PERCEPAT PEREMAJAAN KAWASAN KUMUH KOTA
Jakarta, Pelita
Presiden Soeharto menginstruksikan, peremajaan kawasan kumuh di kota-kota besar agar ditangani dengan sungguh-sungguh dan dipercepat pelaksanaannya. Peremajaan tersebut dilakukan untuk mengurangi atau bahkan meniadakan kawasan kumuh di daerah perkotaan. Untuk langkah awalnya, perlu segera dilakukan proyek percontohan melalui peremajaan kawasan kumuh di beberapa wilayah di Jakarta.
Kepala negara menginstruksikan hal tersebut kepada sejumlah menteri dan pejabat yang dipanggil ke Istana Merdeka, hari Senin (18/6). Mereka yang diterima adalah Menteri Keuangan JB Sumarlin.
Menteri PU Radinal Mochtar, Menpera Siswono Yudohusodo, Mensesneg Moerdiono, Mensos Ny. Haryati Soebadio, Gubernur DKI Jakarta Wiyogo Atmodarminto, Kepala BPN Soni Harsono, Ketua·umum Yayasan Dana Bhakti Kesejahteraan Sosial Mashud Wisnusaputro, dan Bendahara Yayasan Hedijanto.
Menteri Siswono, seusai diterima Presiden menjelaskan, kawasan kumuh di daerah perkotaan terus bertambah jumlahnya dan salah satu penyebabnya adalah urbanisasi. Dari sekitar delapan juta penduduk Jakarta 2,3 juta lebih, di antaranya (25%) berada di daerah kumuh. Hal yang hampir sama terjadi di kota-kota besar lainnya, seperti Bandung dengan penduduk yang tinggal di kawasan kumuh sekitar 200.000 jiwa lebih dan di Semarang sekitar 438.000 jiwa lebih.
Peningkatan
Upaya mengatasi kawasan kumuh adalah dengan peningkatan kualitas pemukiman dan peningkatan kesejahteraan penghuninya, seperti dengan pembangunan perumahan bagi rakyat.
Langkah awalnya, akan dilakukan peremajaan kawasan kumuh di wilayah Jakarta yang berada di atas tanah negara, seperti di bekas Bandara Kemayoran, Tanah Abang, Pademangan, Pejompongan, Kampung Duri, Pulo Gadung, dan lainnya.
Peremajaan berupa pembangunan rumah susun, yang nantinya akan disewakan atau dijual dengan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah. Harga sewanya ditentukan sebesar harga pemeliharaan rumah, sedang harga jual untuk rumah type sederhana 20% di bawah harga resmi, untuk ukuran lainnya disamakan dengan harga pasaran rumah yang ada.
Rumah susun tersebut menjadi milik negara dan dikelola oleh Perum Perumnas. Sementara pembangunann ya dengan menggunakan dana dari Yayasan Dana Bakti Kesejahteraan Sosial (YDBKS) sebesar Rp 30 miliar, untuk pembangunan di kawasan kumuh Pulo Gadung, Jakarta Timur, Kampung Duri, Jakarta Barat dan Pademangan Barat Jakarta Utara. Dana dari Perum Perumnas Rp 22,5 miliar untuk pembangunan kawasan kumuh bekas Bandara Kemayoran dan dana dari swasta sebesar Rp 15 miliar untuk pembangunan di Tanah Abang dan Pejompongan. Sedang keseluruhan pembangunannya secara teknis, dilakukan oleh Perumnas.
Dipercepat
Dijelaskan Siswono, sesuai instruksi Presiden Soeharto, upaya peremajaan kawasan kumuh dipercepat. Misalnya, kawasan kumuh di bekas Bandara Kemayoran Jakarta yang semula direncanakan dibangun selama 9 tahun akan dipercepat menjadi hanya dua tahun.
Di bekas bandara itu, Perum Perumnas akan membangun 7.000 unit rumah susun, 70 persen di antaranya tipe sederhana berukuran 18 dan 21 meter persegi.
Sementara di Pulo Gadung akan dibangun 428 unit, Pademangan Barat (Jakarta Utara) 1.000 unit, dan Jati Petamburan (Jakarta Barat) 600 unit. Lokasinya akan diremajakan, nantinya akan dibangun menjadi kompleks rumah susun, dan sisanya dijadikan kompleks komersial oleh pihak yang membangun rumah susun tersebut.
Sumber : PELITA (19/06/1990)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 619-621.