KENDURI TINGKEBAN PUTERI KELUARGA SOEHARTO

KENDURI TINGKEBAN PUTERI KELUARGA SOEHARTO

 

 

Jakarta, Angkatan Bersenjata

Keluarga Presiden Soeharto, Rabu pagi melangsungkan hajat tingkeban atau kenduri tujuh-bulan untuk putrinya Siti Hutami Pratikto Prayitno. Acara yang berlangsung secara sederhana ini hanya dihadiri kalangan keluarga dekat Pak Harto dan keluarga besan di kediaman jalan Cendana Jakarta.

Upacara tingkeban merupakan perwujudan rasa syukur dari keluarga pak Harto menyambut kehadiran anggota keluarga baru yang masih dalam kandungan. Rasa syukur ini didasari atas keyakinan masyarakat Indonesia, yang menganggap bahwa anak adalah titipan dari Tuhan Yang Maha Esa bagi satu keluarga atau suami-istri yang akan melanjutkan keturunan keluarga. Upacara atau kenduri hamil tujuh bulan merupakan rangkaian dari upacara-upacara tradisional yang diadakan oleh keluarga Indonesia, dalam menandai siklus kehidupan manusia, yang bermula dari kelahiran sampai kematian.

Upacara tingkeban diawali dengan slametan atau kenduri sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa dan memohonkan keselamatan bagi calon ibu maupun bayi yang dikandung, hingga pada saatnya dapat lahir dengan selamat tanpa suatu halangan.

Kenduri terdiri dari tumpeng berupa nasi dengan lauk-pauk, sayur­ sayuran, telur dan panggang ayam, sertajajan pasar. Selanjutnya calon ibu dimandikan dengan air bunga rampai oleh para pini sepuh atau anggota keluarga tertua, ibu dan ayah dan kedua pihak serta anggota­-anggota keluarga yang dituakan lainnya.

Air untuk memandikan calon ibu diambil dari sumber atau mata air yang berasal dari tujuh tempat yang berlainan, demikian juga bunga rampai sebagai pelengkap air mandi terdiri dari tujuh macam bunga. Angka atau bilangan tujuh selalu melambangkan kehamilan tujuh bulan, juga mengandung makna tujuh unsur alam raya yang sangat mempengaruhi kehidupan manusia, yaitu: bumi, langit, udara, air, api, matahari dan rembulan. Setiap selesai dimandikan, calon ibu akan berganti kain batik sebanyak tujuh kali. Kemudian orang tua calon ibu akan melepaskan sebutir kelapa gading, yang mengandung harapan agar kelahiran bayi kelak akan berlangsung dengan lancar tanpa halangan.

Upacara ini diakhiri dengan membelah buah kelapa gading oleh calon ayah disaksikan segenap anggota keluarga. Kelapa gading yang diukir dengan lukisan wayang Dewa Kamajaya dan Dewi Ratih, melambangkan harapan agar bayi yang akan lahir akan memiliki wajah tampan seperti Dewa Kamajaya atau cantik seperti Dewi Ratih jika lahir kelak.

Pada upacara tingkeban ini juga disajikan rujak dari buah-buahan. Menurut kepercayaan, jika secara tidak sengaja rujak itu berasa lebih pedas, bayi yang akan lahir adalah laki-laki, jika kurang pedas bayinya perempuan.

Siti Hutami Endang Adiningsih, putri ke-enam keluarga Soeharto, menikah dengan Pratikto Prayitno Singgih pada tanggal 29 September 1988 di Jakarta.

 

 

Sumber : ANGKATAN BERSENJATA (03/05/1990)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 451-453.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.