PRESIDEN MINTA ORGANDA TINGKATKAN PENDIDIKAN DISIPLIN PARA ANGGOTANYA [1]
Jakarta, Kompas
Presiden Soeharto minta kepada organda untuk meningkatkan pendidikan disiplin dan pengetahuan kepada para anggotanya. Antara lain meliputi kesadaran memelihara kendaraan, kesadaran berdisiplin lalulintas, kesadaran mengikuti peraturan, kesadaran berorganisasi dan sebagainya.
Sebaliknya, pemerintah juga bersedia memberi perlindungan yang wajar terhadap Organda dan perusahaan-perusahaan angkutan yang menjadi anggotanya.
Hal ini dikemukakan Kepala Negara dalam pertemuannya dengan Dewan Pimpinan Pusat Organda dan Dirjen Perhubungan Darat Sumpono Bayuadji di Istana Merdeka, Rabu kemarin.
Menurut Dirjen selaku pembina Organda, Presiden menyatakan bahwa kesadaran-kesadaran itu mutlak diperlakukan, baik bagi pengembangan perusahaan-perusahaan angkutan jalan-raya sendiri maupun untuk soal-soal lainnya seperti terpeliharanya jalanan, mencegah jatuhnya korban lalulintas, pengertian terhadap prioritas atau pentahapan pembangunan, maupun sebagai usaha perbaikan mental, seperti usaha penghapusan pos-pos liar dan sebagainya.
Khusus mengenai kenaikan bahan bakar sekarang, Kepala Negara menekankan bahwa hal ini benar-benar merupakan penyesuaian dengan kondisi internasional maupun nasional dewasa ini, seperti inflasi dan seagainya.
Hati-hati
Ketua Umum DPP Organda, RM Harsono, kepada pers menjelaskan bahwa kenaikan harga bahan bakar menurut logika seharusnya diikuti kenaikan tarip angkutan. Tapi pihak Organda dalam soal ini bersikap hati-hati, meskipun jelas setiap komponen dalam angkutan naik harganya sepeerti bensin, minyak pelumas, spareparts dan sebagainya, disamping pajak yang harus dibayar.
“Sebab dipihak lain kita harus menjadi pelayan masyarakat yang baik,” katanya.
Sekalipun demikian ia membenarkan, bahwa soal kenaikan tarip angkutan ini sekarang sedang dalam pembahasan dengan pihak pemerintah. Berapa besar kenaikan itu ataupun kapan akan mulai dilaksanakan, Harsono belum dapat menegaskan. Yang jelas, perusahaan-perusahaan angkutan tidak akan minta-minta subsidi kepada pemerintah, katanya.
Tapi hendaknya Pemerintah tahu sendiri dan secara tak langsung membantu soal kenaikan biaya ini, misalnya dengan penyediaan spare-parts yang cukup dimana-mana, mempermudah atau meringankan bea-masuk, pajak, bea-balik nama dan sebagainya. Dengan demikian, kenaikan tarip yang harus ditanggung masyarakat dapat lebih ditekan.
Kesulitan
Organda kini mencatat di Indonesia terdapat 30.615 perusahaan truk dan 4.213 perusahaan bis. Belum lagi perusahaan taksi yang belum terdaftar seluruhnya. Menurut Harsono, kesulitan bagi Organda terutama adalah mendisiplin anggota-anggotanya sendiri. Karena mereka terlanjur lama bekerja secara tidak beraturan, seperti tampak pada praktek bis kota di Jakarta sehari-hari.
Karenanya, Organda kini menggiatkan pendidikan di Pusdik Tegal kepada para pengusaha anggotanya, yang diharapkan akan menyebarkan pengetahuannya kepada para bawahan, termasuk sopir, kondektur dan sebagainya.
Menyinggung jumlah perusahaan angkutan yang begitu besar, ia mengungkapkan bahwa dalam pembinaannya nanti, Organda telah punya rumusan-rumusan. Misalnya perusahaan-perusahaan itu harus berbentuk Badan Hukum, minimal harus punya 6 kendaraan dan sebagainya.
“Ini bukan untuk mematikan yang kecil-kecil, tapi justru untuk membantu menyehatkan mereka,” kata Harsono.
Jumlah perusahaan itu begitu besar, karena sejarah perusahaan-perusahaan itu merupakan perusahaan keluarga. (DTS)
Sumber: KOMPAS (10/04/1975)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 821-822.