PRESIDEN TENTANG PERANAN ABRI :
STABILISATOR DAN DINAMISATOR HARUS BERLANDASKAN DEMOKRASI PANCASILA
Peranan ABRI sebagai stabilisator dan dinamisator harus tetap dikembangkan secara wajar tanpa berlebih-lebihan, dengan tetap berlandaskan demokrasi Pancasila dan dalam rangka mengembangkan demokrasi Pancasila.
Dengan penampilan demikian, stabilitas nasional dapat terus dikembangkan tanpa menimbulkan akibatakibat samping yang terasa mencekam.
Pernyataan Presiden Soeharto ini dikemukakan dalam amanatnya di hadapan para peserta Rapat Pimpinan ABRI 1984 hari Kamis di Istana Negara. Hadir dalam kesempatan itu Panglima ABRI Jenderal LB. Moerdani dan Menteri Pertahanan Keamanan, Poniman.
“ABRI perlu terus memainkan peranan yang positif dan konstruktif sebagai stabilisator dan dinamisator, untuk menciptakan suasana yang menggairahkan masyarakat yang sedang membangun,” kata Presiden.
Ditambahkan, kegairahan dari segenap kalangan, golongan, lapisan masyarakat dan semua generasi lebih diperlukan untuk mensukseskan pembangunan di masa-masa datang, dan tidak hanya modal dan keterampilan saja.
ABRI diharapkan dapat mengemban tugas sejarahnya dengan berhasil untuk menciptakan kerangka landasan yang kuat dan lahan uji dalam Pelita IV, agar dalam Pelita VII menjelang akhir abad ke 20 ini Indonesia dapat tinggal landas membangun dengan kekuatan sendiri.
“ABRI bukan hanya harus menyiapkan diri sebagai kekuatan pertahanan keamanan yang tangguh dalam situasi masa depan tadi, melainkan juga menjadi kekuatan sosial politik dalam masyarakat Indonesia yang lebih maju dan modern dari sekarang,” kata Kepala Negara.
Mawas Diri
Tanggung jawab itu, kata Presiden, hanya akan terwujud jika ada keberanian untuk mawas diri dan memperbaiki diri dan juga terus menerus memupuk semangat dan jiwa kejuangan.
Presiden merasa gembira bahwa dalam Rapim ABRI telah diadakan penilaian yang mendalam terhadap hasil-hasil pelaksanaan Renstra (rencana strategi) Hankam/ABRI II yang baru lalu, untuk memantapkan rencana-rencana pembangunan ABRI dalam kurun waktu lima tahun mendatang.
“Dalam mengadakan penilaian atas pelaksanaan Renstra Hankam/ABRI II, selain mencatat berbagai kemajuan, juga tentunya menyadari hambatan, tantangan dan gangguan yang dihadapi. Langkah-langkah ini menggambarkan sikap yang menunjukkan keberanian ABRI untuk mawas diri,” katanya.
Kepala Negara kemudian mengemukakan hasil ABRI di bidang operasional, yang dinilai telah menunjukkan karya-karyanya yang nyata, baik melalui peranannya di bidang pertahanan keamanan maupun di bidang sosial politik.
Dalam periode itu, tugas-tugas mengamankan dan mensukseskan pemilihan umum tahun 1982 dan Sidang Umum MPR 1983 telah dapat dilaksanakan sebaik-baiknya.
“Hal inilah yang telah memungkinkan kita melaksanakan kewajiban-kewajiban konstitusional yang sangat penting, yang telah menghasilkan keputusan-keputusan yang menentukan arah perjuangan bangsa Indonesia selanjutnya,” kata Kepala Negara.
Di samping itu, situasi keamanan dan ketertiban masyarakat yang memprihatinkan, pada tahun-tahun terakhir dalam periode Pelita III telah dapat diatasi sehingga dalam memasuki Pelita IV dewasa ini, situasi keamanan dan ketertiban yang diperlukan telah terasa semakin mantap.
“Keberhasilan tugas-tugas ABRI dalam upaya memantapkan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat, saya minta untuk ditingkatkan lagi, agar bangsa dan rakyat kita dapat melaksanakan Repelita IV dengan rasa tenteram dan aman,” katanya.
Berjangka panjang
Pada awal pidatonya, Presiden menekankan agar pikiran dan langkah-langkah ABRI tidak boleh hanya menjangkau jangka dekat saja, melainkan harus menjangkau segi-segi pembangunan bangsa dalam arti yang seluas-luasnya dan sekaligus menjangkau masa depan berjangka panjang.
Jangkauan masa depan berjangka panjang itu diperlukan, karena dalam melaksanakan pembangunan, kini sedang menghadapi tantangan dan ujian yang tidak ringan. Khususnya karena pembangunan Indonesia akan memasuki tahapan industrialisasi.
“Sejarah pembangunan bangsa-bangsa menunjukkan, bahwa dalam tahapan ini selalu mengandung tantangan dan ujian-ujian yang memerlukan kewaspadaan kita yang sebesar-besarnya,” katanya.
Mengenai Rapim ABRI sendiri, Kepala Negara berpendapat akan merupakan sumbangan ABRI yang penting bagi perkembangan dan pertumbuhan ban gsa di tahun-tahun mendatang, Apalagi Rapim itu dilaksanakan pada tahap baru awal pembangunan nasionalnya, yaitu memasuki Repelita IV.”
Selain itu, pembangunan ABRI sebagai kekuatan pertahanan keamanan dewasa ini telah memiliki organisasi, perlengkapan dan kemampuan serta profesionalisme yang bertambah maju.
Bersamaan dengan itu, sebagai kekuatan sosial politik, ABRI telah menunjukkan peranannya yang positif sebagai kekuatan yang menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, serta keutuhan bangsa dan negara berdasar Pancasila dan UUD 1945.
Pragmatis
Panglima ABRI Jenderal L.B. Moerdani dalam laporannya mengenai hasil Rapim ABRI yang dilaksanakan tanggal 16 sampai 18 April 1981, antara lain menyatakan ABRI akan meningkatkan terus prinsip-prinsip pragmatis, sederhana dan hemat dalam mengelola sumber-sumber daya dan dana yang tersedia untuk pembangunan.
Dalam menghadapi tantangan ilmu pengetahuan, teknologi dan modernisasi, ABRI bertekad terus meningkatkan profesionalisme. Baik sebagai kekuatan pertahanan keamanan maupun sosial.
ABRI akan terus memantapkan jiwa perjuangan TNI serta terus meningkatkan tekad dan semangat untuk maju, dan mewujudkan diri sebagai kekuatan perjuangan bangsa yang benar-benar dapat diandalkan.
Menurut Pangab, seluruh maksud dan tujuan Rapim ABRI telah tercapai hasil-hasil yang perlu memperoleh penekanan adalah ABRI sadar akan keterbatasan sumber daya dan skala prioritas pembangunan nasional di satu pihak dihubungkan dengan perkembangan internasional, regional dan dalam negeri.
Dalam menghadapi kurun waktu lima tahun mendatang, maka upaya yang akan dilakukan adalah pembulatan kemampuan dan kekuatan yang telah tercapai pada akhir Renstra Hankam II. Ini akan dilanjutkan, sehingga kekuatan yang sudah terwujud sekarang akan memiliki kemampuan dengan kualitas lebih tinggi.
Sasaran
Sasaran program Renstra Hankam II yang belum terlaksana dalam program 1983/1984 akan dilanjutkan dalam 1984/1985, sampai seluruh program itu selesai. Tahun 1984/1985 adalah tahun pertama Renstra Hankam III, sehingga sasarannya selain melaksanakan sisa Renstra Hankam II juga sekaligus menangani upaya lanjutannya.
Mengupayakan agar pada akhir Renstra Hankam III, benar-benar terwujud kemampuan dan kekuatan penangkal yang relatif kecil, bersifat gabungan dan mobilitas yang tinggi.
Sehingga dapat digerakkan dalam waktu singkat menuju sasaran-sasaran yang timbul secara mendadak, sekaligus memiliki daya pukul yang efektif.
Dengan kekuatan dan kemampuan yang telah diwujudkan, melakukan upaya untuk memelihara dan meningkatkan terus stabilitas keamanan yang ada, yang memungkinkan terwujudnya unsur-unsur stabilitas nasional yang lain, serta dapat dilaksanakannya Repelita IV dengan lancar dan aman.
“Untuk itu Rapim ABRI 1984 membahas pula semua faktor lingkungan internasional, regional dan dalam negeri. Serta memperkirakan hambatan, tantangan dari gangguan yang mungkin dihadapi dalam kurun waktu satu sampai lima tahun mendatang,” kata Pangab Jenderal Moerdani.
Rapim ABRI yang diikuti 175 pejabat teras Hankam, Angkatan dan Polri itu dilaksanakan di Balai Prajurit Ardyaloka, Lanuma Halim Perdanakusumah, Jakarta. (RA)
…
Jakarta, Kompas
Sumber : KOMPAS (21/04/1984)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 774-777.