Presiden pada Peringatan 20 Tahun Konferensi AA
PERISTIWA INDOCINA KELANJUTAN PROSES DEKOLONISASI YANG BELUM RAMPUNG [1]
Perubahan-perubahan cepat di dunia sekarang merupakan proses yang lebih matang dari yang dipikirkan di Bandung
Jakarta, Kompas
Presiden Soeharto berpendapat, apa yang terjadi di Indocina sekarang merupakan kelanjutan proses dekolonisasi yang belum rampung. “Berbagai ketegangan yang masih mencemaskan dunia, terutama perkembangan akhir-akhir ini di Indocina, tidak lain adalah kelanjutan proses dekolonisasi yang belum rampung, proses ‘nation building’ yang ingin tumbuh di atas kepribadian sendiri. Suatu proses yang acapkali memang terasa sakit dan keras karena saling bertarung dan berjalinnya proses integrasi dan disintegrasi, yang sayangnya dihambat dan dicampuri oleh kekuatan-kekuatan dan kepentingan-kepentingan lain dari luar”, demikian penegasan Presiden tanpa menyebutkan jelas siapa yang dimaksudnya dengan “kekuatan dan kepentingan dari luar” tersebut.
Memberi sambutan pada peringatan 20 tahun Konperensi Asia Afrika di Joglo “Pendopo Agung Sasono Utomo” TMII, Kamis malam, ia menyatakan bahwa penderitaan jutaan orang dan anak-anak dari perkembangan Indocina itu sebetulnya dapat dihindarkan, sekiranya semua pihak mengikuti “10 Prinsip-Prinsip Bandung” atau yang dikenal dengan “Dasa Sila Bandung”, yaitu dokumen penting hasil Konferensi Asia Afrika tanggal 18-24 April 1955 di Bandung.
Menurut Presiden, apabila sekarang, 20 tahun kemudian setelah Konperensi AA kita masih menyaksikan kekejaman peperangan, ketegangan-ketegangan yang merisaukan, kelaparan yang melemahkan jutaan laki-laki, perempuan dan anak-anak, jurang pemisah yang masih lebar antara negara-negara kaya dan miskin, salah pengertian dan saling curiga antara bangsa-bangsa, maka semuanya itu “sama-sekali bukan merupakan tanda-tanda ketidak benaran semangat Bandung.” Yang terjadi justru kebalikannya. Semangat Bandung kurang dihayati dan tidak dijalankan dengan ketulusan dan tanggungjawab oleh semua pihak. Demikian Soeharto.
Detente Terlambat 20 Tahun
Ditekankan, sekalipun demikian hal ini tidaklah berarti semangat Bandung tidak meninggalkan apa-apa. Semangat Bandung tetap menyala. Kadang-kadang nyalanya memang sangat terang memberi harapan danjelas bimbingannya. Kadang-kadang agak redup dan hampir dilupakan.
Tapi pada saat-saat yang gawat, pada saat-saat pertikaian hampir-hampirtidak teratasi kecuali mendatangkan kehancuran bagi semua pihak, maka pada saat itu orang teringat dan mencari kembali semangat Bandung.
Menurut Presiden Soeharto, “sekalipun mungkin bukan satu-satunya sebab, namun perang nuklir telah terhindar berkat suara Asia-Afrika. Tidaklah detente antara kekuatan-kekuatan besar dunia sekarang ini terlambat 20 tahun, sekiranya mereka menyadari betapa tepatnya prinsip menyelesaikan segala perselisihan internasional secara damai seperti yang ditandaskan dari Bandung,” ujarnya.
Karenanya, kata Presiden, dalam memperingati dua dasawarsa konferensi itu, barangkali lebih tepat jika dikatakan bahwa apa yang dicapai barulah sebagian. Karena bangkitnya nasionalisme Asia Afrika tidaklah hanya bergerak pada satu sisi bidang politik saja, tidak ingin bebas dari satu penindasan lama tapi terperangkap oleh penindasan baru.
Namun merupakan nasionalisme yang serba muka yang bertekad menegakkan harkat dan kepribadian nasional di bidang politik ekonomi, kebudayaan sosial.
Jangan Bersikap Konfrontatif
Diutarakan, perubahan-perubahan dapat cepat yang terjadi didunia tidak lain merupakan proses yang lebih matang dari apa yang telah dipikirkan di Bandung. Perubahan itu adalah gerakan besar proses untuk membentuk tata dunia baru yang lebih adil, baik di bidang politik maupun ekonomi. Krisis moneter dan krisis ekonomi dunia hanya akan dapat diakhiri secara mantap dan memuaskan apabila dalam dikembangkan bersama “tata ekonomi dunia baru yang semangat dan tujuannya untuk meratakan keadilan dunia”.
“Tanpa itu, penyelesaian hanya akan bersifat sementara, yang pasti akan meletus kembali di kemudian hari dengan ledakan-Iedakan yang lebih dahsyat memukul negara-negara maju dan menghantam negara-negara yang sedang membangun,” demikian Presiden memperingatkan.
Khusus mengenai ekonomi, ia mengatakan bidang ini makin dirasa mendesak dewasa ini. Sebab kemerdekaan politik tanpa kemerdekaan ekonomi tidak akan menaikkan martabat manusia, suatu thema sentral yang justru berkumandang di Bandung. Dan kini Asia Afrika telah tampil dengan wajah dan kekuatan baru.
Jika dulu mereka tidak memiliki kekuatan politik dan kekuatan ekonorni untuk mewujudkan cita-cita Bandung, maka kekuatan itu sekarang sebagian sudah di tangan.
“Malahan sebagian diantara kita sekarang telah memiliki kekuatan di bidang ekonomi yang harus diperhitungkan dunia!,” kata Presiden yang secara tidak langsung mungkin mengartikan negara-negara Asia Afrika penghasil minyak bumi.
Namun, katanya, justru karena semangat yang dibimbing “Dasa Sila Bandung,” maka “sudah seharusnya kita tidak bersikap konfrontasi terhadap dunia lain”. Kita tidak mungkin membangun dunia yang damai dan adil dengan balas dendam, betapapun tata dunia yang lama telah menembak jasmani kita secara kejam dan merobek-robek rokhani kita dengan semena-mena. Tentu saja barat yang sama besar dan tulusnya harus bersambut pula dari pihak lain.
Karena satu satunya jawaban untuk keselamatan umat manusia sekarang hanyalah kerjasama antar bangsa sebagai partner yang sederajat.
Tanamkan Terus Solidaritas AA
Menurut Soeharto, solidaritas Asia Afrika yang mernpakan satu-satunya kekuatan bersama dalam menumbangkan kolonialisme politik dahulu, kini perlu digalang terus untuk mendorong makin cepat terwujudnya tata ekonomi dunia baru yang lebih adil dan memuaskan bagi semua bangsa. Ia mengingatkan, solidaritas itu mungkin hilang perlahan-Iahan sejalan dengan mundurnya kolonialisme.
Oleh karenanya, penggalangan itu harus diperhatikan dan perlu ditanamkan kepada generasi yang baru dengan kata-kata yang masuk akal mereka, dan sesuai dengan tuntutan-tuntutan baru yang mereka hadapi secara nyata dalam suasana kemerdekaan!
Acara peringatan 20 tahun KAA ini dihadiri wakil Presiden, para menteri, korps diplomatik, tokoh-tokoh RI yang aktif dalam KA dahulu dan para undangan, serta ditutup dengan pagelaran kesenian negara-negara sponsor konferensi tersebut. (DTS).
Sumber: KOMPAS (25/04/1975)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 542-544.