ZIMBABWE DUKUNG KTT GNB DAN KEPEMIMPINAN INDONESIA

ZIMBABWE DUKUNG KTT GNB DAN KEPEMIMPINAN INDONESIA

 

 

Harare, Zimbabwe, Suara Karya

Republik Zimbabwe mendukung sepenuhnya kepemimpinan Indonesia dalam Gerakan Non Blok (GNB) dan Penyelenggaraan KTT GNB di Jakarta tahun 1992, nanti.

Hal ini dinyatakan Presiden Zimbabwe Robert Mugabe di Harare Senin malam pada acara jamuan santap malam kenegaraan untuk menghormati Presiden Soeharto yang berkunjung ke negara Afrika bagian Timur itu sejak Senin hingga Kamis besok.

Presiden Mugabe mengatakan, GNB masih mempunyai peranan penting bagi dunia ketiga yang masih menghadapi masalah kemiskinan, lingkungan hidup, pengangguran maupun masalah penyalahgunaan narkotik. Mensesneg Moerdiono dalam penjelasannya kepada wartawan Senin petang mengatakan Presiden Soeharto dan Presiden Robert Mugabe pada pertemuan ramah tamah sebelumnya hari itu juga telah menyinggung masalah penyelenggaraan KTT Gerakan Non Blok di Jakarta tahun depan. Menurut Moerdiono, seperti yang dilaporkan wartawan Suara Karya, Agustianto Selasa kemarin, kedua presiden sependapat bahwa GNB masih relevan mengingat tujuan gerakan ini antara lain adalah meningkatkan taraf hidup rakyat negara berkembang.

Pada kesempatan itu katanya, Presiden Mugabe menyatakan penghargaannya kepada Indonesia yang terus memelihara arah dan tujuan GNB, khususnya pada saat pertandingan perebutan kekuasaan antara kekuatan-kekuatan besar dunia masih berlangsung. Sedang Presiden Soeharto kembali lagi menyatakan harapannya agar negara-negara anggota GNB dapat memberikan sumbangan pikiran pada KTT GNB di Jakarta. Sumbangan pikiran itu terutama mengenai perlunya arah dan tujuan baru dari GNB mengingat keadaan dunia yang berubah cepat dewasa ini.

 

Panitia KTT

Sehubungan dengan sudah mendekatnya KTT GNB di Jakarta , Mensesneg Moerdiono men gemukakan Pemerintah Indonesia sudah membentuk Panitia Penyelenggaranya Panitia Nasional Penyelenggara KTT GNB itu diketuai oleh Mensesneg Moerdiono dan wakilnya Menlu Ali Alatas.

Moerdiono mengatakan, penunjukan Panitia Nasional Penyelenggara tersebut sebenamya sudah ditetapkan dalam Keputusan Presiden pertengahan November lalu, selang beberapa hari sebelum keberangkatan Presiden ke luar negeri.

Moerdiono mengatakan sesuai dengan Keputusan Presiden, yang ditunjuk sebagai Sekjen Panitia adalah Letjen (Punt) Rais Abin; yang memiliki berbagai pengalaman internasional. Rais Abin pernah dua kali menjadi Dubes RI dan pernah pula menjadi Komandan Pasukan Perdamaian PBB di Timur Tengah.

Selanjutnya dalam susunan Panitia, Moerdiono mengatakan, ada Tim Penasehat yang diperbantukan pada Ketua. Tim Penasehat ini terdiri dari sejumlah menteri, di antaranya Menhankam, Mendagri. Menteri PU, Menparpostel, dan Menpen. Di samping para menteri, juga ditunjuk dua diplomat senior, yaitu Ruslan Abdulgani dan Sunarjo. “Dari kedua tokoh diplomat ini diharapkan nasehat dan pengalaman mereka kepada Ketua Panitia,” Moerdiono menjelaskan.

Kemudian pada tingkat Sekjen, Moerdiono menambahkan, juga ada Tim Penasehat yang terdiri dari Gubernur DKl, Pangdam Jaya, Kapolda Metro Jaya, Panglima Armada Barat. Pada tingkat pelaksanaan ada dua bagian, yaitu bagian substansi dan bagian prasarana. Untuk mempersiapkan substansi ditunjuk Nana Sutrisna, Dubes RI pada Perwakilan Tetap RI di PBB, dan untuk menyiapkan prasarananya ditunjuk mantan Sekjen Deppen, Abdul Kadir.

 

Bilateral

Khusus mengenai hubungan Indonesia-Zimbabwe, Mensesneg Moerdiono mengatakan, dalam pertemuan ramah tamah Presiden Soeharto dan Presiden Mugabe berpendapat perlu diteliti apa saja yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan kerjasama kedua negara. Presiden Mugabe secara khusus menyatakan minatnya untuk memanfaatkan tawaran yang disampaikan Indonesia yaitu kerjasama teknik antara negara berkembang dalam upaya meningkatkan pembangunan yang berkelanjutan dan berkemandirian.

Di samping itu, kata Moerdiono, ketua presiden juga membicarakan strategi pembangunan yang sebaiknya dijalankan, meskipun disadari masing-masing negara mempunyaijawaban tersendiri terhadap tantangan pembangunan yang dihadapi masing-masing.

Namun kedua presiden sepakat untuk sebaiknya kedua negara tidak meloncat langsung kepada industrialisasi. Sebabnya menurut pengalaman, negara­ negara dunia ketiga yang langsung melompat ke industrialisasi temyata banyak menghadapi berbagai kesulitan. Sebaiknya pembangunan dunia ketiga itu diawali dengan pembangunan pertanian. Dan Indonesia sendiri menganut strategi pembangunan pertanian yang tangguh untuk memberi dukungan pada industri yang kuat.

 

 

Sumber : SUARA KARYA (04/12/1991)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 306-308.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.