SOEHARTO PROFIL SEORANG PRESIDEN

SOEHARTO PROFIL SEORANG PRESIDEN

Oleh : SOLICHIN SALAM

ENAMPULUH DUA tahun yang lalu atau tepatnya pada tanggal 8 Juni 1921, lahir seorang bayi lelaki didesa Kemusu, termasuk daerah Jogyakarta, yang diberi nama : SOEHARTO.

Tidak ada sesuatu keistimewaan ataupun keajaiban alam yang mengiringi kelahiran bayi Soeharto ini. Kesemuanya wajar dan biasa saja.

Adapun yang jelas, anak ini dilahirkan serta dibesarkan dari keluarga yang "broken home", hidup didalam kemiskinan dan serba kekurangan.

Alam dan suasana kehidupan petani miskin yang hidup di desa diliputi penuh kesederhanaan, alam sekelilingnya dan kehidupan sehari-harinya telah membentuk pribadi sang anak ini untuk berpikir secara sederhana, hidup sederhana, dan sederhana pula cita-cita maupun pribadinya.

Faktor-faktor itulah yang membentuk pribadi Soeharto sebagai manusia yang berpikir secara pragmatis.

Pendidikan formal yang diperolehnya tidak lebih hanya sampai di Schakel School. Di samping itu pernah aktip pula didalam kepramukaan di masa kolonial didalam Hizbul Wathan.

Pribadi Soeharto sejak kecil serta masa mudanya ditempa dalam dunia kepanduan maupun suasana keagamaan. Pengalaman ini amat berkesan dan menjiwai dirinya sampai ia aktip dunia kemiliteran.

Sekalipun cita-citanya amat bersahaja, akan tetapi anak Kemusu ini rupanya memiliki bintang yang cerah. Karier kemiliterannya dimulai dari pangkat yang rendah dimasa kolonial Belanda, kemudian diteruskan dalam PETA di waktu pendudukan Jepang.

Tidak lama kemudian, pecah revolusi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Sebagai seorang pemuda, yang pernah mempunyai pengalaman kemiliteran dimasa kolonial Belanda merasa terpanggil untuk membela serta mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan bersama para pemuda kita lainnya. Pemuda Soeharto masuk BKR di Jogyakarta, kemudian diteruskannya dalam TNI.

Sejarah Tanah Air dan Bangsanya menuntut pengabdian dirinya sesuai dengan bidangnya tugas demi tugas dilaksanakannya dengan hasil yang baik.

Di waktu Belanda menyerbu Ibu kota Jogyakarta, Letkol. Soeharto bersama-sama anggota TNI dan Rakyat keluar dari kota, untuk menyusun strategi dan taktik guna mengadakan perlawanan terhadap Tentara Belanda.

Sementara itu hubungan dengan Sri Sultan dan Panglima Besar Sudirman tetap terpelihara dengan baik. Untuk memberikan dukungan terhadap perjuangan diplomasi kita maka dilakukanlah Serangan Umum 1 Maret 1949 yang mengejutkan dunia luar.

Serangan pasukan Soeharto ini memberikan dampak positip terhadap perjuangan kita di forum PBB maupun dunia pada umumnya.

Dengan tercapainya persetujuan "Roem van Royen", maka pimpinan nasional Soekarno Hatta kembali ke Jogyakarta.

Dengan terbentuknya Pemerintah R.I.S. yang dilanjutkan dengan kembali ke Negara Kesatuan, Kolonel Soeharto mendapat tugas sebagai Komandan Divisi Diponegoro.

Sesudah itu ditugaskan belajar di SSKAD aneka tugas ini sekalipun tampaknya penuh liku serta variasi, namun mengandung nilai tersendiri dan ikut mewarnai jalan hidup prajurit Soeharto. Pengalaman mana mempunyai pengaruh positip bagi tugas-tugas sejarah dan negara dikemudian hari.

Betapa tidak ! Pada tanggal 19 Desember 1960 Bung Karno mengumandangkan TRIKORA, untuk membebaskan Irian Barat (sekarang Irian Jaya. pen).

Sekali lagi prajurit Soeharto dipanggil Ibu Pertiwi untuk memangku jabatan sebagai Panglima Mandala pembebasan Irian Barat..! Tugas ini tidak ringan.

Setelah soal Irian dapat diselesaikan melalui jasa-jasa PBB dengan UNTEA-nya maka Soeharto diserahi tugas baru sebagai Panglima KOSTRAD.

Pada 1 Oktober 1965, G.30.S./PKI meletus pimpinan TNI/AD gugur sebagai kusuma bangsa akibat dari kekejaman PKI. Mayor Jenderal Soeharto tampil mengambil alih pimpinan sementara TNI/AD.

Pasukan-pasukan yang mendukung Untung cs dilucuti dan pengikut-pengikut PKI dibasmi, atas prakarsa dan komandonya, pasukan-pasukan KOSTRAD dan RPKAD (kini KOPASANDA) bergerak keberbagai daerah untuk menyapu sisa-sisa G.30.S./PKI.

Untuk melaksanakan tuntutan Tritura, maka Presiden Soekarno memberikan Surat Perintah 11 Maret 1966 kepada Jenderal Soeharto. Atas dasar Super Semar (S.P. 11 Maret 1966) ini, maka dibubarkanlah P.K.I. Kabinet mulai dirombak sesuai dengan tuntutan rakyat dan disesuaikan dengan aspirasi kekuatan sosial politik pada waktu itu.

Soeharto mulai memimpin Kabinet Ampera, ia mulai belajar menjadi pemimpin eksekutip di negara kita. Timbul masalah kepemimpinan nasional kembar, yang mengakibatkan situasi konflik. Untuk mengatasi situasi politik yang gawat ini, maka akhirnya Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Pemegang S.P. 11 Maret 1966, Jenderal Soeharto pada 20 Pebruari 1967.

Sidang Istimewa MPRS ditahun 1967 mengangkat Soeharto menjadi Pejabat Presiden R.I. dan dalam Sidang MPRS tahun 1968, Soeharto diangkat sebagai Presiden kedua R.I. untuk masa 5 tahun (1968-73).

Jabatan ini dipangkunya kembali untuk kedua kalinya berdasarkan ketetapan MPR ditahun 1973,untuk periode 5 tahun (1973-78). Buat ketiga kalinya MPR mengangkat Soeharto menjadi Presiden R.I. untuk 5 tahun (1978-83).

Di dalam Sidang MPR bulan Maret 1983, untuk keempat kalinya Soeharto diangkat sebagai Presiden buat masa jabatan 5 tahun (1983-88).

Kita yakin, mungkin Pak Harto sendiri tidak menyana akan dapat menduduki kursi kepresidenan itu sebagai pengganti Bung Karno, akan tetapi apa boleh buat, tugas sejarah mempercayakan kepada dirinya.

Sekalipun Pak Harto sebelumnya tidak memiliki pengalaman-pengalaman di bidang politik dan kenegaraan. Namun Pak Harto belajar dari pengalaman. Semboyannya adalah Belajar dan Bekerja, atau Bekerja sambil Belajar.

Dari "University of Life" inilah Pak Harto banyak kuliah dan mengangso pengetahuan soal-soal politik kenegaraan dan hubungan internasional.

Ternyata sejarah membuktikan, bahwa tidak ada ilmu yang tidak dapat dipelajari. Sebab yang penting adalah kemauan dan rasa tanggung jawab terhadap tugas yang dipikulnya.

Pengabdian kepada Negara, Tanah Air dan Bangsa serta pribadi yang berwatak akan dapat mengatasi setiap kekurangan dalam soal-soal pengetahuan. Kepemimpinan dan kenegarawanan Soeharto adalah ditempa dari pengalaman serta praktek.

Dengan demikian, maka sejarah akan mencatat bahwa Presiden Kedua R.I. adalah seorang negarawan alamiah. Karena tanpa melalui pendidikan formal, jiwa kepemimpinan dan bakat kenegarawanannya dibina diatas landasan pengalaman serta bakat alamiah.

Itulah profil Soeharto, Presiden kita yang kedua.

Pak Harto, Selamat Ulang Tahun dan panjang usia..! (RA)

Jakarta, Berita Buana,

Sumber : BERITA BUANA (06/06/1983)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 419-421.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.