TIDAK TERTUTUP KEMUNGKINAN PENYESUAIAN DALAM REPELITA
Lewat APBN Tiap Tahunnya
Repelita III sebagai pedoman dan landasan melaksanakan pembangunan, harus diusahakan sekuat tenaga. Tapi di balik itu, juga tidak tertutup kemungkinan perlunya penyesuaian-penyesuaian, apabila perkembangan keadaan memang mengharuskannya. Demikian penegasan Presiden Soeharto, pada upacara penandatanganan Undang-UndangAnggaran Pembangunan-Belanja (1979-1980) di Istana Merdeka Senin kemarin.
Dikatakan, penyesuaian tersebut dapat dilakukan melalaui pelaksanaan tahunan. Yaitu dalam APBN setiap tahunnya, yang disiapkan Pemerintah dengan persetujuan DPR.
Presiden mengingatkan, tantangan dan rintangan yang dihadapi pembangunan tidaklah kecil. Segala kemampuan telah kita kerahkan, namun masalah sosial-ekonomi yang dihadapi jauh lebih besar dari kemampuan yang dapat dihimpun. Karena itulah ditetapkan strategi pembangunan yang berencana dan bertahap, serta mutlak diperlukan kebijaksanaan dan keberanian untuk menyusun dan menetapkan prioritas.
Menurut Presiden Soeharto, kita seringkali dihadapkan pada pilihan-pilihan untuk memastikan, agar kita terus tumbuh dengan kuat. Pilihan itu, acapkali bukan terbaik diantara sejumlah pilihan yang baik.
“Akan tetapi, kita harus memilih yang kurang buruk diantara pilihan lain yang lebih buruk,” katanya.
“Saya merasa wajib mengingatkan kembali hal ini. Sebab walaupun dalam Repelita III nanti kita melihat banyak kemajuan yang dapat diraih, namun kita tetap dituntut oleh keadaan untuk terus bersikap prihatin dan waspada,” demikian Presiden.
Upacara penandatanganan UU APBN itu dihadiri Wapres Adam Malik, hampir seluruh anggota kabinet, pimpinan Lembaga-lembaga tertinggi, Pimpinan MPR/DPR dan sejumlah anggota DPR lainnya.
Sehari sebelumnya, hari Minggu 11 Maret, Presiden juga telah membubuhkan tandatangannya pada Kepres No.7/1979 tentang Repelita III. “Lebih dari sekedar lahirnya dua dokumen kenegaraan, maka apa yang terjadi hari ini dan kemarin itu sesungguhnya mernpakan penegasan cita-cita, tekad dan usaha kita untuk membangun masa depan yang lebih baik,” katanya.
Kewaspadaan
Presiden mengingatkan, masalah besar yang dihadapi ialah penghimpunan dana untuk membangun yang lebih besar, termasuk usaha memperbesar penerimaan devisa.
“Kita telah mempunyai rencana yang masuk akal untuk meningkatkan dana-dana pembangunan itu, walaupun kita sadar jalan yang akan kita tempuh tidak terlalu lapang.”
Presiden menambahkan, keadaan ekonomi dunia juga belum menentu, sehingga pengaruhnya pasti terasa bagi kelancaran perdagangan internasional dan penerimaan devisa kita, “Semuanya itu mengharuskan kita sebagai bangsa, hidup hemat dan wajar, tidak berlebih-lebihan dan tidak berboros-borosan,” demikian Presiden.
Selain itu, katanya, ketentraman dan stabilitas dunia masih mengalami ujian berat, terutama dikawasan yang berbatasan dengan Asia Tenggara. Sehingga hal itu mengharuskan kita meningkatkan kewaspadaan dan ketahanan nasional.
Secara khusus, Presiden juga menyatakan, betapapun besar arnanat konstitusional yang dipercayakan kepadanya, pelaksanaan pembangunan akan sangat ditentukan oleh kemampuan bekerja seluruh aparatur negara dan peranan rakyat. Dan iapun minta semua aparatur untuk bekerja tekun dalam bidang masing-masing, dan menyerukan rakyat untuk bekerja keras dalam bidangnya sendiri-sendiri, dengan mengembangkan segala kreativitas dan swakarya.
Menjawab pertanyaan pers. Mesesneg Sudharmono kemarin mengatakan, penandatanganan UU APBN dengan upacara tersebut adalah yang kedua kalinya. Yang pertama UU APBN awal Pelita II tahun 1974-75.
Sedang pada permulaan Pelita I tahun 1969-70, hal itu belum dilakukan, karena Pelita tersebut belum dengan GBHN. (DTS)
…
Jakarta, Kompas
Sumber: KOMPAS (13/03/1979)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 45-47.