INDONESIA DAN JERMAN SEPAKAT INTENSIFKAN KERJA SAMA LINGKUNGAN

INDONESIA DAN JERMAN SEPAKAT INTENSIFKAN KERJA SAMA LINGKUNGAN

 

 

Jakarta, Kompas

Indonesia dan Jerman sepakat untuk mengintensifkan kerja sama bilateral di bidang perlindungan lingkungan hidup. Di samping itu, kedua negara juga sepakat untuk meningkatkan sumbangan masing-masing di berbagai forum internasional.

Pernyataan mengenai kerja sama itu merupakan salah satu kesepakatan yang dicapai kedua negara dalam kunjungan Presiden Soeharto ke Jerman.

Menjawab pertanyaan saat memberikan kesan-kesannya mengenai hasil lawatannya ke Jerman dalam penerbangan DC-10 Garuda kembali ke tanah air hari Senin siang (8/7), Presiden mengatakan, kerja sama yang tercakup dalam pernyataan bersama ini sesuai dengan prinsip-prinsip yang diperjuangkan Indonesia dan negara berkembang lainnya selama ini mengenai bidang lingkungan. Yakni bahwa masalah lingkungan hidup jangan dijadikan pertentangan baru, seolah-olah ada saling tuding­ menuding. Misalnya di bidang kehutanan.

Indonesia berpendapat, jangan sampai masalah lingkungan hidup dijadikan kondisionalitas tambahan dalam kerja sama antar negara di bidang ekonomi. Lingkungan hidup merupakan masalah global, dan harus menjadi kepentingan dan tanggungjawab yang selaras serta adil antara negara berkembang dan negara maju. Negara maju bahkan harus membayar lebih besar karena kepentingannya juga lebih besar.

Kedua negara dalam pernyataan itu sependapat tentang perlunya kerja sama internasional bidang lingkungan untuk pembangunan yang berkesinambungan dan berwawasan lingkungan. Disebutkan pula bahwa Juni 1992 nanti akan diadakan konferensi PBB tentang lingkungan hidup dan pembangunan. Rl-Jerman sepakat akan terus berpartisipasi untuk mempersiapkan konferensi tersebut yang menurut Menlu Ali Alatas, akan diadakan di Brasil.

Disepakati pula untuk memperkuat kerja sama bilateral di bidang lingkungan hidup dalam mencapai pembangunan yang berkesinambungan dan berwawasan lingkungan. Kerja sama tersebut harus sesuai dengan prinsip-prinsip kedua negara yang telah disepakati dalam forum-forum internasional lainnya.

RI-Jerman mendukung pula usaha yang tengah berjalan mengenai cuaca yang dicemmi C02. Kedua negara menilai bahaya cuaca ini bukan semata-mata hanya oleh keadaan hutan saja, tetapi juga karena pemanfaatan energi. Indonesia selama ini memang berpandangan bahwa negara-negara majulah yang harus lebih bertanggung jawab terhadap bahaya cuaca karena energi, karena merekalah yang memiliki industri.

Kedua negara juga sepakat untuk berupaya melestarikan keanekaragaman fauna dan flora di hutan. Hutan yang ditebang seenaknya, bukan hanya menimbulkan gangguan cuaca, tetapi juga mengancam kelestarian fauna dan flora. Meskipun hutan itu kemudian ditanami kembali, tapi karena jenisnya yang berbeda maka kelestarian dan keanekaragaman fauna dan flora yang pemah ada di dalamnya, akan berubah. Flora dan fauna yang semula menempati hutan itu tak akan kembali lagi.

RI-Jerman mengakui, di samping samudera, hutan merupakan ekosistem terlengkap di dunia untuk mencegah terancamnya cuaca, keseimbangan perairan, erosi tanah serta pelestarian fauna dan flora.

 

Rutan Tropis

Menlu Ali Alatas atas pertanyaan pers mengakui, di bidang kehutanan Rl sering dituding tanpa alasan yang jelas dan fakta yang ada. Menurut dia, Indonesia berpendapat bahwa hutan merupakan salah satu sumber kehidupan utama bagi manusia. Dan di negara berkembang, termasuk RI, hutan bahkan merupakan sumber kehidupan dan tempat hidup rakyat. Rutan merupakan sumber daya yang potensial bagi pembangunan serta sumber berbagai komoditas yang nilai ekonominya sangat tinggi.

Tentang tuduhan bahwa Indonesia merusak hutan tropis, Ali Alatas menegaskan bahwa hutan tropis memang penting. Tapi semua hutan juga penting, hanya sumber kerusakannya diakibatkan oleh masalah yang berbeda. Di Indonesia, misalnya, diakibatkan penebangan liar atau karena kemiskinan, sementara di Eropa akibat pencemaran C02. Jerman misalnya, mengakui bahwa hutan-hutannya mulai mati akibat polusi kendaraan dan berbagai industri.

Karena itu maka dalam pernyataan bersama itu, kedua negara sependapat membicarakan masalah hutan dan lingkungan, namun bukan hanya hutan tropis saja. Untuk itu maka dalam upaya kerjasama bidang kehutanan diperlukan kerangka komprehensif di semua kawasan dan semua jenis hutan. Kerja sama itu dilakukan atas dasar empat prinsip:

Pertama, mencakup semua jenis hutan dan semua iklim yang meliputi lingkungan hidup dan fungsi ekonomisnya. Kedua, kebutuhan dan kepentingan negara berkembang harus diperhatikan dalam upaya untuk membangun yang berkesinambungan, yang sekaligus mengurangi kemiskinan.

Ketiga, negara maju dengan negara berkembang bekerja sama secara adil serta memikul tanggungjawabnya masing-masing yang adil pula. Keempat, negosiasi persetujuan global harus berlangsung di bawah naungan PBB.

Kedua negara sepakat pula bahwa dengan kerja sama ini, banyak negara berkembang akan memerlukan bantuan dana tambahan, karena bantuan keuangan saja tidak mencukupi. Juga diperlukan bantuan teknis dan teknologi. Karena itu Bank Dunia dan negara-negara maju diimbau untuk memberikan tambahan bantuan sebagai dana pemeliharaan hutan. Dalam hal ini menurut Ali Alatas, apabila dalam realisasinya ada pihak yang ingin mengadakan peninjauan langsung terlebih dahulu, maka Indonesia siap untuk ditinjau untuk melihat pelaksanaan pengolahan hutan di Indonesia.

 

Tidak Mengurangi

Dalam kesan-kesannya itu, Presiden Soeharto juga mengemukakan, para pemimpin Jerman berjanji bahwa perhatian mereka yang besar kepada perubahan di Eropa Timur, penyatuan Jennan dan pembentukan Pasar Tunggal Eropa tahun 1992 nanti, tidak akan mengurangi perhatian mereka kepada Indonesia, Asia dan negara­ negara berkembang.

Presiden lebih lanjut mengatakan, dari basil pembicaraannya dengan Presiden Richard Von We izsaecker, Kanselir Helmut Kohl serta Ketua Parlemen dan para pemimpin partainya, Jennan juga menginginkan agar Pasar Tunggal Eropa 1992 nanti menjadi pasaran yang terbuka, termasuk bagi Indonesia.

Untuk mengetahui peranan dan sikap Jerman terhadap berbagai perkembangan di Eropa tersebut dan dampaknya ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia itulah maka menurut Presiden, ia memenuhi undangan berkunjung ke Jerman.

Dikatakan, Jennan mengakui, bahwa pembangunan di Jerman bagian Timur memang perlu mendapat perhatian, tapi tak akan mengabaikan Indonesia. Namun diakui pula bahwa negaranya tak bisa mengabaikan pembangunan di Jerman bagian Timur yang memerlukan dana yang besar.

Dalam hal itu Indonesia mengharapkan agar pembangunan industri di Jerman bagian timur tersebut, sekaligus melibatkan Indonesia. Negara negara berkembang agar dapat mengambil manfaat dari padanya. Di pihak lain, lanjut Presiden, Indonesia sendiri membutuhkan prasarana listrik, pelabuhan, telekomunikasi dan angkutan kapal laut.

Di bidang perkapalan, telah ada kerja sama yang baik antara kedua negara berupa pembelian 10 kapal jenis penumpang dari galangan kapal Jos L. Mayer. Sembilan di antaranya telah beroperasi, dan satu lagi akan diserahkan akhir tahun ini. Ketika itu Jerman memberi kredit lunak kepada Indonesia untuk pembuatan kapal yang dilakukan di galangan kapal Mayor.

Tetapi bantuan pemerintah Jerman itu sesungguhnya untuk menyelamatkan perusahaan Mayer sendiri dan tenaga kerjanya, karena perusahaan itu sendiri sebetulnya sudah mau tutup.

Bahkan menurut Presiden, dalam kunjungannya ini disetujui pembelian lima kapal lagi. Dua di antaranya berbobot 10.000 DWT dan dua lagi berbobot 6.000 DWT. Kapal-kapal ini nantinya akan dimanfaatkan untuk angkutan laut di Indonesia bagian barat, tengah dan timur. Kecuali itu, Indonesia juga membutuhkan kapal keruk yang akan dimanfaatkan di berbagai pelabuhan Indonesia yang mengalami pendangkalan.

Mengenai pembicaraannya dengan Ketua Parlemen Jerman Prof Dr Ny. Rita Suessmuth dan para pemimpin partainya, Presiden Soeharto secara tidak langsung mengatakan untuk memelihara pandangan yang baik mereka terhadap Indonesia. Sehingga meskipun terjadi pemerintahan baru, hubungan Indonesia-Jerman tidak perlu dimulai dari awal lagi.

Menurut Kepala Negara, Jerman minta Indonesia agar menjembatani kerja sama kawasan Eropa dengan Asia Tenggara. Kanselir Helmut Kolh juga mengusulkan kepada Presiden Soeharto agar pembicaraan para pemimpin Indonesia Jerman tidak selalu dilakukan secara formal, bisa saja dilakukan melalui telepon misalnya. Ini bukan berarti menghilangkan prosedur cara-cara pemerintahan, namun dua-duanya bisa dilakukan, baik formal maupun non formal. (SA)

 

Sumber : KOMPAS (09/06/1991)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 440-444.

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.