PRESIDEN SOEHARTO INGATKAN ASEAN DARI ANCAMAN “NON MILITER”
Presiden Soeharto mengingatkan semua negara anggota ASEAN terhadap kemungkinan ancaman yang bersifat “non-militer” serta mengimbau agar negara-negara itu meningkatkan ketahanan nasional masing-masing.
“Dalam kenyataannya, dengan kemajuan teknologi sekarang ini, ancaman tidak hanya berupa kekuatan militer, melainkan juga ideologi dan ekonomi”, kata Presiden di Istana Merdeka Jakarta, Kamis, ketika menerima para menteri kehakiman dan Jaksa Agung dari enam negara ASEAN yang akan mengadakan pertemuan di Bali mulai Jumat,
Presiden menganggap penting adanya kerja sama di bidang penegakan hukum antar negara ASEAN, dalam upaya meningkatkan ketahanan nasional masing-masing.
Penegakan hukum, menurut Presiden, berperan besar dalam membantu tekad ASEAN menciptakan kawasan Asia Tenggara sebagai kawasan yang bebas, damai dan netral.
Ia mengemukakan, apabila kekuatan militer tidak dapat digunakan untuk memaksakan kehendak atas negara-negara ASEAN (Indonesia, Malaysia, Pilipina, Thailand, Singapura dan Brunei Darussalam), maka akan dipakai ideologi, politik dan ekonomi.
Bahkan, kalau generasi sekarang tidak bisa dipaksa oleh ancaman apapun, maka secara jangka panjang generasi mendatang akan dijadikan sasaran.
Ancaman yang datang dari luar atau dalam negeri itu, misalnya upaya melemahkan jiwa dan semangat generasi muda melalui penyalahgunaan obatobat bius, “Kalau dari sekarang tidak diwaspadai, itu akan melemahkan generasi mendatang”, kata Presiden.
Mengenai ancaman dari bidang ekonomi, Presiden menyebut banyak cara untuk mengacau, misalnya dengan pemalsuan uang, barang sampai pada pemalsuan paspor.
“Semua itu bisa mengganggu stabilitas dan keamanan serta moneter”, ujarnya.
Masalah Tehnis
Atas pertanyaan wartawan, Menteri Kehakiman RI, Ismail Saleh mengatakan bahwa dari pertemuan dua hari di Bali itu diharapkan tercapai suatu kesepakatan perlunya pertemuan berkala di masa datang.
Ia menjelaskan, pertemuan itu membahas masalah-masalah tehnis menyangkut perjanjian ekstradisi secara bilateral serta kerja sama saling membantu dokumen untuk kelancaran suatu peradilan di suatu negara.
“Kerja sama semacam ini baru ada antara kita dengan Thailand. Dengan pertemuan nanti diharapkan hal seperti itu dapat terlaksana antar semua anggota”, kata Ismail Saleh.
Ia mengakui, perbedaan sistem hukum di antara negara ASEAN merupakan masalah yang dihadapi dalam mewujudkan kerja sama itu. Namun, dalam jangka Panjang kerja sama dapat terwujud melalui pencarian kesamaan-kesamaan untuk mencapai titik temu.
Menteri mengungkapkan, kerja sama hukum itu setidak-tidaknya dapat digunakan mengatasi masalah perdagangan dan penyalahgunaan narkotika atau pemalsuan paspor.
Ditanya soal ekstradisi, Ismail mengatakan, Indonesia sampai kini belum punya perjanjian ektradisi dengan Singapura dan Brunei. (RA)
…
Jakarta, Antara
Sumber : ANTARA (10/04/1986)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 542-544.