RUSLAN ABDULGANI TENTANG PAK HARTO

RUSLAN ABDULGANI TENTANG PAK HARTO

 

 

Jakarta, Pelita

Pendiri Yayasan 17-8-45 Ruslan Abdulgani menyatakan, Pak Harto itu masih muda dibandingkan mereka-mereka, “Pak Harto sebenarnya masih muda dibanding dengan saya, dengan Pak Diah usia kami sudah 75 tahun, bahkan lebih. Sedangkan usia beliau masih 69 tahun, tambahnya.

“Artinya kalau tokoh-tokoh seperti Pak Diah sampai sekarang masih berbakti kepada negara dan bangsa, saya kira Pak Harto yang lebih muda tak usah diragukan,” kata Ruslan Abdulgani menanggapi wartawan setelah diterima Presiden Soeharto di Bina Graha, Rabu siang.

Para pendiri yayasan yang diterima adalah Dr. Ruslan Abdulgani, Mh. Isnaeni, B.M. Diah, Ketua Badan Pengurus Yayasan 17-8-45 Drs. Soepeno Sumardjo, dan Sekretaris M. Soleh Benyamin.

Seperti diketahui, Presiden Soeharto ketika menyerahkan sertifikat rumah susun di Klender, Sabtu lalu, antara lain menyatakan, “Agar rakyat tidak usah ragu-ragu melihat saya memasuki usia senja karena saya hanya ingin menggunakan sisa kepercayaan rakyat untuk mengabdi sebesar-besarnya kepada rakyat.”

“Tadi sewaktu saya pamit, saya juga tanyakan hal itu,” tambah Ruslan. Baik Ruslan maupun B.M Diah menolak seakan-akan mereka sudah tidak mampu memberikan dharma bhaktinya bagi negara dan bangsa.

Namun Ruslan menambahkan pernyataannya itu tidak ada hubungan dengan masalah suksesi atau tidak.

 

Hasil Seminar

Kepada Presiden Soeharto, Yayasan 17-8-45 menyampaikan hasilĀ­hasil seminar mengenai kunjungan Presiden Soeharto ke Uni Soviet tahun lalu. “Yang lebih penting daripada pembicaraan kami tadi sehubungan kebutuhan kita dengan Uni Soviet, yaitu kita harus memagari negara kita dan rakyat kita dengan keyakinan dan kebenaran terhadap Pancasila,” tambah Ruslan Abdulgani.

Ia menggaris bawahi pernyataan Presiden Soeharto ketika membuka penataran calon manggala angkatan VII, Selasa. “Kalau kita terpengaruh dengan gelombang-gelombang luar negeri, kita bisa terombang-ambing. Yang paling penting kita harus yakin bertahan dengan kebenaran terhadap Pancasila.” Karena itu harus diketahui apa sebenarnya keterbukaan, dalam pengembangannya dikaitkan dengan perkembangan generasi muda. Dalam perkembangannya dikaitkan pula dengan diskusi, sehingga para manggala ada pemikiran, tentu akan memberikan dorongan terhadap pengembangan Pancasila.

“Keterbukaan itu bukan berarti tidak ada batasnya, masih ada batasnya,” tandasnya, “yaitu batas keselamatan yang sudah digariskan lima sila negara kita,” ucapnya.

“Itulah yang diimbau oleh Bapak Presiden, bagaimana agar yayasan ini juga memikirkan kelanjutan dari pendidikan politik generasi muda,” sambungnya.

Isnaeni, yang juga pendiri yayasan, mengatakan, “mengenai Pancasila, Pak Harto memberikan penjelasan bahwa penataran Pancasila itu jangan hanya memberi teori saja, jangan hanya dicekoki saja, tetapi harus benar-benar ada pengamalannya.”

Hal ini dapat diwujudkan dengan diskusi-diskusi, misalnya sehingga mengenai pengamalan Pancasila itu benar-benar dengan satu keyakinan, ini benar-benar ditekankan oleh Presiden, menyangkut azas dan ideologi Pancasila sebagai ideologi yang terbuka, sekalipun keterbukaan itu harus disadari tidak ada yang tanpa batas.

B.M. Diah juga mengemukakan, Yayasan 17-8-45 memberikan laporan tentang kerjasama antara Indonesia dan Soviet, khususnya masalah perdagangan, ekonomi seluruhnya sebagai hasil perjalanan Presiden Soviet pada September lalu.

Kesimpulan-kesimpulan yang dijelaskan kepada Presiden tujuannya apakah masalah yang telah diputuskan itu dapat dilaksanakan oleh pemerintah. Disetujui hasil seminar itu diberikan kepada pemerintah dalam hal ini Menko Ekuin, Menteri Perdagangan, Bappenas dan badan badan pemerintah lainnya yang berhubungan dengan masalah itu.

Yang paling penting, kata B.M. Diah telah disimpulkan dalam seminar itu, seperti yang disampaikan kepada Presiden, yakni memperbesar dan memperluas kerjasama ekonomi dan teknis untuk berbagai macam sektor yang telah dikembangkan dalam hubungan kedua negara, seperti batubara, besi, dan baja.

 

 

Sumber : PELITA (14/06/1990)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 518-520.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.