Kepada
Yth. Bapak H. M. Soeharto
Yang saya hormati dan Saya banggakan
di Jakarta
PERS SEMAKIN DHALIM [1]
Assalamu’alaikum wr. wb.
Salam sejahtera dan sehat selalu.
Semoga Bapak selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa. Amin. Bangga bercampur bahagia yang sangat mendalam saya ucapkan terima kasih kepada Bapak atas kenang-kenangan (foto) yang diberikan kepada saya.
Foto Bapak saya pajang di tempat yang khusus, sempat rekanrekan dan isteri saya melihat foto Bapak tapi mereka bilang, “hati-hati nanti dilihat mahasiswa (tetangga) yang kontroversial terhadap Bapak, tapi saya jawab “mengapa mesti takut ! Tidak ada yang harus saya takuti, saya memiliki dasar dan pendirian yang kuat! Dalam sebuah penilaian tersurat maupun tersirat, justru rasa bangga makin menguat walaupun selama ini saya tidak bisa melihat Bapak secara langsung.
Bapak Soeharto yang saya hormati ….
Selama dalam pengamatan saya terhadap surat kabar yang beredar akhir-akhir ini saya menyimpulkan, adanya sifat ketidakpuasan dan rasa dendam yang berlebihan dari para tokoh reformis-reformisan di masa kepemimpinan Bapak, mereka sengaja membuat polemik lubang kecil menjadi jurang yang menurut saya sendiri merupakan dagelan tak wajar yang membuat rakyat justru makin sulit.
Karena sepak terjang mereka sudah melampaui batas dalam mencari kambing hitam untuk memutihkan diri sendiri dalam meraih sanjungan. Begitu tajamnya saya menyoroti Amin Rais dan Megawati berikut korannya yang bertajuk “INTI JAYA” yang sudah jelas isi hujatannya betulbetul keluar dari jalur kode etik moral..! Mereka merupakan pelawak tulen yang tak laku, mencalonkan diri jadi Presiden seperti anak TK yang bercita-cita.
Apalagi bila, Nuwun Sewu, Bapak membaca Media INTI JAYA (tgl. 11-09-1998), makalah bersambung dari Hartati Hermes, yang bertajuk sok tahu, nyeleneh, pedes, dalam analisa politik yang sebenarnya kurang dalam memahami sejarah, tapi merasa telah mengalami sejarah. lngin saya membuat rubrik untuk dimuat di majalah atau koran-koran guna menyanggah nada-nada yang minor tersebut, namun bak sebuah kebun kacang tanah saya hanya tumbuh sebagai tanaman kedelai sendiri untuk itu saya mohon petunjuk dari Bapak.
Meskipun demikian, sewaktu hari minggu saya berjalan-jalan di pasar sempat makan di Warteg saya sempat ngobrol dan mendengarkan pembicaraan wong cilik yang membuat hati saya berbunga, yaitu mereka masih banyak yang menilai positif terhadap Bapak. Ada yang bilang mendingan nggak lengser ya? Lengser malah jadi bikin susah kita,” ada lagi yang bilang “Kasihan Pak Harto ya? Sudah sepuh dihujat terus, sebenarnya saya yakin beliau tidak salah tapi, saya pilih diam saja katimbang dimusuhi orang,” kata Ibu penjual Warteg.
Saya jadi merenung apa yang sekarang harus saya perbuat, sekali lagi saya minta pengarahan dari Bapak. Mengenai data diri saya. Saya perkenalkan secara lengkap agar Bapak dapat menilai diri saya.
Rasa kebahagiaan yang mendalam bila saya dapat menghibur dalam meringankan beban dengan tulus ikhlas meski saya hanya sebagai wong cilik yang masih dangkal dalam pengalaman.
Akhirul qalam wassalamu’alaikum wr. wb. (DTS)
Sembah pangabekti kawula dhumateng
Bapak Agus Budhiharjo
Muncul – Serpong Tangerang
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 1061-1062. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.