DIPERLUKAN FANATISME IDIOLOGI NASIONAL UNTUK HADAPI KOMUNIS DAN UNTUK GERAKKAN PEMBANGUNAN

Menurut Presiden Soeharto:

DIPERLUKAN FANATISME IDIOLOGI NASIONAL UNTUK HADAPI KOMUNIS DAN UNTUK GERAKKAN PEMBANGUNAN [1]

 

Jakarta, Kompas

Fanatisme, idiologi nasional dibutuhkan untuk mampu menghadapi gerakan komunis. Tetapi idiologi nasional itu juga harus mampu mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Kalau tidak rakyat akan tertarik pada idiologi lain.

Penegasan Presiden Soeharto diberikan kepada para wartawan yang mengikuti perjalan ketjanya ke Iran, Yugoslavia, Kanada, Amerika Serikat, dan Jepang. Dalam penerbangan pulang ke Indonesia, antara Philipina dan Jakarta, Presiden menyimpulkan tiga segi kunjungannya memenuhi undangan, menjelaskan posisi dan pandangan Indonesia tentang berbagai masalah intemasional, regional dan bilateral serta tukar pikiran mengenai masalah-masalah tersebut. Semua itu tidak terlepas dari usaha memantapkan hubungan Indonesia dengan kelima negara di atas.

Tentang perlunya fanatisme idiologi nasional, dikemukakan dengan nada mantap ketika kepala negara menguraikan pandangan Indonesia mengenai perkembangan Indocina. Kemenangan gerakan Komunis disana sudah bisa diramalkan. Menurut Presiden karena dua hal. Untuk menghadapi komunis tidak cukup hanya kekuatan angkatan bersenjata. bantuan yang hanya memperkuat tentara saja tidak cukup. Untuk menghadapi gerakan Komunis dibutuhkan fanatisme idiologi nasional yang bisa menandingi idiologi Komunis.

Segera ditekankannya, idiologi nasional itu harus mampu mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Tanpa itu rakyat akan mudah terpikat oleh idiologi lain.

Kini Vietnam dan Kamboja sudah dikuasai oleh Komunis apa yang akan terjadi? Menurut Presiden, akan sangat dipengaruhi oleh pengetrapan komunis itu disana. Hanya untuk kepentingan nasional atau untuk ikut mengkomuniskan dunia, ia berpendapat mereka perlu konsulidasi. diperkirakan akan makan waktu sampai 5 tahun.

Tetapi, sambung Presiden juga andaikata gerakan Komunis disana akan berorientasi kedalam namun tak bisa mereka lepaskan solidaritasnya dengan gerakan­-gerakan komunis di Malaysia, di Muangthai, di Philipina. Diingatkan juga kenyataan adanya senjata buatan AS yang diberikan kepada tentara Vietnam Selatan dan kini dikuasai oleh Komunis.

Untuk mengatasi kemungkinan itu, Presiden kembali menekankan perlunya dikembangkan idiologi nasional dan digalakkan fanatisme idiologi nasional yang mampu mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Karena itu juga diperlukan ketahanan ekonomi dengan mempercepat pembangunan. Disinggungnya pula perlunya ketahanan militer.

Sambutan Positif

Masalah internasional yang menurut Presiden menjadi bahan pembicaraan dengan kepala-kepala pemerintah meliputi sosial, pembangunan, tata baru ekonomi internasional, OPEC, Wawasan Nusantara, Samudera Indonesia dan Timor Timur.

Didalam mencari pemecahan persoalan-persoalan tersebut Indonesia tidak menempuh jalan konfrontasi tetapi jalan konsultasi.

Presiden menilai, sambutan atas pandangan-pandangan Indonesia cukup positif sebagai ilustrasi ditunjukkannya beberapa hasil kongkrit terutama yang menyangkut hubungan bilateral antara Indonesia dan kelima negara tersebut.

Untuk mempercepat pembangunan kita dalam repelita II kita mencari dana pembangunan tidak hanya yang lunak dalam kelompok 1001 tetapi juga yang setengah lunak berasal dari Bank Dunia, Bank Asia, Bank-Bank Ekspor Import serta Bank Umum Komersiil.

Iran akan mempercepat realisasi bantuan 200 juta dollar AS yang sudah disetujui dan diratifisir. Sepakat membentuk Komisi Bersama Iran-Indonesia untuk mempelajari kerjasama ekonomi secara lebih luas dan teratur. Setuju memperkuat dengan devisa Indonesia dengan kerjasama keuangan mendirikan pabrik gula dalam bentuk joint venture.

Yugoslavia akan mempercepat bantuan 80 juta dollar AS untuk listrik, 40 juta dollar untuk PN Barata yang membuat mesin giling jalan serta 30 juta untuk alat-alat pekerjaan umum dan tenaga listrik, bantuan memperkuat armada nasional juga ditanggapi positif.

Kanada disamping meneruskan bantuan lewat IGGI, dana 200 juta dollar dari Bank Eksim dan Cida juga akan mengirim pengusaha swasta untuk mempelajari kemungkinan kerjasama oleh pengusaha-pengusaha swasta Kanada disini. Secara kebetulan proyek Asahan yang menurut rencana kini akan menelan biaya 870 juta dollar ditandatangani di Tokyo, selagi Presiden berada disana.

Keterangan Presiden Ford

Dalam pertemuannya selama lebih kurang 3 jam di Camp David, dekat Washington DC, Presiden Ford menegaskan setelah mengalami kekalahan di Indocina, AS tetap akan memikul tanggungjawabnya sebagai negara besar dalam ikut mempertahankan perdamaian dunia, termasuk di Asia.

AS seperti halnya empat negara lain menggarisbawahi pandangan Indonesia mengenai perkembangan Indocina dan perlunya mempercepat pembangunan. Presiden Soeharto tidak menjelaskan, apakah aspek militer dari ketahanan nasional Indonesia juga dibicarakan di Camp David.

Dalam konteks ketahanan nasional menghadapi bahaya Komunis, Presiden menerangkan, di bidang militer, yang dibutuhkan ialah operasi intel yang dibantu rakyat, pembinaan teritorial dan pasukan yang bermobilitas tinggi. Andaikata, bantuan militer diperlukan, menurut Kepala Negara, yang dibutuhkan bukanlah misalnya pembom-pembom, tetapi perlengkapan-perlengkapan yang menunjang operasi militer di atas.

Dapat ditambahkan, dalam pertemuan di Camp David, Presiden Soeharto bertemu empat mata dengan Presiden Ford. Sementara Menlu Adam Malik beserta rombongan bertemu terpisah dengan Menlu Kissinger. Dalam pertemuan tersebut, hadir pada pihak Indonesia diantaranya Mayjen Benni Murdani yang mewakili Hankam pada pihak Kissinger, diantaranya terdapat Robert Elisworth, Asisten Menteri Pertahanan Urusan Keamanan Internasional.

Keadilan Sosial

Atas pertanyaan pers, Presiden Soeharto menegaskan, yang diperlukan bangsa Indonesia kini ialah mempererat persatuan. Ini hendaknya disadari oleh setiap warganegara, kelompok dan pra pemimpinnya. Sedangkan tentang fanatisme ideologi nasional, harus diusahakan bersama agar makin dimengerti, dihayati dan menghasilkan perbaikan hidup rakyat.

Presiden menegaskan, ketahanan nasional merupakan hasil dari usaha bersama untuk mengembangkan semua potensi nasional sehingga ulet dan tangguh. Juga diminta pengertian yang lebih benar mengenai strategi dan taktik. Hal itu dikemukakan ketika ditanya mengenai aspek keadilan sosial yang dalam Repelita II semakin diperhatikan.

Kata Presiden, tentu tak bisa sekaligus tercapai. Strategi tetap kesana, taktik bisa setiap kali disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan. (DTS).

Sumber: KOMPAS (09/07/1975)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 572-575.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.