FREEPORT HARUS PATUHI UU-PM JIKA KONTRAKNYA INGIN DIPERPANJANG
Jakarta, Antara
Presiden Soeharto menyetujui keinginan direksi Freeport Me Moran Inc. bagi perpanjangan kontrak karya Freeport Indonesia yang menambang tembaga, emas, serta perak di Irja, namun perusahaan itu harus melaksanakan UU penanaman modal.
Persetujuan prinsip Kepala Negara itu dijelaskan Dirut Freeport Me Moran Inc. James Robert Moffet kepada wartawan setelah mengadakan kunjungan kehormatan kepada Presiden di Bina Graha, Rabu. Pengusaha itu diantar Menteri Pertambangan dan Energi Ginandjar Kartasasmita.
Masalah kemungkinan perpanjangan kontrak serta pelaksanaan UU penanaman modal tahun 1967 itu dikemukakan Kepala Negara karena kehadiran Freeport Indonesia sebelum disahkannya UU itu mengakibatkan perusahaan penambangan itu melaksanakan beberapa peraturan yang agak berbeda dibanding perusahaan-perusahaan asing lainnya.
Moffet mengatakan pihaknya telah menginvestasikan modal sekitar 500 juta dolar AS dan diperkirakan sampai berakhirnya kontrak tahun 2003 akan dihabiskan lagi sekitar 500 juta dolar. Freeport ingin memperpanjang kontrak untuk masa 30 tahun. “Kami tidak melihat persoalan yang mungkin akan timbul dengan menerima UU Penanaman Modal tersebut. Perundingan antara pemerintah Indonesia ‘dengan Freeport sedang berlangsung,” kata Moffet.
Ia mengatakan kemungkinan perpanjangan kontrak itu telah dibicarakan sejak sekarang, karena investasi proyek pertambangan ini bersifat jangka panjang. Perpanjangan kontrak itu juga mencakup perluasan area penambangan yang selama ini hanya di Tembagapura.
Saham 20 Persen
Ketika memperinci keterangan Moffet tentang pelaksanaan UU Penananam Modal, Menteri Ginandjar mengatakan sampai sekarang misalnya Freeport Indonesia belum memenuhi syarat tentang pembagian saham. Freeport Me Moran adalah pemegang saham mayoritas.
Ginandjar mengatakan UU Penananam Modal menetapkan bahwa minimal 20 persen saham perusahaan harus berada di tangan Indonesia. Namun karena Freeport beroperasi sebelum disahkannya UU itu, maka sampai sekarang saham Indonesia baru sekitar delapan persen.
Ia mengatakan penyesuaian lainnya yang hams dilakukan Freeport Indonesia adalah bentuk hukumnya. Menumt UU tersebut, semua perusahaan harus berbentuk PT, sedangkan Freeport sampai sekarang belumlah berbentuk badan hukum Indonesia.
“Sampai sekarang Freeport Indonesia masih berkedudukan di Amerika Serikat. Nantinya harus berbentuk PT sehingga nanti tunduk pada hukum Indonesia,” kata Ginandjar.
Ia menambahkan, saham pemerintah Indonesia baru 8,9 persen, sehingga jumlah itu harus dinaikkan guna mengikuti ketentuan UU Penanaman Modal tersebut yaitu minimal 20 persen.
“Nanti apakah akan semua dimiliki pemerintah, atau sebagian dimiliki pemerintah dan sebagian lagi oleh swasta, atau dijual kepada pasar modal, masih harus dibicarakan secara bertahap, tentu akan kita naikkan,” kata Ginandjar.
Sumber :ANTARA (28/02/1990)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 273-275.