UPACARA HAPSAK PANCASILA 1988 DI LUBANG BUAYA
Jakarta, Antara
UPACARA Hari Peringatan Kesaktian (Hapsak) Pancasila 1 Oktober 1988 dengan Inspektur Upacara Presiden Soeharto di Monumen Pancasila Sakti Lubang Buaya, Jakarta Timur, Sabtu pagi, berlangsung sederhana namun khidmat.
Upacara tersebut dihadiri Ibu Tien Soeharto, Wakil Presiden dan Ibu Soedharmono, para menteri Kabinet Pembangunan V, korps diplomatik, keluarga dan janda Pahlawan Revolusi serta undangan lainnya.
Sebelum acara dimulai, komandan upacara Letkol Inf Sutedi Marasabesi sudah menyiapkan barisan peserta upacara antara lain satu batalyon Akademi Militer, AAL, AAU, Akpol, Kowad, Kowal, Wara, Polwan, TNI-AD, TNI-AL, TNI-AU, Polri, AlP, serta batalyon pelajar SD, SLTP dan SLTA serta Pramuka, KNPI dan Menwa. Juga, telah dilakukan pengibaran Sang Merah Putih oleh satu regu pelajar Paskibra tingkat DKI Jakarta.
Acara dimulai dengan lagu “Indonesia Raya”, yang disusul dengan laporan komandan upacara. Berikutnya, mengheningkan cipta dipimpin Presiden Soeharto.
Pembacaan Pancasila dilakukan oleh Ketua MPR M. Kharis Suhud dan Pembukaan UUD ’45 oleh Mendikbud Prof. Dr. Fuad Hassan. Adapun pembacaan dan penandatanganan ikrar dilakukan Wakil Ketua DPR Soekardi. Sebelum upacara berakhir dengan lagu kebangsaan, dilakukan pembacaan doa yang dipimpin Menteri Agama H. Munawir Sjadzali, M.A.
Setelah upacara resmi Hapsak Pancasila 1988 itu rampung, Presiden dan Ibu Tien Soeharto serta Undangan lainnya melakukan peninjauan keliling cungkup dan Monumen Pancasila Sakti.
Presiden dan lbu Tien serta Wakil Presiden dan Ibu Soedharmono juga menyalami para janda Pahlawan Revolusi. Ibu Tien dengan terharu memberikan ciuman pada mereka itu.
Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober (1965), merupakan hari kemenangan Pancasila setelah gagalnya pemberontakan G.30.S/PKI yang ingin mengganti dasar negara itu dengan ideologi lain.
Penetapan Hapsak Pancasila ini juga dimaksudkan sebagai peringatan, agar bangsa Indonesia tetap waspada, sehingga tak terjadi lagi tragedi nasional seperti pengkhianatan G.30.S/PKI, yang telah menimbulkan banyak korban.
Monumen Pancasila Sakti, tempat upacara berlangsung, dibangun di Lubang Buaya, tempat para Pahlawan Revolusi disiksa, dibunuh dan “dikuburkan”.
Mereka yang “dikubur” di sebuah sumur tua di Lubang Buaya itu adalah Jenderal Ahmad Yani, Letjen R. Suprapto, Letjen M.T. Haryono, Letjen S. Parman, Mayjen D.I. Panjaitan, Mayjen Soetojo Siswomihardjo, dan Kapten P.A. Tendean.
Selain mereka itu, juga telah gugur Brigjen Katamso Dharmokusumo dan Kolonel Sugijono Mangunwijoto (di Yogyakarta), serta Aipda Pol. Karel Sasuitubundan Ade Irma Suryani Nasution, puteri bungsu Jenderal A.H. Nasution yang masih bocah.
Monumen Pancasila Sakti dibangun untuk mengungkapkan fakta pengkhianatan dan teror yang dilakukan PKI dengan G.30.S-nya.
Selain itu juga untuk mengenang jasa dan pengorbanan para Pahlawan Revolusi, meningkatkan kewaspadaan untuk mengamankan Pancasila dari musuh-musuh yang akan merongrong dan menghancurkan Pancasila, menanamkan kesadaran akan kesaktian Pancasila serta mewariskan semangat dan nilai-nilai perjuangan ’45.
Sumber : ANTARA (01/10/1988)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku X (1988), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 587-588.