SEKITAR PERIODE JABATAN PRESIDEN

SEKITAR PERIODE JABATAN PRESIDEN

Oleh: Martin Hutabarat

SIDANG UMUM MPR yang berlangsung sekarang sudah menghasilkan Ketetapan Majelis No. I MPR/1983 Tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Tujuh rancangan ketetapan lain yang sudah dipersiapkan oleh Badan Pekerja MPR yaitu Rantap Tentang GBHN, Referendum, Pemilihan Umum, Pelimpahan Tugas dan wewenang kepada Presiden/Mandataris MPR, Pertanggung jawaban Presiden, Pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden, diharapkan dapat disahkan pada sidang Paripurna MPR, sebab rancangan ketetapan tersebut sudah selesai dibahas pada sidang Komisi A, Komisi B dan Komisi Chari Senin yang lalu.

Salah satu ketetapan Majelis yang diharapkan dapat dihasilkan pada Sidang Umum MPR 1983 ini ialah ketetapan tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia.

Melihat banyaknya pernyataan kebulatan tekad (2665 pernyataan) yang disampaikan oleh berbagai Organisasi Masyarakat kepada Pimpinan MPR selama itu, dan mendengar pernyataan resmi dari kelima Fraksi di MPR yang sudah meminta kesediaan Jenderal (Purn) Soeharto dicalonkan kembali sebagai calon tunggal untuk jabatan presiden, lima tahun mendatang maka dapat dipastikan bahwa Jenderal Soeharto akan terpilih kembali sebagai Presiden Republik Indonesia untuk periode 1983-1988.

Sehubungan dengan hal ini sering timbul pertanyaan di masyarakat apakah pengangkatan kernbali Jenderal (Purn) Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia untuk periode 1983-1988 tidak bertentangan dengan UUD 1945?

Apakah Undang­Undang Dasar 1945 tidak membuat pembatasan mengenai lamanya seseorang dapat memangku jabatan Presiden dalam sistem ketatanegaraan kita?

Apakah kenyataan sekarang ini tidak sama dengan praktek kenegaraan di jaman Orde Lama yang pemah memberikan jabatan Presiden seumur hidup kepadaBung Karno?

Masalah Pembatasan

Timbulnya pertanyaan-pertanyaan seperti itu di masyarakat sangat erat kaitannya dengan pengetahuan yang kita peroleh tentang kehidupan ketatanegaraan di beberapa negara Barat khususnya di Amerika Serikat.

Di negara ini secara umum diketahui adanya pembatasan bagi seseorang untuk menjabat sebagai Presiden yakni paling lama 8 tahun atau 2 periode.

Atas dasar perbandingan tersebut timbullah anggapan bahwa di Indonesia masa jabatan Presiden hendaknya dibatasi cukup dua periode saja diduduki oleh seseorang.

Untuk itu faktor usia, regenerasi dan suksesi kepemimpinan negara turut dijadikan sebagai pertimbangan guna mendukung pendapat tersebut.

Namun bila dikaji lebih mendalam sangatlah tidak tepat apabila praktek ketatanegaraan di Amerika Serikat dijadikan ukuran untuk menilai sistem ketatanegaraan di negara kita.

Amerika Serikat jelas adalah suatu negara yang sudah sangat maju, di mana kehidupan demokrasi dan praktek ketatanegaraannya sudah berkembang sedemikian rupa selama hampir dua abad.

Sedangkan Indonesia yang tergolong negara baru berkembang, dengan luas wilayah dan jumlah penduduk yang begitu heterogen sudah tentu memerlukan waktu dan stabilitas pemerintahan yang kokoh dalam mengembangkan kehidupan ketatanegaraannya.

Di Asia Tenggara, Filipina dan Singapura adalah contoh dua negara tetangga yang baru merdeka, d mana pemerintahannya sampai sekarang dipegang oleh Presiden Ferdinand Marcos dan Perdana Menteri Lee Kuan Yew dalam waktu yang lebih lama dari masa kepemimpinan Orde Baru.

Begitu juga dengan anggapan bahwa di Amerika Serikat seseorang hanya bisa memangku jabatan Presiden paling lama 2 periode tidaklah sepenuhnya benar.

Ada juga Presiden Amerika Serikat yang terpilih lebih dari 2 periode seperti Franklin D. Rooseveit, yang pernah memegangjabatan Presiden sampai 4 periode berturut-turut yaitu untuk masa jabatan 1933-1949.

Menutrut UUD 1945

Undang-undang Dasar 1945 baik pada Batang Tubuh maupun Penjelasannya sama sekali tidak memberikan pembatasan mengenai berapa periode jabatan Presiden dapat dipangku oleh seseorang.

Pasal 7 UUD 1945 hanya menyebut Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali.

Dari bunyi kalimat tersebut diatas dapatlah diartikan bahwa setiap Presiden dan Wakil Presiden berakhir masa jabatannya, orang-orang yang memangku jabatan tersebut tetap saja dapat dicalonkan dan dipilih kembali menjadi Presiden dan Wakil Presiden untuk 5 tahun berikut tanpa dibatasi periodenya.

Undang-undang Dasar 1945 hanya menentukan bahwa Presiden dan Wakil Presiden harus dipilih oleh MPR setiap 5 tahun sekali. Begitu juga Ketetapan no III/ MPR/1973 tentang Tata Cara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tidak membatasi kernungkinan dipangkunya jabatan Presiden tersebut oleh seseorang pada periode tertentu.

Sehingga apabila ada pemikiran untuk membatasi masajabatan Presiden hanya untuk 2 periode saja, hendaknya perlu dikaji dan dipertimbangkan lebih mendalam apakah ide seperti itu tidak bertentangan dengan jiwa dari Pasal 7 UUD 1945 itu sendiri?

Berbeda

Sidang Umum MPRS ke II tahun 1963 di Bandung menghasilkan Ketetapan MPRS No. III/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Bung Karno menjadi Presiden seumur hidup.

Ini berarti Bung Karno akan menjabat sebagai Presiden seumur hidup tanpa melalui pemilihan tiap 5 tahun sekali sebagaimana ditentukan oleh pasal 7 UUD 1945.

Dipandang dari sudut UUD 1945, Ketetapan MPRS no III/MPRS/1963 ini tentu saja bertentangan dengan UUD 1945 khususnya pasal 6 ayat 2 jo pasal 7 UUD 1945 yang mengharuskan Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR sekali dalam 5 tahun.

Begitu juga dari segi ketatanegaraan adanya Ketetapan tsb dianggap sudah terlalu jauh menyimpang dari wewenang MPRS waktu itu, sebab teori ketatanegaraan kita menentukan bahwa Ketetapan MPR dalam suatu periode tertentu tidak boleh membatasi apa yang menjadi wewenang demi MPR berikutnya.

Inilah sebabnya mengapa Sidang Umum ke IV MPRS mencabut kembali Ketetapan No. XVIII/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Presiden Seumur Hidup tersebut melalui Tap. No. XVIII/MPRS/1966 dengan disertai pemintaan maafkepada Presiden Sukarno.

Didasarkan atas fakta tsb di atasjelaslah bahwa apabila Sidang Umum MPR 1983 ini menetapkan, mengangkat kembali Jenderal (Purn) Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia untuk masa 5 tahun mendatang, maka hal ini jelas berbeda dengan Ketetapan MPRS No. III/MPRS/1963 tentang Pengangkatan Presiden Seumur Hidup.

Jenderal Soeharto memangku jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia selalu berdasarkan penilaian dan pemilihan oleh MPR sekali dalam 5 tahun, sehingga tidak dapat dikatakan bertentangan dengan bunyi pasal 7 UUD 1945 tersebut

Namun meskipun demikian munculnya pertanyaan-pertanyaan seperti tersebut di atas di tengah2 masyarakat, dapatlah dilihat secara positif sebagai cermin dari semakin meningkatnya pengetahuan dan kesadaran politik anggota masyarakat terhadap kehidupan bangsa dan negaranya.

Untuk itu sudah saatnya dipertimbangkan usaha­usaha meningkatkan pemberian informasi yang lebih kualitatif kepada masyarakat seperti melalui penataran-penataran P-4.

Adapun mengenai peningkatan penyelenggaraan negara dan peningkatan kehidupan berkonstitusi di negara kita, oleh UUD 1945 pada penjelasannya disebut, pentingnya semangat Penyelenggara Negara.

Hal ini secara bertahap sudah kita saksikan semakin meningkat dari periode yang satu ke periode yang berikut di bawah kepemimpinan Orde Baru sekarang.

Kita harapkan periode kepemimpinan Presiden Soeharto dalam 5 tahun mendatang akan lebih meningkatkan lagi kehidupan demokrasi dan ketatanegaraan kita. (RA)

Sinar Harapan

Sumber : SlNAR HARAPAN (1983)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 25-28.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.