JANGAN SEBARLUASKAN TULISAN DI IHT
Jakarta, Suara Karya
Pemerintah minta media massa tidak lagi menyebarluaskan dan menginterpretasikan bermacam-macam tulisan yang dikaitkan dengan tulisan yang dikaitkan dengan tulisan surat kabar International Herald Tribune (IHT) edisi 12 November 1990 yang bersifat menghina Kepala Negara RI. Masalah IHT dinyatakan sudah selesai dan Departemen Penerangan sudah menanganinya sesuai dengan prosedur hukum dan UU Pokok Pers.
Menko Polkam Sudomo mengatakan hal itu sesudah memimpin Rakor Polkam di Jakarta, Se1asa. Kasus IHT adalah salah satu agenda acara Rakor Polkam yang dihadiri Mensesneg Moerdiono, Menkeh Ismail Saleh, Menpen Harmoko, Menhankam LB Moerdani, dan Kabakin Soedibyo. Masalah lain yang dibahas Rakor yaitu kerusuhan sepak bola di Senayan, Minggu lalu, kerja sama Spanyol-Portugal, persetujuan bersama Singapura-AS, krisis Teluk, Kamtibmas dan organisasi tandingan SPSI.
Menurut Sudomo dalam Rakor Menpen Harmoko mengatakan bahwa ada sementara media yang memanfaatkan tulisan IHT yang jelasĀjelas menghina Kepala Negara RI untuk tujuan tertentu. Tulisan IHT yang bersifat penghinaan kepada Kepala Negara malahan di build up oleh majalah tertentu.
Sehubungan dengan masih adanya media yang membuild-up tulisan IHT, dengan tertawa Sudomo mengatakan akan memberikan peringatan keras. Kasus IHT dinyatakan sudah selesai. Sedang NV Incoprom, distributor IHT yang juga mengageni Australian Finance Review (AFR) menyatakan sendiri berhenti sebagai distributor. Tulisan AFR juga memuat tulisan yang sama dengan IHT yang dinilai pemerintah menghina Kepala Negara RI.
Beredarnya IHT edisi 12 November 1990 menurut Sudomo, bukan karena Departemen Penerangan kecolongan tidak melakukan pengawasan tetapi lebih dikarenakan distributor NV Indoprom lalai. Mestinya distributor koran asing ini menyampaikan copy IHT ke Deppen lebih pagi, bukan malah sehari sesudah tanggal penerbitan.
Terhadap koran asing, kita diminta untuk selalu mewaspadainya, karena tidak tertutup kemungkinan pers asing dimanfaatkan untuk mendiskreditkan pemerintah dan untuk kegiatan subversi. Menjawab pertanyaan, dengan kasus IHT apakah Pemerintah akan makin ketat mengawasi media asing, Sudomo mengatakan, pers yang tidak akan dibatasi ruang geraknya selama mereka tidak bersikap bermusuhan dengan RI. Mereka memang diawasi sesuai dengan UU Pokok Pers tapi tidak berarti pemerintah menyensor isi pers asing.
Tidak Diberi Izin
Mengenai pembentukan Serikat Buruh Merdeka Setia Kawan (SBMSK), Rakor menyimpulkan bahwa mereka dianggap liar dan Pemerintah tidak akan menampung aspirasi mereka sama sekali. Kalau pembentukan SBMSK sebagai ungkapan rasa tidak puas terhadap SPSI menurut Sudomo, mestinya mereka tidak perlu membuat organisasi tandingan tapi lebih baik memperbaiki AD dan ART SPSI dan mengadakan latihan-latihan anggota SPSI.
Pemerintah menyarankan, tidak perlu kegiatan tandingan karena tidak akan memecahkan masalah. Diingatkan bahwa Pemerintah berwenang untuk membubarkan organisasi yang terbukti menerima bantuan dari luar negeri tanpa memberitahu, mengganggu ketertiban membantu pihak asing dan memecah persatuan dan kesatuan. Kalau tidak memenuhi persyaratan tersebut, mereka dapat dihukum.
Terhadap mereka yang bersikeras untuk membentuk organisasi tandingan, Sudomo mengatakan boleh-boleh saja berdiri “Tapi kalau akan kongres, izin tidak akan diberikan,” ucapnya sambil tertawa.
Dalam acara yang banyak diwamai dengan canda tawa itu, juga dijelaskan masalah kerusuhan sepakbola di Senayan yang tetjadi Minggu lalu. Insiden ini dinilai sudah menjurus pada sifat keberingasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Penyakit vandalisme dari negeri Barat, disebutkan tidak perlu dibawa-bawa ke Indonesia. Siapa saja yang terlibat dalam kerusuhan itu menurut Sudomo kan ditindak sesuai dengan hukum.
Mengenai situasi Kamtibmas bulan November dilaporkan mengalami penurunan sebanyak 452 kasus atau 15,95% dibandingkan pada bulan Oktober 1990. Sepuluh kasus kejahatan yang mengalami penurunan antara lain pembunuhan, perkosaan dan pencurian dengan kekerasan. Sedang kasus yang naik adalah kenakalan remaja 75%, penganiayaan berat 10,98% dan perampokan/penodongan 66,76%.
Sumber : SUARA KARYA (28/11/1990)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 429-432.