SEBAGAI TOKOH PKI DALAM PARTINDO BERUSAHA GULINGKAN NEGARA, ADISUMARTO DIMUKA SIDANG PERKARA SUBVERSI [1]
Djakarta, Kompas
Pemeriksaan atas diri tokoh PKI Adisumarto bekas Sekretaris Djendral Pengurus Besar Partindo merangkap Sekretaris Front Nasional, hari Selasa kemarin dimulai dengan mengambil tempat digedung Pengadilan Negeri Istimewa Djakarta. Pemeriksaan dilakukan oleh team hakim jang diketuai oleh IM Abdullah SH, dan anggauta2 Indramalaon SH serta Hungudidojo SH. Sedang team djaksa dipimpin IF Narthanio SH. Atas penundjukan Pengadilan, terdakwa dibela oleh Sunarto SH dan Sujata Djajakusuma SH.
Terdakwa Adisumarto jang sudah berumur 60 tahun dan gigi depan kelihatan ompong, dibawa kemuka sidang dengan mengenakan hem kembang, tjelana panjang dril khatun kaos kaki biru, berpitji hitam serta berkatja mata putih. Sepatu krem mengkilat dan kelihatan masih baru. Adisumarto jang dilahirkan disebuah kota ketjil di Djawa Tengah, Purworedjo, tanggal 14 Desember 1965. Adisumarto mendjadi anggauta dua partai jakni PKI dan Partindo, ia masuk PKI sedjak tahun 1947 dan ditahun 1963 ditugaskan sebagai penghubung dan pembimbing anggauta2 PKI jang menjusup dalam tubuh Partindo.
Tuduhan Djaksa
Djaksa dalam tuduhannja menjatakan bahwa terdakwa pada sekitar bulan Oktober sampai Desember 1965 di Djakarta, dalam kedudukannja sebagai ketua Pembimbing Group PKI dalam tubuh Partai Indonesia, melakukan perbuatan dengan maksud menggulingkan; merongrong kewibawaan atau merusak pemerintah Negara RI jang sjah serta menimbulkan rasa permusuhan, kepintjangan dan pertentangan dikalangan masjarakat dalam wilayah Negara Kesatuan RI.
Perbuatan itu diwudjudkannja dalam rangkaian perbuatan jang setjara langsung ataupun tidak merupakan bagian dari kudeta Gerakan 30 September (G30S/PKI). Dengan demikian Primer, terdakwa dituduh melanggar pasal l sub b dan c Pen Pres No 11 tahun 1963.
Dalam tuduhan subsider, terdakwa dituduh melakukan makar dengan maksud menggulingkan pemerintah negara RI jang sjah. Melanggar pasal 107 ajat I jo pasal 55 KUHP. Sedang tuduhan subsider kedua telah melakukan pemberontakan terhadap Pemerintah jang sjah.
Perbuatan2 itu al. dilakukan dengan tiara menanamkan pengaruh PKI dalam tubuh Partindo agar Politik Partindo Paralel dengan PKI. Untuk membantu setjara kongkrit aksi2 PKI, terdakwa ditugaskan sebagai Pembimbing group PKI dalam Partindo.
Usaha itu dilalui dengan djalan mendominasi Partindo dengan menempatkan anggauta2 fraksi PKI/group PKI dalam fungsi2 jang penting didalam Partindo. Dominasi utk mensedjadjarkan politik Partindo dengan politik PKI dilakukan dengan menempatkan anggauta2 PKI F Suharto Rebo dan Sardjono selaku Pengurus Besar Partindo.
Dalam pelaksanaan dwifungsinja, terdakwa menerima informasi dari Pimpinan PKI al. Moenir. Terdakwa mendapat info mengenai sakitnja B Karno, tentang Dewan Djendral jang akan melakukan coup dsbnja.
Terdakwa dituduh ditugaskan pemimpin2 PKI memperoleh KTP untuk anggauta2 PKI jang masih berkeliaran, serta terdakwa menjembunjikan tokoh PKI MH Lukman dirumahnja. Padahal Lukman sedang ditjari jang berwajib.
Exepsi Pembela
Setelah pembatjaan tuduhan jang makan waktu kira2 satu djam, atas pertanjaan hakim, terdakwa minta waktu untuk berkonsultasi dengan pembela.
Pembela dalam exepsinja jang dibatjakan oleh Sunarto SH berpendapat bahwa tuduhan melanggar pasal I sub b dan c Penpres No 11/1963 adalah tidak tepat, karenanja hukum harus menolak perkara ini untuk disidangkan, Pen Pres tersebut adalah Produk legislatif Orla, sebagai konsekwensi dari Dekrit Presiden 5 Djuli’ 59. Sedjak saat itu terdjadi chaos dalam per-undang2an RI.
Sesuai dengan TAP MPRS XIX 1966, Pemerintah dan DPR-GR mengadakan herordeling Peraturan2. Kemudian Pen Pres no 11 tahun 1963 tersebut dituangkan dalam bentuk undang-undang jang kemudian dinamakan UU no 5/1969. Dengan demikian tamatlah riwajat Pen Pres tersebut.
Dengan tamatnja Pen Pres itu, tuduhan melanggar Pen Pres no 11/1963 harus ditolak sebab dengan demikian terhadap terdakwa dituduhkan perbuatan jang tidak ada peraturan hukunnja.
Andaikata terdakwa dianggap melanggar pasal2 UU no 5 tahun 69, menurut pembela, tuduhan itu tidaklah benar. Sekalipun redaksi dan isi UU tersebut persis sama dengan Pen Pres no 11/1963 tetapi antara Pen Pres tersebut dan UU no 5/1969 ada perbedaan jang prinsipil.
Undang no 5/1969 baru berlaku sedjak bulan Djuni 1969. Pada Dakwaan perbuatan dilakukan pada tahun 1965, dimana pada saat itu UU no 5 tahun 1969 belum berlaku. Sebab itu, demikian pembela, tuduhan dapat melanggar UU no 5/1969 bertentangan dengan asas hukum, sebagaimana diatur pula dalam pasal l KUHP.
Selandjutnja pembela mengupas tentang Pen Pres sebagai produk legislative bersumber Dekrit Presiden, jang sifatnja sementara sekali.
Djaksa dalam tangkisannja menjatakan bahwa Tap MPRS XIX MPRS/1960 menugaskan Pemerintah dan DPR untuk melaksanakan penindjauan kembali semua Pen Pres dan Per Pres jang dikeluarkan sedjak Dekrit, dimana termasuk didalamnja Pen Pres no 11/1969 dalam djangka waktu 2 tahun.
Kemudian dengan Kpts no 274/B/1968 Pimpinan MPRS memperpandjang djangka waktu itu dengan 6 bulan dan sedjak 5-7 -1968 diperpandjang lagi dengan 6 bulan, terhitung dari tanggal 5-1-1969, sebagaimana tersebut dalam keputusan pimpinan MPRS no. 001/B/1969 tgl 11-2-1969.
Kemudian keluar UU no 25/1969 tentang pernjataan tak berlaku lagi Pen Pres dan Pen Pres dimana dalam UU tsb tidak tertjantum Pen Pres no 11/1969 maka setjara acontrario Pen Pres no 11/1963 tetap berlaku. Lebih tegas lagi UU no 5/1969 menjatakan bahwa Pen Pres 11/1963 dinjatakan sebagai UU. Dalam pasal 2 disebutkan Pen Pres no 11, dan materi dari Pen Pres tersebut ditampung atau didjadikan bahan dalam penjusunan UU tersebut. Dengan demikian Pen Pres tersebut dinjatakan tetap berlaku hingga ditetapkan sebagai Undang2.
Atas exepsi dan tangkisan djaksa itu achirnja hakim memutuskan menolak exepsi Pembela dan tetap meneruskan pemeriksaan terhadap terdakwa Adisumarto.
Sidang ditunda sampai hari ini djam 9.00, dengan mendengarkan keterangan terdakwa. (DTS)
Sumber: KOMPAS (29/07/1970)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 594-596.