SOEHARTO – PEMIMPIN YANG SUKA TURUN KE SAWAH

SOEHARTO – PEMIMPIN YANG SUKA TURUN KE SAWAH [1]

 

Oleh: Ruth Sheldon Knowles

 

Jakarta, Angkatan Bersendjata

READER’S DIGEST edisi Pebruari 1973 memuat karangan Ruth Sheldon Knowles dengan judul “Soeharto: The Leader Who Listens.” Supaya para pembaca dapat pula mengikuti penilaian pengarang asing terhadap Kepala Negara kita yang oleh MPR dipilih kembali sebagai Presiden untuk masa jabatan kedua, dibawah ini dimuat lengkap terjemahan tulisan itu.

Baru2 ini seorang petani Indonesia yang sedang mengerjakan sawahnya melihat sekelompok orang mendatanginya. Seorang pria yang suka senyum dan berambut hitam dalam kelompok itu mulai mengajukan pertanyaan tentang pertanian. Setelah si petani memastikan bahwa ia tidak mengalami kesulitan2, pria itu bertanya berapa orang anaknya, “Tigabelas” sahut si petani.

“Tahun depan anda harus menanam padi lebih banyak,” kata tamu itu dengan senyum. ”Tapi anaknya tak usah ditambah lagi”. Si petani nyengir dan waktu kelompok itu meneruskan perjalanan, seorang anggota rombongan bertanya, “Kenal siapa orang itu?” Si petani menggeleng. Kepadanya dijelaskan “Itulah Presiden Soeharto”.

Adegan ini tak termasuk luarbiasa; sebab Presiden Soeharto atau Pak Harto menurut sebutan rakyat-semata2 melakukan salah satu dari banyak sekali perjalanan “inspeksi diam” yang tak diumumkan ke kampung2 di gugusan yang terdiri dari 3000 pulau itu, negara nomor lima dalam soal penduduk di dunia.

Perlawatan2 ini yang memainkan peran yang penting sekali dalam meningkatkan kesejahteraan dan stabilitas Indonesia merupakan kunci pengenal watak Soeharto yang berumur 51 tahun itu, yang selaku jendral yang relatif tak terkenal di tahun 1965 telah menggagalkan percobaan kudeta komunis dan menyelamatkan negaranya dari kehancuran ekonomi.

Bersemangat Tani

Presiden Soeharto, selaku anak petani yang bertanah secara rohaniah tak pernah meninggalkan desa tempat ia dibesarkan. Keramahan, kesederhanaan dan pengertiannya mendorong rakyat desa buat membicarakan masalah2 mereka dengannya, walaupun mereka tak selamanya sadar siapa ia.

Di suatu desa, petani yang ditanya apakah ada mengalami kesulitan, menjawab, “Ada. Sebelum dapat menjual beras, kami harus membayar dua kilo beras kepada penguasa setempat, dan sudah itu dalam perjalanan ke pasar harus memberi beras kepada prajurit yang mengawal”.

Sewaktu pembicaraan berlangsung si petani mendadak sadar bahwa ia berhadapan dengan Soeharto dan ia mulai minta maaf. “Maaf, Pak, maaf Pak Harto. Janganlah diambil berat pembicaraan saya”. Soeharto menenteramkan si petani bahwa justru ini benarlah yang diinginkannya, sebab selaku Presiden ia harus tahu. Langsung diperintahkannya diadakan pemeriksaan, dan berakhirlah praktek korup itu.

Di lain kesempatan Soeharto pergi ke Kalimantan mengunjungi kampung yang baru saja didirikan buat mendorong orang2 Indonesia pindah dari Pulau Jawa yang sesak ke pulau2 di seberang. Waktu ia bertanya kepada 5.000 penetap baru itu apakah sudah senang, dijawab belum. Kemudian ia mengetahui inti kebutuhan mereka ­1-10 perahu untuk membawa hasil pertanian mereka ke pasar di hilir sungai.

Diperintahkannya agar perahu2 itu besok sudah harus diserahkan, membayar harganya dari “kantong Presiden”-dana Pemerintah untuk keperluan khusus. Setelah tersiar kabar bahwa pasti keadaan di Kalimantan baik, sebab Presiden sendiri mau pergi kesana lagi 5.000 transmigran meninggalkan Pulau Jawa.

Bayar Hutang

Perhatian Soeharto yg mendalam terhadap kesejahteraan rakyat berasal dari zaman berjoang waktu ia sebagai pemimpin gerilya berusaha memerdekakan Indonesia dari Belanda.

“Di mana revolusi rakyat membekali kita dengan pangan dan pakaian dan membantu kita dengan apa saja”, kata seorang pembantu utama Presiden kepada saya. “Kamu dalam tentara menganggap ini sebagai pinjaman. Memang tak ada tulis menulis soal ini tapi Presiden merasa bahwa ia melunasi hutangnya kepada rakyat”.

Di masa itu Soeharto yang sederhana dan tak suka berpura2 tak pernah menyangka bahwa ia akan mampu melunasi “hutang” itu. Tapi bulan Oktober 1965 orang komunis berusaha mengambil alih tentara dan pemerintah dengan menculik dan membunuh enam orang jenderal. Jenderal Soeharto yang anti komunis dan saat itu Panglima KOSTRAD ABRI dari jaringan mereka dan bergerak cepat menghancurkan coup itu.

Waktu berlangsung reaksi rakyat yang sengit terhadap pembunuhan2 itu ratusan ribu orang komunis sejati atau yang disangka komunis dibunuh. Presiden Sukarno yang tak becus menanggulangi kekacauan itu, yang juga jadi mendorong pertumbuhan Partai Komunis hingga jadi partai terbesar nomer tiga di dunia, mengalihkan sebagian wewenang kepresidenannya kepada Soeharto untuk memulihkan ketertiban dan persatuan nasional.

Kemudian MPRS mencopot seluruh kekuasaan Sukarno dan mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden, dan akhirnya jadi Presiden penuh sampai diadakan pemilihan umum.

Soeharto tahu betapa dalam kekecewaan dan keputusasaan rakyat-rakyat yang tak punya beras, inflasi yang mengamuk, korupsi dan pengkhianatan politik. Tindakan yang pertama adalah melarang Partai Komunis. Tindakannya yang kedua, dihari itu juga, menunjukkan apa yang menurut hematnya tindakan dasar untuk menciptakan keamanan dan ketenteraman umum.

Dimintanya seluruh pengusaha swasta untuk memperbaiki produksi, distribusi dan pemberian jasa2. Soeharto tak pernah membaca buku pelajaran ekonomi, tapi ia memiliki nilai2 praktis ekonomi sebab selaku anak desa ia dibesarkan dalam keluarga yang tak pernah mempunyai cukup uang untuk bermewah2.

Sejak semula ia sudah bicara blak2an dan menaikkan semangat rakyat. Ia mendahulukan kepentingan negara untuk jangka lama tanpa memikirkan popularitasnya sendiri. Di tahun pertama umpamanya ia membekukan mata uang. Walaupun ini dalam jangka lama dapat menimbulkan stabilitas nilai uang, berarti pula bahwa harga2 naik 300 persen. “Semua orang tahan nafas, tapi tak ada jeritan dari rakyat. Rakyat percaya kepadanya,” ujar seorang diplomat Barat.

“Rakyat Punya Harapan”

Soeharto mengumpulkan orang2 yang paling pintar disekitarnya (dari kabinet dengan 24 orang, hanya ada lima perwira tentara) dan terus menerus memajukan satu pertanyaan saja kepada mereka, “Apakah tindakan yang terbaik untuk Negara?” Mereka secara sistimatis mulai memutuskan jaringan peraturan yg simpang siur yang telah melumpuhkan kegiatan dagang.

Mereka mengadakan anggaran yang berimbang, mengurangkan inflasi dan merumuskan rencana pembangunan lima tahun yang dapat dipraktekkan. Karena hutang negara berjumlah lebih dari dua milyar dolar, disusunlah rencana dengan negara2 kreditor untuk menangguhkan pelunasan. Consortium dari negara2 Barat, tambah Jepang, memberikan kredit2 baru buat membeli barang yang dibutuhkan buat menggerakkan ekonomi. Penanaman modal asing digunakan untuk meningkatkan produksi minyak Indonesia sampai sejuta barrel sehari-dan memasukkan 40 persen pajak ke dalam kas Pemerintah dan Indonesia kembali menjadi anggota PBB.

Saya berada di Indonesia waktu Soeharto mulai mengadakan pembaruan. Setelah saya kembali lagi baru2 ini saya tak bisa percaya bahwa saya berkunjung ke negeri yg dulu juga. Dewasa ini ibukota Jakarta ramai dengan gedung2 kantor baru dan hotel2 baru. Di tiap2 kampung muncul rumah2 baru, jalan, dan jembatan, sepeda baru, sepeda motor2 baru dan bis2 baru.

Soeharto telah memberi jiwa baru kepada prinsip filosofi gotong royong Indonesia, untuk mendirikan 65.000 proyek di desa kepada tiap2 desa diberi Rp. 100.000,- untuk pembangunan desa sendiri. Penanaman modal lima milyar rupiah menghasilkan perbaikan didesa2 yang bernilai empat belas milyar. Proyek itu meliputi 24.000 irigasi untuk mengairi 1,8 juta bau (acre) sawah pembangunan 4.000 lumbung padi didesa 16.500 jembatan baru didesa 4.000 pasar desa yang direhabilitasi, 3.000 balai desa, sekolah agama dan mesjid baru di desa2.

Sama pula berhasilnya adalah kampanye Soeharto melawan korupsi. Tahun 1970 disini kemajuan menolok setelah diketahuinya bahwa ada pejabat sipil dan militer yang mengambil istri baru. Walaupun Indonesia adalah negeri Islam dan agama mengizinkan orang beristri lebih dari satu, bagi Presiden Soeharto selaku ahli ekonomi ini adalah tanda korupsi – sebab yang jelas seorang pejabat tak akan mampu menghidupi lebih dari satu pemerintah, maka diperintahkannya dilancarkan penyelidikan yang mendalam dan sejumlah perwira tentara bahkan seorang anggota Kabinet diberi kesempatan dengan hormat untuk menarik diri.

Satu Keluarga Besar

Hidup kekeluargaan Soeharto yang layak diteladani juga memperapat hubungan dengan rakyat. Suami istri yang kawin dimasa revolusi ini yang dulunya sama2 sekolah tinggal didaerah perumahan yang tenang dan sederhana dengan enam orang anaknya – tiga pria dan tiga wanita dengan usia paling tinggi 22 sampai 7 tahun. Soeharto begitu tenang dengan keluarga hingga ia senantiasa menyamakan kehidupan bangsa dengan kehidupan keluarga “Marilah kita bina Republik Indonesia ini menjadi satu rumah bagi satu keluarga besar, bangsa Indonesia” katanya.

Soeharto mempraktekkan falsafah ini dengan cara2 praktis. Umpamanya buat mempercepat proses pendidikan bagi anak2 Irian Jaya, dimana lebih separo dari 825.000 penduduk masih berada di zaman batu ia memohon kepada rakyat untuk menyumbang uang dan mau jadi bapak angkat bagi anak2 sekolah Irian Jaya sumbangan Rp. 6.000 sudah dapat digunakan pembeli pakaian perkakas seperti pisau, sekop, gergaji, atau pacul dan untuk pembayar uang sekolah selama setahun sedemikian jauh orangtua angkat itu sudah dapat memberi pendidikan kepada lebih dari 5.000 anak2 pria dan wanita.

Karena sadar bahwa jauh2 lagi jalan yang harus ditempuh Indonesia. Soeharto dan team ekonominya telah merencanakan program pembangunan nasional 25 tahun. Kini program lima tahun pertama sudah dilewati lebih dari separo jalan dan dalam hampir tiap2 bidang dapat melangkaui target.

Tahun 1971 ia menanggulangi masalah terbesar Indonesia-pengendalian penduduk. Didirikannya program keluarga berencana dan ia berkata pada rakyat, “Kita dapat menaikkan produksi pertanian, pertambangan dan industri, tapi kalau kenaikan ini tidak diimbangi dengan pengendalian pertambahan penduduk, maka kenaikan produksi itu tidak ada artinya.”

Bulan Juli 1971 Presiden Soeharto mencapai satu tujuan utamanya-pemilihan umum untuk Parlemen. Ini adalah pemilihan pertama dalam 16 tahun, dari 57 juta pemilih yang terdaftar, 53 juta turut memilih. Pihak Sekber Golkar yang mendukung Pemerintah Soeharto beroleh kemenangan besar, memborong 65 persen suara dan memperboleh mayoritas kentara dalam Parlemen dengan 233 kursi dari 360 kursi yang diperebutkan.

Parlemen baru ini akan bersidang bulan Maret 1973 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden baru. Tak diragukan bahwa Soeharto akan terpilih buat meneruskan kepemimpinannya yang telah memungkinkan Indonesia membereskan rumahtangga negaranya.

Kepemimpinan seperti itulah yang dilukiskan filoso-penyair Lao-tsu 2.500 tahun yang silam:

”Tentang pemerintah terbaik setelah tugas selesai, kerja rampung, seluruh rakyat berkata, “Kami telah melakukannya sendiri.” (DTS)

Sumber : ANGKATAN BERSENJATA (26/03/1973)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 327-331.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.