PRESIDEN : LAPANGAN MINYAK JATIBARANG SEPENUHNYA KARYA PERTAMINA [1]
Jakarta, Kompas
Presiden Soeharto mengingatkan Pertamina agar tetap menempatkan diri pada arah dan strategi pembangunan nasional, dengan segala tujuan dan sasarannya.
“Prestasi Pertamina yang telah tercapai sampai saat ini tetap perlu ditingkatkan, dan managementnya harus makin disehatkan. Ini satu keharusan. Malahan keharusan mutlak bagi perusahaan minyak. Perusahaan-perusahaan minyak raksasa di dunia dengan pengalaman puluhan tahunpun tetap berusaha keras memperbaiki dirinya ke dalam!”
Kata Presiden ketika meresmikan lapangan minyak Pertamina di Jatibarang dan terminal minyak Balongan hari Kamis.
Menurut Presiden, keharusan tadi menjadi lebih penting bagi Pertamina. Sebab Pertamina bukan saja merupakan perusahaan negara yang harus menambah penerimaan negara. Tapi juga diberi tugas oleh negara untuk melaksanakan pengusahaan minyak dan gas bumi, demi memperoleh hasil yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Untuk itu, Presiden, Pertamina perlu bekerja semakin effisien, sehingga ongkos produksi dapat ditekan serendah-rendahnya.
Presiden juga menekankan agar penyediaan dan pelayanan bahan bakar dan gas bumi bertambah baik dan lancar.
Perlu Kaderisasi
Dalam upacara yang diselingi hujan lumayan derasnya itu, Presiden menegaskan pentingnya minyak, bukan hanya untuk bidang ekonomi, tapi juga politik dan militer. Sehingga bangsa Indonesia perlu dapat mencari, menggali dan mengolah kekayaan minyaknya dengan kemampuan sendiri.
Ia menyambut gembira, bahwa apa yang telah dikerjakan di Jatibarang ini merupakan suatu prestasi. Sebab dengan kemampuan sendiri Pertamina dapat mencari dan menggali minyak dari suatu daerah, yang tadinya tidak dihiraukan dan dianggap, tak punya masa depan dalam perminyakan.
Namun ia tetap mengingatkan, apa yang telah dicapai ini bukan titik akhir suatu usaha. Bahkan harus dianggap sebagai modal awal bagi pembentukan kader-kader perminyakan. Pembentukan kader-kader itu kini makin mendesak perlunya. Sebab di masa depan, Pertamina harus mencari dan menggarap sendiri sepenuhnya sumbersumber minyak baru.
Artinya bagi Pulau Jawa
Proyek Jatibarang dan terminal Balongan itu kini telah beroperasi. Produksi resmi pertamanya tercatat tanggal 26 April yang lalu dan awal Juli nanti telah mengekspor hasilnya ke luar negeri, langsung dari Balongan.
Menteri Pertambangan Prof. M. Sadli menjelaskan, dengan produksi permulaan sebanyak 40.000 barel/hari dan harga yang cukup tinggi di pasaran, yaitu US$ 3,80/barel, maka dapat diperkirakan masa depan pertambangan minyak di Jabar itu baik sekali.
Ia mengingatkan, dari semua kebutuhan minyak/bahan bakar dalam negeri, 80 pCt diantaranya dikonsumir di Jawa. Padahal, selama ini seluruh produksi minyak dan pengilangannya terletak di tempat-tempat luar Jawa. Sehingga tenaga dan biaya yang harus dikeluarkan untuk mengangkut ke Jawa, ditambah pembangunan tempat-tempat penimbunan di pelabuhan-pelabuhan P. Jawa adalah besar sekali.
Dengan adanya lapangan minyak Jatibarang, yang produksinya masih akan ditingkatkan dan diluaskan, maka keadaan yang tak seimbang itu nanti dapat diubah. Yakni dengan kemungkinan mendirikan pengilangan minyak di Jawa sendiri.
Selain itu, faktor positif lainnya adalah meningkatnya hasil gas bumi, yang di Jawa diperlukan sekali untuk tenaga-tenaga industri, dan keperluan-keperluan rumah tangga. Ia menunjukkan, gas bumi ini segera akan dimanfaatkan untuk pabrik pupuk urea di Jabar yang akan didirikan awal tahun 1974. Menurut penelitian, kebutuhan gas bumi untuk Jabar sendiri sangat besar. Perinciannnya sebagai berikut : untuk Cirebon diperlukan 18 juta M3/tahun, Bandung 6 juta M3/tahun.
Beberapa Keluhan
Namun disamping kemajuan-kemajuan itu, “Kompas” sempat mendengar sementara keluhan masyarakat sekitar kompleks modern tersebut. Mereka disatu pihak mengakui, pembangunan Pertamina di daerahnya menimbulkan perbaikan jalan-jalan, melancarkan perkembangan ekonomi setempat dan sebagainya. Namun mereka masih mengeluh, bahwa Pertamina kurang memanfaatkan tenaga kerja daerah itu sendiri, tenaga-tenaga kasar umumnya didatangkan dari luar, terutama Jawa Tengah.
Padahal tenaga semacam itu tersedia banyak sekali. Mereka menganggur, dan hanya dapat menonton kesibukan-kesibukan Pertamina dari luar pagar saja. Selain itu, terdengar juga suara dari semen tara mereka, setiap pembelian tanah umumnya menimbulkan “keluhan” rakyat setempat. (DTS)
Sumber: KOMPAS (11/05/1973)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 199-201.