PRESIDEN SOEHARTO: PERLU KOMITMEN PENUH KERJA SAMA SELATAN
Jakarta , Kompas
Presiden Soeharto menekankan pentingnya ditumbuhkan komitmen penuh di antara pemerintahan negara-negara berkembang untuk benar-benar mewujudkan kerja sama Selatan-Selatan yang efektif Demikian pula perlu ditumbuhkan dan dipupuk rasa kesadaran serta rasa kesetiakawana n Selatan di negara-negara berkembang, terutama di kalangan pemimpin dan pemuka masyarakat , aparatur pemerintahan, dunia usaha serta kaum cendekiawan.
“Hanya apabila kerja sama Selatan-Selatan yang benar-benar efektif menjadi kenyataan maka akan tergalang kemampuan bagi negara-negara Selatan untuk melaksanakan dialog dan kerja sama yang berarti dengan negara -negara Utara,” tegas Kepala Negara ketika menerima laporan Komisi Selatan The Challenge to The South yang diserahkan Ketua Komisi Malimu Yulius Nyerere di Istana Negara, Kamis pagi.
Penyerahan itu dilakukan dalam suatu upacara kenegaraan disertai lagu kebangsaan Indonesia Raya, disaksikan sejumlah besar duta besar yang ada di Jakarta, termasuk dari negara-negara maju. “Saya menilai perist iwa ini mempunyai arti yang penting sekali ,” komentar Dubes Jerman Barat Theodor Wallau. Menurut Presiden, Indonesia merasa perlu rum penting sekali mencarijalan untuk lebih mengembangkan kerja sama Selatan-Selatan secara menyeluruh.
Pangan dan KB
Kepala Negara dalam kesempatan itu mengajak negara-negara Selatan untuk bekerja sama di bidang peningkatan produksi pangan dan keluarga berencana, karena kedua bidang ini merupakan masalah utama dan mendesak bagi negara-negara Selatan dewasa ini. Sementara itu kepada badan-badan intemasional seperti FAO, IFAD, WFP dan UNFPA. Presiden menyerukan untuk ikut membantu persiapan dan pelaksanaan prakarsa besar ini. Indonesia sendiri sebagai negara yang berhasil di kedua bidang itu akan bersedia memberikan pengalaman agar dapat dimanfaatkan .
Menurut Kepala Negara , pangan merupakan masalah utama bagi banyak negara berkembang. Beberapa negara diAfrika bahkan dewasa ini mengalami krisis pangan. Karena itu diperlukan kerja sama antara negara-negara Selatan atas dasar kesetiakawanan agar secara keseluruhan Dunia Ketiga bisa mandiri di bidang pangan. Kerja sama itu dimungkinkan karena sejumlah negara berkembang telah berhasil mencapai swasembada pangan, dan ada pula y ang telah mengekspornya.
Keberhasilan-keberhasilan itu, termasuk yang dicapai Indonesia, bisa dijadikan modal yang sangat berharga, terutama di Benua Afrika. “Pengalaman negara berkembang yang berhasil mencapai swasembada pangan adalah lebih relevan dan lebih bermanfaat daripada pengalaman negara-negara industri di bidang pertanian,” ujar Kepala Negara.
Erat dan Terkoordinasi
Sehubungan dengan itu, kepada negara-negara berkembang yang telah berhasil meningkatkan produksi,Presiden mengimbau hendaknya bekerja sama secara erat dan terkoordinasi untuk bersama dengan negara-negara di Afrika yang mengalami krisis pangan berusaha meningkatkan produksi pangan mereka sehingga akhimya mampu berswasembada. Agar prakarsa ini benar-benar berhasil,
Presiden menyerukan dilakukan persiapan sebaik-baiknya.dengan keadaan setempat. Misalnya pengalaman Indonesia dalam melaksanakan gogorancah akan sangat bermanfaat bagi negara-negara lainnya yang tanahnya tandus dan tergantung dari hujan. Sebelum diterapkan secara luas di negara lain, hal tersebut perlu lebih dulu dilaksanakan dalam bentuk proyek percontohan, serta perlu penelitian sebelum memanfaatkan pengalaman yang diperoleh.
Juga ditekankan pentingnya kerja sama antar negara-negara berkembang dalam penelitian bioteknologi dan genetika di bidang pertanian , untuk menjamin persediaan pangan bagi penduduk Dunia Ketiga yangjumlahn ya terus meningkat.
Mengenai mendesaknya ketja sama di bidang keluarga berencana, Kepala Negara mengingatkan bahwa di banyak negara Selatan telah terjadi ledakan pertumbuhan penduduk . Dalam dasawarsa 90-an hal ini akan merupakan tantangan yang luar biasa besamya. Sementara itu negara -negara maju yang dulu banyak memberikan dorongan dan bantuan di bidang kependudukan , kini sangat mengurangi keterlibatan dan bantuan mereka.
Menurut Presiden, kerja sama di bidang kependu dukan tersebut perlu dituangkan dalam program ketja sama yang terpadu dan meliputi bidang keluarga berencana serta pengembangan sumber daya manusia, yang mencakup kesehatan, pendidikan dan peningkatan peranan wanita.
Penyusunan laporan The Challenge to The South itu dilakukan selama tiga tahun oleh 28 anggota Komisi dalam kapasitas pribadi. Dari Indonesia adalah Prof. Widjojo Nitisastro. Untuk Nyerere, secara khusus mengucap kan terima kasih kepada Presiden Soeharto karena diizinkan memanfaatk an kebijaksanaan Prof. Widjojo. Terpilihnya Indonesia sebagai wakil negara-negara Selatan di Asia sebagai tempat penyerahan laporan itu, menurut Mensesneg Moerdiono, karena Indonesia dinilai berhasil melaksanakan pembangunan nasional. Dalam pertemuan dengan Presiden sebelum dimulainya upacara, Nyerere percaya bahwa sukses Indonesia ini akan menjadi inspirasi bagi pembangunan di banyak negara Selatan.
Dalam sambutannya pada upacara kemarin, Nyerere percaya bahwa rakyat bukan hanya merupakan tujuan daripada pembangunan, melainkanjuga agen yang penting dari pembangunan itu sendiri. Dalam kaitan itulah, Komisi Selatan menekankan kepentingan dari demokrasi, khususnya partisipasi rakyat di dalam pemerintahan sendiri dan pengambilan keputusan sendiri.
Ditegaskan, demokrasi itu lebih dalam daripada hanya sekadar memberikan suara di kotak-kotak suara setiap beberapa tahun sekali. “Tapi sepenuhnya percaya kepada perlunya rakyat diberikan kebebasan untuk berpartisipasi dalam keputusan-keputusan yang mempengaruhi kehidupannya ,” ujar mantan Presiden Tanzania itu.
Komisi, lanjutnya, percaya bahwa satu-satunya jalan bagi Negara Dunia Ketiga untuk mengembangkan kebebasannya adalah dengan meningkatkan swasembada guna mengakhiri ketergantungan kepada pihak lain. Menurut dia, alasan sejarah, termasuk pada masa kolonial, menjadikan adanya kecenderungan kuat di Selatan untuk berdagang dengan negara maju, mengambil tenaga ahli dan penasihat dari negara maju, serta melakukan kerja sama dengan negara maju.
“Bukan berarti komisi menentang kerja sama Utara-Selatan seperti itu, tetapi diyakini bahwa kita hanya bisa meningkatkan kebebasan nasional, kekuatan ekonomi, baik secara terpisah maupun kolektif, dengan membangun kerja sama di antara Selatan, baik itu di bidang perdagangan , penelitian, proyek-proyek bersama, serta pendidikan dan kesehatan, “tegasnya.
Dalam konferensi pers sore harinya, Nyerere mengatakan , sekarang sudah tiba saatnya bagi kawasan Selatan-Selatan untuk membentuk mekanisme internal yang siap menghadapi perubahan cepat globalisasi dunia, yakni membangun jaringan diplomatik yang mampu berinisiatif dan bereaksi. Mekanisme ini diperlukan antara lain untuk membentuk posisi yang lebih menguntungkan dalam menghadapi kelompok negara maju.
Ditegaskan, yang sekarang perlu dikukuhkan secara realistis di kawasan Selatan adalah dialog efektif dalam sistem ekonomi yang tak bisa terlepas dari perubahan dunia. “Kita harus membuat mekanisme internal yang mampu mengikuti tingkat globalisasi dunia,” ujarnya. “Paling tidak, dalam situasi seperti sekarang ini kawasan Selatan bisa hanya berdiam diri dan harus melakukan sesuatu.”
Karena itu Nyerere mengungkapkan , laporan rekomendasi Komisi Selatan menekankan berbagai usulan praktis yang benar-benar bisa diterapkan oleh semua negara di kawasan ini. Laporan diupayakan serealistis mungkin agar bisa melenyapkan berbagai hambatan intern dan ekstern yang ada.
Dalam The Challenge·to The South disebutkan, sebenarnya yang menjadi masalah kenapa saat inikerja sama Selatan-Selatan lebih bersifat retoris dan kurang realistik , adalah karena negara Selatan tidak tahu perkembangan yang sesungguhnya terjadi di negara lain di kawasan itu. Negara yang satu seringkali tidak mengenal potensi negara lainnya, inspirasi masyarakatn ya. dan tidak tahu cara yang tepat untuk mengembangkan ketja sama di kawasan itu.
Laporan ini merekomendasikan antara lain kemandirian dan pembangunan yang berorientasi pada manusia, bagaimana memobilisasi kawasan Selatan dengan menggalang kerja sama lebih erat, hubungan Utara-Selatan dan bagaimana mengelola sistem internasional, serta bagaimana mempersiapkan diri menghadapi perubahan-perubahan dunia yang sangat cepat.
Solidaritas Baru
Sementara itu Menko Ekuin Radius Prawiro dalam kesempatan yang sama mengungkapkan, sekarang ini merupakan momentum yang tepat untuk kembali menggalang kerja sama Selatan-Selatan dalam solidaritas baru di bidang ekonomi. “Pada tahun 50-an kerja sama Selatan-Selatan ini pernah sangat ampuh untuk merebut kemerdekaan,” kata Radius. “Saat ini kekuatan itu perlu ditumbuhkan lagi untuk membangun ekonomi yang lebih realistis.”
Dikemukakan, sumbangan pengalaman Indonesia di bidang produksi pangan dan keluarga berencana merupakan langkah awal yang dinilai sangat realistis menuju program kerja sama Selatan selanjutnya.
Program keluarga berencana yang diterapkan Indonesia sejak tahun 1972 telah berhasil menurunkan angka pertumbuhan penduduk dari sekitar tiga persen menjadi tinggal dua persen. Sementara program produksi pangan yang diterapkan Indonesia berhasil membuahkan swasembada pangan sejak tahun 1984.
“Tidak bisa dipungkiri, bahwa tanpa swasembada pangan, keluarga berencana, serta program kesehatan ibu dan anak, proses pembangunan akan terhambat,” kata Radius. (SA)
Sumber :KOMPAS(24/08/1990)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 180-186.