TINGKATKAN USAHA PENGHEMATAN BBM
Presiden Soeharto :
Presiden Soeharto hari Senin menekankan, usaha penghematan bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri ditingkatkan lagi sehingga Indonesia mampu memperbanyak ekspor minyak mentahnya.
Pesan Kepala Negara itu disampaikan kepada Menteri Pertambangan dan Energi Subroto di Istana Merdeka Jakarta ketika melaporkan hasil sidang Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang berlangsung di Jenewa pekan lalu.
Presiden juga mengharapkan agar Menteri Subroto yang dewasa ini memegang jabatan Presiden OPEC terus berusaha menjaga keutuhan organisasi yang beranggotakan 13 negara itu.
Setelah diterima presiden, Subroto menjelaskan kepada wartawan bahwa sidang OPEC di Jenewa itu menghasilkan tiga keputusan pokok.
Pertama, mempertahankan tingkat produksi 16 juta barel per hari. “Dengan tingkat produksi ini kita mampu mengurangi jumlah cadangan minyak mentah yang dikuasai negara-negara industri menjadi cukup untuk 70 hari, di banding jumlah sebelumnya yang cukup untuk konsumsi mereka 120 hari”, kata Subroto.
Kedua, menurunkan harga pembanding (diferensial) antara minyak berat dengan minyak ringan menjadi 2,40 dolar per bareI dibanding sebelumnya 4,50 dolar.
Penurunan harga pembanding itu, menurut Subroto, akan lebih menolong daya saing harga minyak mentah Indonesia di pasaran dunia karena sebagian besar minyak Indonesia adalah jenis yang termasuk ringan.
Keputusan ketiga adalah menurunkan tingkat harga resmi OPEC dari 29″dolar per barel untuk jenis “Arabian light crude” (minyak ringan Arab Saudi) menjadi 28 dolar/barel.
“Penurunan harga ini perlu diambil untuk merebut pasaran”, demikian Menteri Subroto mengatakan. Konsekwensinya, tambah Subroto, harga minyak mentah Minas dari Indonesia diturunkan dari 29.53 dolar menjadi 28,53 dolar per barel.
Sebagai akibat dari penurunan harga minyak mentah Minas tersebut, penerimaan negara dari sektor minyak dan gas diperkirakan turun sekitar Rp 325 miliar setahun, yang berarti turun 1,7 persen dari penerimaan dalam negeri yang direncanakan untuk tahun anggaran 1985/1986 atau turun 1,4 persen dari seluruh penerimaan negara dalam tahun anggaran yang sama.
Dari segi penerimaan devisa, penurunan harga minyak tersebut akan mengakibatkan penurunan devisa sekitar 300 juta dolar per tahun atau 1,4 persen dari seluruh penerimaan devisa Migas dan non Migas dalam tahun anggaran mendatang itu.
Namun mengingat pengaruh penurunan harga minyak itu sangat terbatas terhadap penerimaan negara dan penerimaan devisa, pemerintah Indonesia tidak akan mengubah sasaran penerimaan negara dalam tahun anggaran 1985/ 1986 dan tidak akan melakukan devaluasi nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika.
Dalam hubungan ini, sesuai petunjuk Presiden Soeharto Kamis pekan lalu, pemerintah akan meningkatkan penerimaan negara dari sumber-sumber dalam negeri dan dari ekspor komoditi non Migas.
Selain itu Presiden juga sudah menginstruksikan agar proyek-proyek pembangunan yang dibiayai dengan dana luar negeri dipercepat pelaksanaannya. (RA)
…
Jakarta, Berita Buana
Sumber: BERITA BUANA (05/02/1985)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 106-107.