TERBITKAN RISALAH TENTANG 160 HARI YG MENGGUNCANGKAN
Presiden Soeharto Sambut Rencana Eksponen “66”
Presiden Soeharto menyambut baik rencana eksponen Angkatan 66 untuk menerbitkan suatu risalah tentang “160 Hari yang Mengguncangkan” yang merekam peristiwa sejarah nasional sejak tanggal 1 Oktober 1965 sampai dengan 11 Maret 1966.
Selama ini banyak orang-orang asing yang menulis tentang peristiwa kudeta berdarah Peristiwa G30S/PKI baik epilog maupun prolognya berdasarkan kaca mata, pengamatan dan penafsirannya sendiri sehingga merugikan kita semua sebagai bangsa.
Menteri Pemuda dan Olahraga dr. Abdul Gafur seusai melapor kepada Presiden Soeharto di Bina Graha Rabu kemarin menjelaskan, penulisan risalah “160 Hari yang Mengguncangkan” itu adalah untuk mengisi kegiatan peringatan 20 tahun Aksi Tritura yang akan diperingati tanggal 10 Januari 1986 mendatang.
Untuk maksud tersebut telah dibentuk sebuah panitia kecil penyusun risalah “160 Hari yang Mengguncangkan” terdiri dari pemuda-pemuda eks Eksponen Angkatan 66.
Mereka akan mewawancarai tokoh-tokoh nasional yang banyak mengetahui tentang Peristiwa G.30.S/PKI baik pada prolog maupun epilognya dari kudeta berdarah itu.
Misalnya, Wakil Presiden Jenderal (Purn) Umar Wirahadikusumah yang pada waktu itu adalah Pangdam V/Jaya dan Komandan Garnizun lbu kota RI dengan pangkat Mayor Jenderal TNI atau Kepala BP-7 Pusat Letjen (Purn) Sarwo Edhie Wibowo yang ketika itu dengan pangkat Kolonel menjabat sebagai Komandan “RPKAD” yang memimpin langsung pasukan Baret Merah itu melakukan penumpasan pemberontakan PKI.
Menurut Abdul Gafur, kita harus berani menulis keadaan dan fakta-fakta sebenarnya Peristiwa G.30.S/PKI baik keadaan sebelumnya maupun keadaan sesudah meletuskan pemberontakan PKI itu.
Sembilan Tokoh
Panitia Kecil penyusun risalah “160 Hari yang Mengguncangkan” itu akan melakukan wawancara langsung dengan sembilan tokoh, di samping sembilan pemuda yang dinilai banyak mengetahui latar belakang pemberontakan PKl di tahun 1965, antara lain Harry Tjan Silalahi SH, bekas Sekjen Front Nasional yang kini bergabung dalam CSIS, lembaga yang melakukan pengkajian strategis.
Ketika wartawan menanyakan apakah risalah itu nanti akan sama atau bertentangan dengan buku sejarah yang disusun oleh almarhum Prof Dr Nugroho Notosusanto, Gafur hanya menjawab: “Akan saling melengkapi.”
Di antara pemuda yang akan menulis dan akan menyusun risalah itu terdapat wartawan Yozar Anwar, Eki Sjahruddin dan Christianto Wibisono. Risalah tersebut di harapkan dapat terbit tepat tanggal 10 Januari 1986, sebagai monumen penting peringatan 20 tahun Aksi Tritura.
Minta Pelatih
Menpora kepada Presiden juga melaporkan permintaan pemerintah Suriname tentang bantuan pelatih bulu tangkis untuk melatih permainan badminton dinegara tersebut.
Presiden memberikan petunjuk agar membicarakan hal ini dengan Deplu dalam rangka menjalin kerja sama dan hubungan baik kedua negara lewat kegiatan olah raga. Lebih dahulu harus dijajagi sampai dimana dan berapa jumlah pelatih yang diperlukan Suriname agar kita bisa menyiapkannya.
Dibagian lain petunjuknya, Presiden juga menyarankan agar supaya benar-benar diatur tata cara pengembangan olahraga profesional, khususnya tinju.
Hingga dalam waktu singkat ada pedoman jelas bagi mereka yang terlibat penyelenggaraan pertandingan tinju profesional sehingga tidak ada jatuh korban.
Menpora menjelaskan, olahraga profesional sudah ada dasar hukumnya yaitu PP Nomor 18 Tahun 1984 yang salah satu pasalnya mengatur tata cara penyelenggaran pertandiagan profesional, sehingga jelas siapa yang bertanggung jawab.
Termasuk didalamnya promotor yang harus dengan izin dari badan pembina olahraga profesional Indonesia, juga mengenai investor dalam kaitan tinju semuanya harus diatur, kata Gafur.
Bukan Mempersulit
Pengaturan olahraga profesional ini bukan mempersulit atau membatasi, melainkan mendudukkan masalah dengan aturan yang sudah ada. Kita ajak semua pihak untuk turut serta bersama-sama membina seperti misalnya KTI (Komisi Tinju Indonesia) dan Pertina (Persatuan Tinju Nasional) yang juga duduk dalam badan ini.
Tujuan akhir dari pengaturan ini agar usaha tinju profesional dapat berkembang menjadi lapangan kelja yang baik, untuk petinju dan pihak-pihak lainnya.
Tentang persyaratan menjadi petinju profesional, Menpora mengatakan, harus berusia antara 18-26 tahun, harus minimal menjadi juara nasional amatir atau pernah mewakili Olympiade.
Jadi tidak bisa sembarangan, harus pula dengan rekomendasi dari Pertina, yang menjadi induk organisasi tinju amatir”, kata Gafur.
Tentang promotor, dikatakan Gafur, harus ada izin tertulis dari badan Pembina. Selama ini mereka baru dapat izin dari KTI dan ini harus pendaftaran ulang.
Tentang olahraga, baru tinju yang benar-benar profesional, sedangkan bulu tangkis dengan adanya berbagai turnamen terbuka juga menjurus profesionalisme.
“Sedangkan sepak bola seperti, Galatama, itu sih belum”, tambahnya. (RA)
…
Jakarta, Pelita
Sumber : PELITA (24/10/1985)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 74-76.