TIDAK DEMOKRATIS, TIDAK KONSTITUSIONAL

TIDAK DEMOKRATIS, TIDAK KONSTITUSIONAL MEREKA YANG BERJALAN DI LUAR HALUAN NEGARA

Barang siapa yang berjalan di luar haluan negara yang ditetapkan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), atau mempunyai tujuan-tujuan tersendiri yang bertentangan dengan yang ditetapkan dalam haluan negara, maka ia sesungguhnya bersikap tidak demokratis dan tidak konstitusional.

Presiden Soeharto mengingatkan hal itu ketika menerima para peserta Kursus Reguler Angkatan XVI Lemhannas (Lembaga Pertahanan Nasional) di Istana Merdeka, Selasa kemarin.

Dikatakan UUD 45 menegaskan bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Juga ditegaskan bahwa MPR menetapkan Garis­Garis Besar HaluanNegara (GBHN). Ini menurut Presiden, mengandung arti bahwa secara politik dan konstitusional, GBHN mengikat semua warga negara Indonesia tanpa kecuali.

"Karena itu seluruh bangsa kita, pemerintah, semua organisasi sosial politik dan semua organisasi kemasyarakatan, segenap lembaga kenegaraan, semua lapisan dan golongan masyarakat Indonesia, harus tunduk dan melaksanakan haluan negara dengan rasa tanggung jawab yang sebesar-besarnya," kata Kepala Negara.

Peranan Lembaga Pendidikan

Dikemukakan, dalam praktek penyelenggaraan kehidupan bang sa dan negara yang demokratis dan konstitusional itu, maka selama Orde Baru ini rakyat dan bangsa Indonesia telah berhasil membuat GBHN yang disusun MPR hasil pemilihan umum setiap lima tahun sekali, masing-masing tahun 73,78 dan 83.

Dalam semua GBHN yang telah dimiliki itu, kata Presiden Soeharto, dengan konsisten selalu ditegaskan adanya dua segi tujuan setiap Repelita yang merupakan penjabaran GBHN.

Pertama, meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat yang makin merata dan adil. Kedua, meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan berikutnya.

Dalam seluruh gerak pembangunan itu, hams selalu diperhatikan tiga hal pokok, yakni perpaduan yang serasi dan saling menunjang antara pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, yang dinamakan Trilogi Pembangunan.

Berdasarkan GBHN yang dimiliki, maka menurut Presiden Soeharto, kerangka dasar pemikiran, arah dan tujuan pembangunan .Indonesia sudah sangatjelas. Namun disadari bahwa memiliki GBHN saja, terang tidak cukup. GBHN harus dilaksanakan dan dijabarkan dalam Repelita dan dalam program-program tahunan setiap tahun dan seterusnya.

Dalam rangka pelaksanaan GBHN itulah menurut Kepala Negara, peranan lembaga pendidikan tinggi dan peranan lembaga pengkajian sangat penting. Peranan itu tidak akan habis-habisnya, baik dalam menyusun Repelita sebagai pelaksanaan GBHN, maupun dalam menemukan jawaban yang terbaik bagi pelaksanaan Repelita setiap tahap.

"Dengan jalan itu maka putusan politik yang telah diambil MPR dalam menetapkan GBHN dan putusan politik yang telah diambil pemerintah dalam menetapkan Repelita akan dapat dilaksanakan sebaik-baiknya."

Dengan jalan itu pula, menurut Presiden, lembaga pendidikan tinggi dan pengkajian akan lebih berfungsi secara nyata dalam pelaksanaan pembangunan bangsa dan negara. Dalam rangka ini pulalah, Kepala Negara menaruh harapan yang besar pada Lemhanas.

Yang Terbaik

Sebagai lembaga pendidikan dari pengkajian, kata Kepala Negara , Lemhannas merupakan tempat untuk membahas ketahanan nasional yang meliputi semua aspek kehidupan bangsa dalam kaitan dengan pemantapan Wawasan Nusantara.

Karena itu dari Lemhannas diharapkan terhimpun pikiran yang terbaik dari kalangan ABRI, kalangan pemerintahan lainnya dan dari kalangan masyarakat luas.

Menurut Presiden dengan cara pendidikan dan peserta yang berasal dari kalangan ABRI, pemerintah dan masyarakat yang nantinya akan memegang peranan pimpinan di bidang masing-masing, harus dapat menjadi unsur pengikat yang konstruktif dalam menampilkan kesatuan berpikir dan bertindak secara nasional.

Kursus Reguler Angkatan XVI ini diikuti 60 peserta, berlangsung sejak 10 April 1983 dan akan berakhir 10 Desember nanti. (RA).

Jakarta, Kompas

Sumber : KOMPAS (27/12/1983)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 263-264.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.