya tidak berangkat. Tetapi karena masalahnya begitu penting, maka saya mengambil sikap tegas. Keberangkatan saya akan memberi kekuatan moril bagi pemerintah Filipina, bagi pemerintah Corazon Aquino, dan kepala pemerintahan ASEAN lainnya, untuk benar-benar menunjukkan kepada dunia akan kesetiakawanan dan solidaritas ASEAN yang telah kita pupuk selama ini. Jadi jangan sampai justru pada saat ada salah satu anggota menghadapi kesulitan, maka kita cuci tangan. Kalau kita cuci tangan, itu artinya tidak ada solidaritas. Dan sikap solidaritas harus dibuktikan. ASEAN harus menunjukkan kepada dunia, bahwa di sinilah letak kesetiakawanan ASEAN terhadap anggota yang tengah menghadapi kesulitan.
Karena itu saya mengambil sikap: berangkat! Kepada utusan khusus Presiden Corazon Aquino, Menteri Perdagangan dan lndustri Filipina Jose Conception, di bulan Oktober, saya nyatakan sikap lndonesia itu. Dan ternyata sikap saya itu diikuti oleh yang lain-lainnya. Dan dihargai oleh yang lain-lainnya. PM Singapura Lee Kuan Yew, dalam pidatonya waktu pembukaan KTT itu mengatakan terus terang:
“Kalau saja para kepala pemerintahan ASEAN mendengarkan nasihat yang diberikan aparat keamanan mereka, maka bisa dipastikan, kini mereka tidak akan berada di Manila. Tetapi mereka mengabaikan nasihat itu. Dan Presiden Soeharto-lah yang mengambil inisiatif pertama untuk hadir di Manila. Keputusan itu diambil oleh Presiden Soeharto karena komitmennya untuk memelihara solidaritas itu. Presiden Soeharto menginginkan kami untuk menunjukkan dukungan ASEAN terhadap pemerintah Ny.Corazon Aquino pada saat dilakukan usaha-usaha untuk mengganggu kestabilan pemerintahan Ny. Corazon Aquino.” Begitu ketegasan PM Lee Kuan Yew.
Sikap Indonesia itu menghilangkan keragu-raguan lainnya. Tetapi karena itulah pula tanggung jawab Indonesia menjadi lebih berat. Karena Indonesia memutuskan, mendorong supaya semua hadir.
Indonesia juga menyarankan agar acara yang sifatnya protokoler dihilangkan. Semua pemimpin ASEAN disarankan pula bermalam di bawah satu atap.
Maksud semua itu, selain menunjukkan kesetiakawanan, juga menghindari kemungkinan yang dapat terjadi akibat perbuatan kelompok atau golongan yang tidak senang jika KTI itu sukses, baik ditujukan kepada Presiden Aquino sendiri maupun kepada ASEAN secara keseluruhan. Alhamdulillah, segala sesuatunya, karena memang dengan maksud baik, juga diterima secara baik. Maka berangkatlah saya dari Jakarta ke Manado, lalu dari Manado ke Manila.
Berbarengan dengan ini Indonesia mengirimkan satuan tugas ke Filipina. Pengiriman satuan tugas Angkatan Laut kita ke Filipina dalam rangka KTT ASEAN III di Manila itu bukan didasarkan pada rasa tidak percaya kepada kemampuan Filipina sendiri. Pengiriman itu justru dimaksudkan untuk membantu Filipina. Karena Indonesia sendiri turut bertanggung jawab agar KTT itu berjalan lancar. Uluran tangan Indonesia itu telah diterima baik oleh Filipina, dan Filipina tidak merasa tersinggung.
Satuan tugas yang antara lain terdiri atas fregat KRI W. Zakarias Yohannes dan kapal tanker sekaligus pembekalan KRI Sorong, tidak semat-mata membantu pengamanan KTT. Mereka juga sekaligus bermaksud mengadakan latihan manuver di laut, dan kunjungan persahabatan ke negara sahabat. Jadi salahlah orang yang menilai bahwa kejadian itu merupakan pengeluaran uang yang terlalu banyak dan tak ada artinya. Baik bagi Indonesia maupun bagi ASEAN secara keseluruhan, satuan tugas demikian mempunyai arti. Sebab, gagalnya KTT ASEAN itu tidak hanya akan membuat malu Presiden Corazon Aquino, tetapi juga membuat malu ASEAN secara keseluruhan. Karena tanggung jawab itulah maka kita mengirimkan satuan tugas. Jadi bukan untuk mengamankan saya semata.
Tanggung jawab RI dalam menyukseskan KTT itu berat, karena Indonesialah yang mengambil keputusan pertama untuk bersedia hadir dan berangkat ke Manila.
Saya bicara dalam acara pembukaan KTT ASEAN III di Philippine International Convention Center (PICC) Manila pada hari pertama pertemuan penting itu. Saya kemukakan pendirian Indonesia mengenai KTT ASEAN III ini. KTT ASEAN III ini, di samping memperingati 20 tahun ASEAN, juga merupakan kesepakatan berharga untuk menilai dan mengkaji apa yang telah kita laksanakan dan kita hasilkan sejak KTT ASEAN I di Bali (1976) dan KTT ASEAN II di Kuala Lumpur (1977). Kita datang di Manila ini dengan harapan, agar konperensi ini menghasilkan langkah-langkah baru yang akan lebih menyempurnakan hasil-hasil keputusan yang pernah kita ambil bersama sebelumnya.
Ketika kita berkumpul di Manila ini, kata saya, situasi dunia masih cenderung dipengaruhi oleh pertentangan dan persaingan antara kedua negara adikuasa, baik dalam bidang persenjataan nuklir maupun perluasan pengaruh. Persaingan pengaruh antara negara-negara besar itu dapat menirnbulkan ketegangan politik, yang tentunya mengakibatkan terbaginya perhatian negara-negara ASEAN dari kegiatan pembangunan yang sedang kita laksanakan. Oleh karena itu bangsa-bangsa di Asia Tenggara sendirilah yang hams mencari upaya untuk mengatasi dan menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi di kawasan Asia Tenggara.
Sementara itu kita merasa bersyukur bahwa antara Amerika Serikat dan Uni Soviet baru-baru ini telah tercapai persetujuan mengenai pengurangan persenjataan nuklir. Persetujuan tersebut juga mengandung harapan yang lebih besar bahwa pada waktunya umat manusia akan dapat terhindar dari ancaman kemusnahannya.
Jika pada mulanya ASEAN dibentuk sebagai wadah kerjasama ekonomi dan sosial-budaya, dalam perkembangannya ASEAN menunjukkan kemampuan menggalang kerjasama politik. Solidaritas kerjasama, bukan saja dalam rangka kepentingan regional, tetapi juga kepentingan global. Gagasan ZOPFAN[3] yang.dicetuskan di Kuala Lumpur pada tahun 1971 dan diberi arahan lebih jauh dalam KTT ASEAN I di Bali pada tahun 1976, merupakan pernyataan dari tekad ASEAN untuk menciptakan suatu kawasan Asia Tenggara yang damai, bebas dan netral sebagai sumbangan bagi perdamaian dunia. Realisasi ZOPFAN sangat penting bagi stabilitas dan perdamaian di Asia Tenggara, dan akan lebih menjamin kesinambungan, kelancaran dan keberhasilan pembangunan nasional masing-masing negara di Asia Tenggara.
Kerjasama ASEAN di bidang politik semakin menonjol sejak timbulnya masalah Kampuchea. Dalam masalah Kampuchea, ASEAN telah menunjukkan sikapnya yang bulat dan konsekuen untuk membantu rakyat Khmer mencari penyelesaian politik yang memungkinkan bangsa Khmer dapat menentukan nasibnya sendiri dan mendirikan negara Kampuchea yang merdeka, non blok dan netral.
Perkembangan penting di bidang kerjasama politik lainnya yang kiranya perlu saya kemukakan di forum itu adalah kesepakatan ASEAN dalam rangka mewujudkan ZOPFAN, untuk mengembangkan dan mewujudkan Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara sebagai komponen penting ZOPFAN. Saya mencatat dengan gembira adanya kemajuan-kemajuan penting yang dicapai ASEAN dalam usahanya mewujudkan zona yang dimaksudkan untuk mencakup semua negara di Asia Tenggara itu, termasuk kemajuan dalam mempersiapkan satu Rencana Perjanjian tentang Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara. Upaya ASEAN untuk mewujudkan zona ini, yang akan merupakan sumbangan penting bagi perdamaian dan keamanan di kawasan kita, perlu diteruskan dan ditingkatkan, meskipun masalah Kampuchea belum dapat terselesaikan. Dalam usaha ini tentunya ASEAN akan tetap memperhatikan kepentingan negara-negara lain yang bersangkutan.
ASEAN ikut menanggung akibat-akibat dari persaingan antara negara-negara adikuasa di bidang politik dan keamanan. Behan itu terasa bertambah berat karena ASEAN pun harus turut menanggung akibat keadaan ekonomi dunia yang tetap saja serba tidak menentu.
KTT ASEAN III berlangsung dalam suasana ekonomi dunia yang kurang menggembirakan, kata saya. Langkah-langkah proteksi yang dilakukan oleh beberapa negara maju sangat menghambat kemajuan negara-negara berkembang dan usaha menciptakan perdagangan internasional yang lebih luas. Perdagangan komoditi juga kurang menguntungkan negara-negara berkembang. Arus dana ke negaranegara berkembang masih jauh daripada yang diharapkan, termasuk arus investasi yang juga memperlihatkan perkembangan yang tidak membantu negara-negara berkembang pada saat beban hutangnya yang makin meningkat.
Situasi dan perkembangan ekonomi dunia yang demikian ini telah mendorong negara-negara ASEAN untuk lebih meningkatkan kerjasama ekonomi regional, di samping usaha meningkatkan hubungan dengan negara-negara lain.
Dengan makin mantapnya kerjasama ekonomi antar-negara ASEAN, diharapkan ASEAN akan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi perekonomian dunia dan kerjasama internasional,·khususnya untuk mendorong lebih lanjut kerjasama Selatan-Selatan, dalam rangka menciptakan Tata Ekonomi Dunia Baru yang lebih adil, seimbang, dan merata.
ASEAN telah membuktikan bahwa dalam situasi perekonomian dunia yang sulit, ternyata masih mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi masing-masing. Dalam situasi perekonomian dunia yang masih tidak menentu ini, berbagai usaha telah dilakukan ASEAN, yaitu antara lain dengan meningkatkan kerjasama perdagangan melalui perbaikan skema Pengaturan Perdagangan Preferensi (PTA) dan di bidang industri melalui penyempurnaan skema Usaha Perusahaan Patungan Industri (AIJV).
Dengan kedua pengaturan itu, kita berusaha makin mendorong partisipasi sektor usaha sehingga ASEAN mempunyai landasan ekonomi yang kuat untuk mengembangkan kerjasama bagi tercapainya situasi perekonomian dunia yang adil, seimbang, dan merata.
Sebagai negara Asia Tenggara kita turut bertanggungjawab atas terpeliharanya perdamaian, stabilitas dan keamanan di kawasan ini. Untuk itu masing-masing negara perlu meningkatkan ketahanan di segala bidang. Ketahanan Nasional masing-masing negara pada gilirannya akan memperkukuh ketahanan regional melalui kerjasama di bidang-bidang politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan. Kukuhnya ketahanan regional merupakan kekuatan utama untuk membendung setiap ancaman dari mana pun arahnya dan apa pun sifatnya. Indonesia selalu berpenciapat bahwa meningkatnya ketahanan nasional untuk dapat menciptakan suatu ketahanan ASEAN merupakan hakikat dari kerj asama ASEAN.
Pada akhir pidato saya itu, saya tekankan, ASEAN harus menghindarkan diri dari program kerjasama yang ambisius yang dapat mengorbankan kepentingan salah satu atau beberapa negara anggotanya. Khususnya dalam pengembangan kerjasama ekonomi, ASEAN hendaknya jug memperhatikan situasi dan kondisi ekonomi negara-negara ASEAN lainnya serta memperhatikan perbedaan ekonomi di antara negata-negara tersebut.
Selama ini salah satu kekuatan utama kita, para anggota ASEAN, dalam mencapai kesepakatan-kesepakatan adalah sikap keterusterangan dan saling percaya di antara kita yang merupakan ungkapan dari persaudaraan kita. Keterusterangan dan saling percaya itu perlu kita tingkatkan lagi di masa datang yang akan penuh dengan tantangan dan sekaligus kesempatan baru.
Sudah tiba saatnya ASEAN melengkapi dan menyempurnakan strategi yang sudah digariskan, bukan saja dalam rangka meningkatkan kerjasama antar-negara ASEAN, tetapi juga dalam menghadapi situasi dan perkembangan dunia, dengan tetap mengarah pada usaha meningkatkan kesejahteraan, mempercepat pertumbuhan ekonomi dan membina stabilitas kawasan.
ASEAN seyogvanya berperan secara aktif untuk ikut membina dan memelihara stabilitas dan perdamaian dunia. Setiap peristiwa penting di dunia secara langsung atau tidak langsung akan mempunyai dampak terhadap pertumbuhan ASEAN.
Dalam kesempatan itu saya kemukakan pula penilaian saya yang lain mengenai perkembangan ASEAN. Salah satu kemajuan penting dalam sejarah perkembangan dan pertumbuhan ASEAN selama dua dasawarsa sejak kelahirannya adalah makin meluasnya semangat ASEAN dalam masyarakat-masyarakat ASEAN.
Dalam pada itu ASEAN perlu memberi perhatian yang lebih besar lagi di bidang. pengembangan potensi serta kemampuan pemuda dan wanita·, agar mereka terlibat secara maksimal dalam pembangunan dan masa depan ASEAN.
Saya tegaskan keyakinan Indonesia akan keluhuran cita-cita ASEAN, akan kemajuan-kemajuan penting yang telah dicapai oleh ASEAN sampai hari ini, dan akan masa depan ASEAN. Semoga Tuhan Yang Maha Esa mengabulkan cita-cita kita. KIT ASEAN III di Manila itu menghasilkan “Deklarasi Manila 1987”[4] dan beberapa dokumen lainnya di mana di dalamnya tertera harapan-harapan saya.
Di Manila waktu itu saya bertemu dan bicara juga dengan PM Jepang Noboru Takeshita. Pertemuan itu berbuah juga. Jepang menjamin untuk memberikan bantuan paling sedikit dua milyar dollar AS kepada ASEAN, sebagai bagian dari 30 milyar dollar AS bantuan Jepang bagi negara berkembang di berbagai kawasan dunia.
Kepada PM Takeshita itu saya jelaskan pula keprihatinan kita disebabkan harga minyak yang anjlok dan ekspor non-migas (sebutan populernya) kita yang belum begitu lancar akibat pasaran yang tidak menampungnya. Dalam situasi seperti itu, penerimaan devisa dan rupiah Indonesia berkurang. Juga kita diperberat lagi oleh makin tingginya nilai yen, yang menyebabkan tambahan pembayaran hutang luar negeri kita diakibatkan kenaikan kurs itu. PM Takeshita rupanya mengerti sepenuhnya keadaan kita dan kemudian membuktikan sikapnya. Indonesia kemudian mendapat bantuan sekitar 900 juta dollar AS untuk dana rupiah yang dibiayai Bank Dunia beberapa waktu yang lalu. Menyusul pula 200 juta dollar AS bagi bantuan perumahan. Dan lalu waktu itu kita disanggupi lagi tambahan untuk proyek-proyek lama yang direhabilitasi seperti jembatan dan jalan yang rusak, sebesar kira-kira 160 juta dollar AS, dan ia menyanggupi akan melanjutkan bantuannya kepada Indonesia baik dalam menyelesaikan proyek lama maupun baru, termasuk kebutuhan pembangunan rupiahnya.
***
[1] Penuturan Presiden Soeharto, dikutip dari buku “Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya” yang ditulis G. Dwipayana dan Ramadhan KH, diterbitkan PT Citra Kharisma Bunda Jakarta tahun 1982, hlm 517-523.
[2] 14-15 Desember 1987
[3] ZOPFAN = Zona damai, bebas·dan netral
[4] Declaration of ASEAN resolve