Bantaeng, Rabu 20 Mei 1998
Kepada
Yth. Bapak Presiden H. M. Soeharto
di Kediaman
CINTA KAMI TIDAK BERUBAH [1]
Assalamu’alaikum wr. wb.
Pada saat menulis surat ini saya dan keluarga dalam lindungan Tuhan YME, dengan harapan Bapak sekeluarga juga tetap diridhoi oleh Allah Swt, amin.
Terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak yang telah sekian lama memimpin negara ini, sehingga orang tua dapat menyekolahkan kami sampai ke Perguruan tinggi dan merasa aman mencari rizki Illahi. Kami tidak dapat membalas apa yang telah Bapak berikan untuk negara ini. Kami hanya dapat berdoa semoga Allah Subhanahu wa ta’ ala tetap memberikan kekuatan, kesehatan dan membuka pintu maghfirahnya untuk Bapak sekeluarga, Amin.
Tak lupa juga saya sampaikan salam hormat, cinta dan simpatik saya sedalam-dalamnya kepada Mbak Tutut yang merupakan figur wanita beriman yang dalam situasi apapun tetap setia mendampingi Bapak. Saya ingin menjadikan Mbak Tutut sebagai figur dalam hidup sehari-hari.
Rasa hormat, cinta dan kasih saya, orangtua saya dan adik-adik tidak akan berubah kepada Bapak dalam situasi dan keadaan apapun. (DTS)
Hormat saya,
Harmis Abka
Sulawesi Selatan
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 1063. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.