Tentang yang Meminta Bantuan

Tentang yang Meminta Bantuan[1]

Di tengah kehidupan serba membangun ini tentu saja banyak orang yang meminta bantuan kepada saya. Bermacam-macam bantuan yang mereka harapkan. Dan dari bermacam-macam jenis lingkungan. Mulai dari anak-anak sampai kepada orang tua renta. Mulai dari soal yang menyangkut pendidikan taman kanak-kanak, sampai kepada dunia bisnis.

Ya, ada yang minta bantuan mengenai bisnisnya. Ada kenalan, ada kerabat, juga anak-anak sendiri yang menginjak dunia bisnis suka-suka bertanya, meminta petunjuk saya. Kepada mereka saya berikan petunjuk, cara-cara yang sebaiknya mereka tempuh, sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.

Kadang-kadang saya berikan petunjuk, “Begini lho caranya, begini, begini” Tetapi tempo-tempo ada juga yang kemudian nampak­nampaknya merasa saya perlakukan kurang baik. Saya ingat ada teman-teman di antara pensiunan jenderal-jenderal yang memerlukan bantuan untuk membangun suatu proyek. Bantuan itu seperti akan mereka dapatkan dari luar negeri. Tetapi rupanya mereka kurang mengerti bahwa kredit yang kita butuhkan itu adalah kredit yang lunak, berjangka panjang, dan bunganya pun ringan. Kita tidak mau sembarangan menerima bantuan pinjaman itu. Tidak semua kredit kita terima. Yang kita terima adalah yang sesuai dengan kebutuhan kita sendiri. Namun, yang terjadi, jenderal sahabat saya itu ada yang mendekati saya dengan menawarkan kredit yang tidak sedikit jumlahnya, tidak hanya ratusan juta, melainkan sampai milyaran dollar AS. Ada yang menawarkan lima, sepuluh milyar dollar AS. Padahal saya mengetahui, untuk memperoleh kredit itu tidak mudah. Maka saya katakan, tawaran-tawaran yang sebegitu besarnya itu tidak benar, tidak akan benar. Jangankan milyaran dollar, mencari ratusan juta saja sudah angel (susah). Tetapi barangkali mereka kurang percaya, sekalipun sudah saya jelaskan bahwa mereka yang menawarkan itu hanyalah broker yang tidak bonafid. Sahabat saya itu kemudian kedengaran ‘ngomel’.

Maka setelah ada lagi yang meminta bantuan saya dengan menyebut-nyebut adanya tawaran pinjaman sebanyak milyaran dollar, saya mengambil jalan tengah. Saya terangkan kepadanya, syarat-syarat lunak yang kita tetapkan. “Dan tidak perlu sampai milyaran dollar begitu”, kata saya. “Seratus juta dollar saja sudah cukup. Kalau memang ada uang itu, supaya ditransfer ke Indonesia, didepositokan atas nama dia, di Bank Indonesia. Setelah uang itu ada di Bank Indonesia, baru kita bicara”, kata saya dengan menambahkan, bahwa kalau uang itu benar-benar ada, tentu akan mereka transfer ke Indonesia atas nama mereka.

Setelah itu, ternyata tidak ada seorang pun bisa memenuhi persyaratan saya itu. Jadi, bukan saya tidak memberikan kesempatan. Begitulah saya memberikan petunjuk, bagaimana sebaiknya kita berusaha di bidang bisnis, sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Mengenai saya pribadi dan istri saya, dengan sangat terbuka saya pernah menjelaskan di depan Pangab dan Kepala-kepala Staf Angkatan dan Polri bahwa saya dan istri saya tidak berdagang. Sebagai Presiden, sebagai Kepala Negara, saya disumbang oleh berbagai pihak, oleh mereka dari kiri dan kanan, dari atas dan bawah. Sebagai seorang warga negara dan pimpinan negara saya terima sumbangan-sumbangan itu. Orang asing mengira bahwa sumbangan-sumbangan itu saya masukkan ke dalam kantong saya. Padahal sumbangan-sumbangan itu betul-betul saya kelola dan saya masukkan ke dalam yayasan-yayasan untuk perikemanusiaan, membantu yatim piatu, membantu janda­janda prajurit yang gugur dalam Trikora, Dwikora, dan Timtim. Untuk beasiswa, membangun sarana-sarana untuk meningkatkan kehidupan beragama, dan lain-lain sebagainya. Orang asing salah terka.

***



[1] Penuturan Presiden Soeharto, dikutip dari buku “Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya” yang ditulis G. Dwipayana dan Ramadhan KH, diterbitkan PT Citra Kharisma Bunda Jakarta tahun 1982, hlm 397-398.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.