PRESIDEN INSTRUKSIKAN, ATASI HAMBATAN PENCETAKAN SAWAH SEMUA PEJABAT AGAR BANTU PETANI SEPENUHNYA

PRESIDEN INSTRUKSIKAN, ATASI HAMBATAN PENCETAKAN SAWAH SEMUA PEJABAT AGAR BANTU PETANI SEPENUHNYA

Presiden Soeharto minta, agar segala masalah yang menghambat pencetakan sawah dapat diselesaikan dengan segera dan dengan cara sebaik-baiknya sebagai upaya memperluas dan memperkuat pembangunan pertanian serta meningkatkan taraf hidup masyarakat dan menjaga kelestarian alam.

Hal itu dikemukakan Presiden dalam pidatonya pada peresmian penggunaan Proyek Irigasi Way Rarem, Jembatan Way Tulang Bawang dan Pabrik Peleburan Bijih besi di Lampung, Sabtu pagi.

Peresmian itu dilakukan secara serentak di tepi Bendungan Way Rarem, 25 km di sebelah barat Kotabumi, Ibu kota Kabupaten.

Lampung Utara

Menurut Presiden, untuk mencetak sawah memang diperlukan tenaga kerja dan biaya yang tidak kecil, karena itu juga disediakan kredit bagi mereka yang memerlukannya.

Pencetakan sawah menggunakan kredit dapat dilakukan oleb para petani sendiri atau berkelompok maupun dengan dikerjakan melalui kontraktor.

Sehubungan dengan ini kepada semua pejabat yang bersangkutan baik ditingkat kelurahan, kecamatan maupun kabupaten diminta memberikan bantuan sepenuhnya kepada petani.

Dalam acara "temu wicara" dengan sejumlab petani, selesai acara peresmian itu, Presiden sambil duduk bersila yang didampingi oleh Nyonya Tien Soeharto, memberikan banyak petunjuk bagaimana pencetakan sawah itu seharusnya dilakukan, kemudian bagaimana sawah diolah agar memberikan hasil semaksimal mungkin.

Kepada petani yang selama ini banyak mengolah lahan kering dan hanya menunggu hujan, Presiden langsung minta agar segera menjadikan tanah mereka yang ada sekitar irigasi tersebut sebagai sawah.

Dengan demikian air irigasi tidak terbuang mubazir. Untuk itu mereka boleh mengerjakannya sendiri, tapi akan lebih baik jika mereka misalnya membentuk kelompok 50 orang.

Tidak saja mereka bisa bekerja bergotong royong, tapi sawah yang dicetak sekaligus juga bisa luas tanpa diselingi laban lain dan ini mengurangi bahaya hama.

Tiga A

Para petani dalam acara santai dan terbuka itu juga tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mengemukakan persoalan-persoalan yang mereka hadapi.

Misalnya, belum selesainya masalah-masalah tanah mereka yang akan dijadikan sawah. Presiden kemudian menjawab bahwa secara nasional memang masalah itu mulai ditangani secara luas.

"Jangan risau," kata Presiden. "Masalah itu sedang jadi perhatian Pemerintah, cuma harus sabar". Ketika ada petani yang minta bantuan ternak untuk mengolah sawah, Presiden mengatakan : "Memang petani tanpa hewan sebenarnya bukan petani yang lengkap."

Kemudian Presiden menjelaskan usaha-usaha Pemerintah untuk menyediakan hewan bagi petani itu.

Para petani, pejabat dan haditin lainnya, tidak terkecuali Ny. Tien Soeharto yang duduk bersila di samping Presiden, tak dapat menahan ledakan ketawa ketika Presiden mengatakan bahwa dia membaca di surat kabar bahwa ada petani yang mendapat sapi Bantuan Presiden yang ternyata mandul. Itu diketahui si pemilik setelah tiga tahun kemudian.

Sebenarnya, kata Presiden, untuk mengetahui sapi mandul atau tidak, tak perlu sampai tiga tahun. Setahun saja sudah cukup.

”Nenek moyang kita punya warisan pengetahuan tentang itu yang bisa kita jadikan pegangan," tambahnya.

"Yaitu, tiga A. Yang dimaksud tiga A itu adalah ‘anget’, ‘abang’ dan ‘abuh”.

"Kalau di bagian ekor sapi betina itu sudah anget (hangat dan berwarna abang (merah) serta terlihat abuh (bengkak), maka sapi itu cepat-cepat saja dikawinkan. Sebab itu pertanda sapi itu sedang mengalami masa gairah. Masa gairah itu jangan disia-siakan karena waktunya sangat singkat, cuma 18 jam. Jika sapi dikawinkan tidak pada masa gairah, tidak akan membuahkan anak. Presiden kemudian menambahkan, untuk mengetahui sapi itu sudah anget atau belum, boleh dipegang.”

Seorang petani dalam kesempatan itu kepada wartawan sambil tertawa mengatakan, sebenarnya masa gairah ditandai pula oleh satu "A" yang lain, yakni ‘ayit’. Ayit itu artinya berlendir. "Jadi sebenarnya ada empat A," tambahnya.

Hemat Tujuh Bulan

Proyek lrigasi Way Rarem dibangun mulai 1 Nopember 1981 setelah diadakan survei 1972. Yakni dengan membendung hulu Way Sungai Rarem.

Bendungan itu selesai dikerjakan 5 Januari 1984 tujuh bulan lebih cepat dari jadwal yang direncanakan.

Ini, kata Chairullah Gultom, pimpinan proyek itu, adalah berkat bantuan dan keterpaduan dari masyarakat dan instansi-instansi yang terlibat dalam pembangunan proyek itu.

Saluran irigasinya mengalir ke utara, melintasi sembilan kecamatan dan 43 kampung, hampir semuanya di Lampung Utara. Panjang saluran induk dan sekunder secara keseluruhan ada 290 km. Jarak waduk dengan areal yang diairi ada 35 km.

Sebenarnya, secara keseluruhan proyek ini baru akan selesai tahun 1991 dan akan mengairi 22.000 hektar sawah. Biaya yang dikeluarkan akan berjumlah US$ 137,8 juta.

Tentang pencetakan sawah, ada suara-suara yang menyebutkan bahwa usaha pencetakan sawah itu lebih lamban dari yang diharapkan. Rencananya, untuk tahap pertama, musim tanam tabun ini, sekitar 1.300 hektar tahan kering sudah akan menjadi sawah.

Tapi, Bupati Lampung Utara, Masno Asmono, dalam konferensi pers sehari sebelum acara peresmian mengatakan, baru 378 hektar sawah yang dicetak. Dari jumlah itu 201 hektar siap tanam dan yang sudab ditanami jumlahnya 52 hektar.

Masno Asmono terus terang mengakui, mereka mengalami beberapa masalah dalam soal pencetakan sawah itu. Di antaranya, pada saat air irigasi sudah siap masuk dan laban siap dijadikan sawah, masih ada tanaman lain seperti singkong di lahan petani tersebut.

Petani enggan mencabut singkong itu yang sudah hampir panen sebab merupakan baban makanan tambahan bagi mereka.

Juga ada masalah status tanah. Misalnya, sebidang tanah diakui oleh beberapa nama pemilik sehingga masalah itu harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum mencetak sawah.

Bupati berharap, jika 22.000 hektar yang terjangkau oleh irigasi Way Rarem itu kelak sudah menjadi sawah. Lampung Utara akan jadi lumbung padi. Tahun ini daerah itu baru menghasilkan 142 ribu ton per tahun, walaupun jumlah itu sudah mencapai tujuh ton lebih banyak dari kebutuhan daerah itu.

Mulyani, 43, seorang petani transmigran yang ditemui Merdeka, di desa Semuli Jaya yang dilewati saluran sekunder irigasi Way Rarem, mengemukakan harapannya yang besar setelah mengubah ladang keringnya menjadi sawah.

"Kami kerjakan dengan gotong royong," katanya. Kini bahkan sawah itu sudah ditanami padi. Sejak datang dari Trenggalek tujuh tahun yang lalu dia, yang punya laban satu hektar, hanya menanam padi sekali setahun setelah menunggu hujan turun.

Selebihnya tanahnya ditanami singkong untuk makanan tambahan. Dengan bersawah, kini dia berharap bisa panen padi dua kali setahun, diselingi tanaman kacang kedele atau palawija.

Jembatan

Jembatan Way Tulang Bawang yang diresmikan Presiden dalam waktu bersamaan itu terletak di Jalan Menggala, Pematang Panggang, Lampung Utara. Jembatan itu, yang merupakan jembatan terpanjang di Lampung (120 M dan lebar 4,5 M) akan membuka isolasi daerah transmigrasi yang ada di bagian utara kabupaten itu.

Konstruksinya beton bertulang dan bisa menahan beban kendaraan maksimal 8,5 ton.

Pabrik bijih besi Lampung, yang mempakan proyek Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), terletak di Kampung Sindang Sari, Kecamatan Tanjung Bintang, Lampung Selatan, menurut ketua LIPI Prof. Dody Tisna Amidjaya, antara lain menelan biaya sebesar Rp 2,78 milyar sebagai biaya investasi.

Pabrik itu akan menghasilkan besi cor, yang berguna antara lain untuk membuat blok motor. Dewasa ini kebutuhan akan besi cor itu semakin meningkat.

Konsumsi Indonesia tahun 1980 berjumlah 50.000 ton, tahun 1990 nanti diperkirakan bisa mencapai 150.000 ton, menurut Presiden, untuk memenuhi kebutuhan, Indonesia perlu membangun 30 buah pabrik semacam itu.

Upacara peresmian itu dihadiri oleh Menko Ekuin Ali Wardhana, Menko Kesra Alamsjah Ratu Perwiranegara, Menteri Agama Munawir Sjadzali, Menteri PU. Sujono Sosrodarsono, Menteri Transmigrasi Martono, Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Pangan Wardoyo dan sejumlah pejabat tinggi lainnya. (RA)

Bandar Lampung, Merdeka

Sumber : MEDEKA (16/07/1984)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 741-744.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.