SOEHARTO – MAHATHIR SEPAKAT TINJAU KEMBALI PERJANJIAN PERDAGANGAN 1973
Presiden Soeharto dan Perdana Menteri Datuk Seri Dr. Mahathir Mohamad bersepakat untuk meninjau kembali perjanjian perdagangan tahun 1973 sebagai upaya memperbaiki hubungan dagang timbal balik antara Indonesia dan Malaysia.
Melalui peninjauan kembali perjanjian tersebut, akan diketahui apakah perjanjian itu telah dapat membantu menggalakkan perdagangan antara kedua negara atau kah malah menjadi penghalang.
Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri Malaysia Tan Sri Zakaria Ali mengatakan kepada wartawan, kesepakatan itu dicapai kedua pemimpin dalam pembicaraan empat mata babak terakhir di sebuah hotel terkemuka di Kuala Lumpur Kamispagi.
Perjanjian perdagangan tahun 1973 antara Indonesia dan Malaysia bertujuan meningkatkan volume perdagangan antara kedua negara dan menghentikan persaingan yang tidak perlu dalam pemasaran produk-produk toereka di luar negeri.
Tan Sri Zakaria mengatakan tidak ditetapkan waktu bagi dimulainya peninjauan perjanjian tersebut, tetapi tugas itu akan dilaksanakan pada tingkat pejabat kedua negara.
Kedua pemimpin itu juga membincangkan pengembangan industri di kedua negara dan sependapat tentang perlunya pertukaran informasi dan pengetahuan mengenai kegiatan pembangunan di bidang tersebut, di samping menyelaraskan langkah.
Ketika berbicara mengenai perdagangan antar pulau, menurut Zakaria, Presiden Soeharto dan PM Mahathir mengakui pengapalannya sangat mahal sehingga mengganggu perdagangan.
Berdasarkan kenyataan itu, kedua pemimpin setuju tentang perlunya kedua negara saling bertukar informasi dalam mencari jalan ke luar bagi mengurangi biaya pengapalan.
Kedua pemimpin juga menyatakan kepuasannya terhadap kerja sama yang terjalin antara kedua negara selama ini di bidang perminyakan.
Presiden Soeharto memberijaminan kepada PM Mahathir bahwa Indonesia akan selalu mempertimbangkan kontaknya dengan Malaysia di masa mendatang.
Mengenai perkembangan OPEC dalam hal ini, Pertamina akan terus berhubungan dengan Petronas Malaysia.
PM Mahathir berpendapat antara anggota OPEC juga perlu terjalin kerja sama yang erat jika harga minyak ingin distabilkan.
Mengenai masalah yang menyangkut kepentingan regional yang dibicarakan dalara pertemuan babak pertama, Zakaria Ali mengatakan kedua pemimpin menyatakan rasa puasnya terhadap pembentukan Perhimpunan Negara Penghasil Timah (ATPC), berkat pengertian dan kerja sama erat kedua negara.
PM Mahathir yakin dengan kerja sama erat kedua negara dalam ATPC, akan bisa menjamin kestabilan harga timah sehingga industri logam tersebut akan terlindung.
Kedua pemimpin juga memperkuat kembali keyakinannya tentang peranan ASEAN sebagai unsur yang sangat penting bagi kestabilan kawasan Asia Tenggara.
Kendati belum sepenuhnya ASEAN mencapai sasarannya itu, namun kedua pemimpin merasa gembira atas kemajuan yang telah dicapai, mereka gembira atas hasil-hasil kerja sama antar ASEAN yang telah tercapai selama ini.
Kedua pemimpin juga memanfaatkan sebagian waktunya dalam diskusi itu untuk menyorot dan membahas masalah Kamboja.
Mereka sependapat Indonesia dan Malaysia mempunyai peranan penting dalam kerja sama dan usaha ASEAN menyelesaikan secara damai masalah tersebut.
Kedua negara setuju untuk meneruskan dan mengembangkan lagi upaya mereka bagi tercapainya penyelesaian menyeluruh dan secara damai pertikaian Kamboja.
Tan Sri Zakaria mengelak menjawab pertanyaan wartawan tentang kemugkinan FH Mahathir memberikan penjelasan kepada Presiden Soeharto mengenai krisis konstitusi Malaysia, sebagai akibat para raja menolak mensahkan rancangan perubahan UUD Malaysia.
"Kalau dua pemimpin bertemu, apa saja bisa mereka bicarakan. Tetapi saya tidak tahu apakah masalah itu juga dibincangkan mereka, karena saya tidak hadir dalam pertemuan itu”.
"Saya dan sejumlah pejabat teras hanya diberi briefing oleh Dr.Mahathir mengenai hasil pembicaraan Presiden R.I. dan Malaysia dan Dr. Mahathir tidak menyinggung atau memberitahukan kepada kami bahwa masalah itu juga dibicarakannya dengan Presiden Soeharto", tegasnya.
Dia menambahkan, kedua pemimpin menyadari kunjungan kerja yang bersifat tidak resmi antar kepala pemerintahan ASEAN, seperti yang dilakukan Presiden Soeharto, sangat bermanfaat, terutama bagi memperkuat dan mengembangkan hubungan kerja sama bilateral.
Kedua pemimpin setuju tentang perlunya diskusi seperti itu diteruskan sedapat mungkin dalam waktu yang tidak terlalu lama, tetapi mereka tidak menetapkan bila pertemuan berikut akan diadakan.
Presiden Soeharto dan Ny. Tien dan rombongan, termasuk Menteri Sesneg
Sudharmono, Pangab Jenderal Beny Murdani dan Sekmil Marsdya Kardono, yang tiba di Kuala Lumpur Selasa siang, kembali ke tanah air dengan menggunakan pesawat terbang khusus melalui Pangkalan Udara Diraja Malaysia Kamis siang.
Selama di Kuala Lumpur, Ny. Tien Soeharto menikmati acara terpisah bersama Datin Sri Dr. Siti Hasmah, Isteri PM Mahathir. (RA)
…
Kuala Lumpur, Antara
Sumber : ANTARA (15/12/1983)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 329-331.