TAJUK RENCANA :
BODOH DAN NAIF
Beberapa masalah sangat mendasar ditegaskan Presiden Soeharto ketika melantik delapan Duta besar RI, kemarin pagi. Masalah-masalah itu, antara lain, apa dan bagaimana politik luar negeri Indonesia.
Ditegaskan Presiden, politik luar negeri Indonesia adalah politik perdamaian, oleh sebab itu, tidak pernah terlintas dalam pikiran kita untuk merayah (merebut, menguasai, dan mengambil keuntungan) negara lain. Karena itu pula kita tidak pernah menyusun kekuatan untuk tujuan-tujuan seperti itu.
Penegasan Presiden sebenamya bukan hal baru. Tetapi, hal itu menjadi sangat penting karena tampaknya, masih saja ada penduduk negara lain di sekitar kita yang, langsung atau tidak, mempertanyakan masalah itu.
Disayangkan sekali masih ada orang-orang yang berpikiran seperti itu. Sebab, bila mereka punya pikiran sehat, kita yakin mereka pasti akan sampai pada kesimpulan bahwa Indonesia tidak akan pernah merayah negara lain.
Alasannya : untuk mengejar ketinggalan yang begitu jauh dari negara-negara lain, khususnya para tetangga, Indonesia harus bekerja jauh lebih keras dari masa-masa lalu.
Dengan sumber daya yang memang cukup besar diharapkan ketinggalan itu setapak demi setapak bisa diperkecil. Tetapi, dengan jumlah penduduk yang nomor lima besarnya di dunia, serta laju pertumbuhannya yang relatif masih tinggi, agaknya pengejaran ketinggalan akan bertambah berat.
Dengan latar itu, alangkah bodohnya kita ada di antara bangsa Indonesia yang berkeinginan untuk merayah negara lain.
Ini berarti, mereka yang masih mempertanyakan bahwa Indonesia mempunyai keinginan seperti itu, tentunya juga bodoh dan naif.
Masalah mendasar lain yang juga ditegaskan lagi oleh Presiden, para Duta besar RI agar berusaha sekuat tenaga untuk rnendorong aliran modal ke Indonesia, dan rneningkatkan ekspor non-migas.
Ini juga bukan hal baru. Tetapi, penegasan itu mempunyai arti yang makin penting karena banyak langkah yang diambil Pemerintah untuk menciptakan iklim yang lebih sehat bagi penanaman modal dan mendorong ekspor non-migas, tampaknya belum juga memberi hasil yang memadai dibandingkan dengan kebutuhan yang mendesak.
Salah satu penyebab pokoknya, barangkali terletak dalam belum diketahuinya secara luas penataan strategis yang dilakukan Pemerintah itu. Atau, karena masih adanya keragu-raguan bahwa penataan akan dilaksanakan dengan konsekuen.
Untuk benar-benar lebih membuka mata dunia luar mengenai kesungguhan Indonesia melakukan penataan itulah agaknya, para wakil-wakil Indonesia di luar negeri mempunyai peranan yang sangat strategis pula sebagai ujung tombak.
Namun, mereka akan cenderung dianggap sebagai pembual bila tidak didukung dengan fakta-fakta nyata. Ini berarti, sukses tidaknya pelaksanaan tugas para duta besar RI memerlukan dukungan fakta dan data yang tercermin dari perkembangan di dalam negeri. (RA)
…
Suara Karya,
Sumber : SUARA KARYA (19/06/1986)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 421-422.