PRESIDEN: HAL – HAL MENGENAI KESELAMATAN PENERBANGAN SUPAYA TETAP DIPERHATIKAN [1]
Jakarta, Kompas
Presiden Soeharto meminta supaya hal-hal yang bersangkutan dengan keselamatan penerbangan tetap diperhatikan, termasuk peningkatan perlengkapan pelabuhan udara. Atas nama pribadi dan selaku kepala pemerintahan, ia minta kepada Menteri Perhubungan untuk meneruskan ucapan belasungkawanya bagi keluarga para korban kecelakaan pesawat F-28 “Mahakam” milik Garuda, yang jatuh dekat lapangan terbang Palembang, Rabu pagi. Hal-hal itu disampaikan Presiden ketika menerima Menhub Emil Salim di Bina Graha, Kamis kemarin. Menhub melaporkan soal musibah penerbangan tersebut, serta hasil-hasil penelitian di tempat.
Kepada pers Emil Salim menjelaskan bahwa lapangan terbang di Palembang itu memang merupakan salah satu yang memperoleh perhatian, karena banyaknya frekwensi penerbangan ke daerah itu. Berbagai alat baru telah dipasang di lapangan terbang itu, dan pada saat terjadinya kecelakaan hari Rabu itu, alat-alat tersebut bekerja normal. Alat-alat itu antara lain VOR (Very High Frequency Omni Directional Radio Range), NDB (Non Directional Beacon), Locater dan sebagainya.
Bahkan lokasi jatuhnya pesawat hanya 800 meter dari NDB, yang memang dipasang di luar daerah landasan. Dan berkat adanya petugas pada NDB itulah hubungan untuk minta bantuan dapat dilakukan cepat, termasuk pencegahan meledaknya sayap kiri yang masih sarat dengan bahan bakar.
Tapi tentang sebab-sebab kecelakaan, selain menyebut kabut tebal, menteri hanya mengemukakan hal itu sedang dalam penyelidikan di tempat oleh team Perhubungan Udara, disamping penelitian “black-box” pesawat yang kini telah dibawa kembali ke Jakarta. Lama penelitian sekitar satu minggu.
Soal Usia Pilot
Menjawab pertanyaan tentang usia para pilot yang masih muda, menteri mengatakan menurut para ahli, yang terpenting adalah pengalaman jam terbang. Kemahiran reaksi serta berpikir yang amat menentukan dalam penerbangan, banyak didasarkan pengalaman jam terbang tersebut. Tapi Menteri tidak menjawab soal “faktor pertimbangan” antara pilot yang muda usia dengan mereka yang lebih tua.
Menurutnya, almarhum Capt. Pilot Frans Daniel Willem (27 tahun) telah punya lebih dari 8.500 jam terbang, dan hal ini serta pengalamannya “dianggap dapat dipertanggungjawabkan”. la tahun 1972 sudah menjadi co-pilot pesawat DC-9 (lebih besar dari F-28), dan tahun 1974 menjadi Captain Pilot F-28.
Ditambahkan, bahwa melihat jumlah pesawat dan tingginya frekwensi penerbangan di Indonesia, maka jumlah kecelakaan penerbangan di Indonesia termasuk rendah. la menyatakan sengaja langsung meninjau tempat kecelakaan untuk membuktikan bahwa penerbangan tetap aman.
“Dan saya gembira melihat publik penumpang yang tidak susut, tapi tetap penuh. Jadi kecelakaan itu bolehlah dianggap sebagai pengecualian dari yang normal”.
Kecelakaan jenis F-28 itu adalah yang pertama kalinya minta korban di Indonesia. Sebelumnya memang pernah dua kali pesawat jenis itu mengalamai kecelakaan, tapi hanya “slip” di Banda Aceh (Garuda) dan di Surabaya (Pelita Air Service). (DTS)
Sumber: KOMPAS (26/09/1975)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 822-824.