Tajuk Rencana: PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM UNTUK KEPENTINGAN MERATA

Tajuk Rencana: PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM UNTUK KEPENTINGAN MERATA

 

 

Jakarta, Kompas

SETIAP tahun Indonesia mengingatkan diri secara sadar terhadap suatu masalah yang kian hari kian terasa berpengaruh langsung kepada kehidupan orang banyak sehari-hari, yaitu masalah pencegahan kerusakan sumber daya alam. Setiap tanggal tertentu awal bulan Desember, Pekan Penghijauan Nasional selalu diselenggarakan secara khusus dan puncak upacaranya secara simbolik selalu dipimpin langsung oleh Presiden Soeharto, sebagai suatu pertanda betapa penting maksuditu.

Upacara Pekan Penghijauan Nasional yang ke-30 kali ini dipusatkan di suatu daerah yang termasuk paling tandus di Sulawesi Tengah, di Biromaru, dan secara jelas Presiden Soeharto mengisyaratkan, betapa besar permasalahan itu, dan berapa besar tanggungjawab yang harus dipikul oleh pemerintah-pemerintah daerah di wilayahnya masing­masing dalam menanggulangi kerusakan sumber daya alam. Oleh karena sifat permasalahan yang kita hadapi dalam hal itu, maka dimensi-dimensi persoalan itu memang sudah berubah. Dan permasalahannya sendiri sudah bertambah luas.

PADA awal tahun tujuh puluhan, pemusatan pemikiran tentang kerusakan alam cenderung untuk lebih banyak dikaitkan dengan permasalahan hutan, serta fungsi-fungsinya untuk pengawetan kesuburan tanah dan pengawetan sumber air. Fungsi-fungsi itu tetap harus kita hidupkan terns dan pelihara, tetapi sumber-sumber daya lain yang tidak selalu berkait dengan hutan tetapi lebih berkait dengan masalah lahan,juga makin menonjol.

Permasalahan hutan sendiri memang masih tetap hams menjadi pusat perhatian, karena tiga hal besar. Pertama, karena keutuhan hutan­ hutan dalam seluruh fungsinya itu tetap menjadi persyaratan mutlak, bila kita mengharapkan bahwa kehidupan moderen kita yang harus mampu mendukung kehidupan makin banyak orang tetap akan didukung oleh sumber-sumber daya alam yang dipersyaratkan, seperti hutan yang tetap mampu memproduksi kayu, hutan yang mampu melindungi sungai-sungai dan danau-danau yang menjadi sumber air. Atau juga hutan-hutan yang hams tetap ada di tepian-tepian pantai untuk melindungi sumber-sumber perikanan laut, atau hutan-hutan di lereng­lereng gunung yang harus melindungi tanah-tanah persawahan di sebelah bawahnya, dan membantu memperkuat proses alamiah peremajaan lahan pertanian di sekitarnya.

Kedua, meskipun ada kelas hutan-hutan yang boleh ditebangi untuk memperoleh produksi kayunya, tanpa ada usaha dan kerelaan untuk investasi buat peremajaan hutan produksi itu sendiri, kayu-kayu yang menjadi sumber banyak kehidupan ekonomi dan menjadi salah satu kekuatan ekonomi moderen Indonesia akan kehabisan sumbernya.

Semua orang sudah tahu, bahwa tinggal sedikit saja lagi wilayah di bumi ini yang memiliki hamparan-hamparan hutan yang berarti. Yang sedikit itu, banyak kita miliki. Tanpa pencegahan terhadap kemsakan potensi hutan sebagai sumber kayu, kita ini akan menyia-nyiakan kekayaan pemberian alam, yang tidak akan digantikan begitu saja secara gratis.

Ketiga, hutan tropis sekarangjuga diketahui sebagai sesuatu yang sangat vital untuk kepentingan global, karena penyempitannya yang teijadi ikut mempunyai andil terhadap cuaca seluruh dunia yang diamati makin menjadi buruk. Orang memang bisa berargumentasi mengapa negara-negara tropis yang kebetulan ketempatan hutan-hutan itu sekarang seperti harus mendapat tudingan yang bernada mempersalahkan.

Atau seakan-akan tidak adil bahwa negara seperti Indonesia ini seperti tiba-tiba hams menanggung beban, bertanggungjawab terhadap keutuhan hutan tropis yang ada di wilayahnya, seakan-akan demi keselamatan umat manusia yang lain.Mungkin argumentasi-argumentasi itu ada benarnya, bahwa yang melakukan perusakan besar itu sebenarnya adalah modal-modal dari negara kaya, demi kepentingan negara-negara itu sendiri.

Tetapi apa pun yang mau diajukan sebagai argumentasi,juga tetap benar bahwa hutan-hutan tropis yang kita kuasai itu memang mempunyai andil besar dalam pasang-sumtnya cuaca dunia. Proporsi masalah itu akan selalu membuntuti.

TETAPI selain aspek-aspek yang bersangkutan dengan hutan itu secara langsung, makna yang lebih simbolik dari upacara seperti itu sekarang hams diterima lebih luas daripada sekadar masalah hutan, seperti yang mula-mula menjadi tujuan dari Pekan Penghijauan Nasional.

Apa pun juga yang kita lakukan dalam hal itu, seandainya sudah banyak, tetap akan terus dihantui oleh kebutuhan-kebutuhan lain yang cepat mengejar, kebutuhan orang makin banyak yang kurang-lebih bisa dikatakan menghantui keselamatan hutan-hutan itu, bahkan juga keselamatan sumber-sumber daya alam secara umum, dan keadilan untuk mendapatkan manfaat dan hak yang sama terhadap sumber­sumber alam itu.

Kebutuhan yang makin mendesak sekarang adalah rebutan yang makin terasa terhadap ruang yang menjadi wadah dari kegiatan hidup moderen rakyat Indonesia yang makin mempercepat proses pembangunannya. Wadah hidup itu, tidak hanya dibutuhkan lebih luas karena jumlah manusianya makin banyak. Akan tetapi jumlah kebutuhan itu sendiri seolah-olah juga ikut membengkak.

Kebutuhan itu tidak hanya kebutuhan lahan untuk pertanian, tetapi juga kebutuhan hamparan tanah sebagai luang untuk mewadahi industri, permukiman dan banyak kegiatan lain yang makin bertambah. Kebutuhan itujuga menuntut terhadap air, udara, dan unsur-unsur alam yang lain, yang terkadang dianggap seperti tak terbatas adanya.

Konflik-konflik kebutuhan itu makin terasa di setiap tempat yang makin padat penduduknya, entah itu kota atau wilayah-wilayah lain yang dianggap berpotensi lebih besar untuk memberikan penghidupan kepada makin banyak orang yang tertarik ke sana. Makin kecil usaha untuk menahan kerusakan sumber-sumber daya alam itu, makin tajam konflik-konflik yang akan terjadi. Karena betapa hebat pun manusia ini mampu mencapai kemajuannya, hidupnya tetap tidak akan terputus dari sumber daya alam dalam artian luas.

Diputus dia dari sana, maka keringlah kehidupannya. Dalam artian yang lebih luas, masalah-masalah tanah yang makin sering muncul karena perluasan kegiatan ekonomi moderen kita,juga merupakan manifestasi dari kesumbangan pemanfaatan sumber daya alam yang akan menimbulkan kekeringan hidup sebagian orang dan konflik-konflik lebih tajam. (SA)

 

 

Sumber : KOMPAS(19/12/1990)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 569-573.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.