INDONESIA TIDAK BISA DIDIKTE NEGARA LAIN

INDONESIA TIDAK BISA DIDIKTE NEGARA LAIN

 

 

Jakarta, Angkatan Bersenjata

Pernyataan Presiden Soeharto bahwa Indonesia tidak akan menerirna bantuan luar negeri yang dikaitkan dengan politik dalam negeri, mendapat dukungan penuh dari kalangan DPR-RI.

“Indonesia tidak bisa didikte oleh negara lain. Berapapun kita membutuhkan dana, kalau itu harus mengorbankan kedaulatan bangsa, lebih baik tidak usah kita terima,” tegas Ketua Umwn PDI R. Soeryadi kepada wartawan di DPR, Kamis kemarin.

Ditambahkan, sikap Indonesia ini perlu diketahui negara-negara yang selama ini memberikan bantuan dana, agar jangan sekali-kali mempunyai keinginan mengkaitkan bantuan luar negeri dengan politik dan kedaulatan negara.

Dukungan terhadap pernyataan Kepala Negara juga dilontarkan Wakil Ketua DPR RI dari F PP H.J. Naro. “Pokoknya kita siap menghadapi kemungkinan pemboikotan bantuan dari luar negeri dengan catatan mereka yang kaya atau konglomerat turon tangan mengatasi masalah perekonomian di negara kita,” tandasnya.

Wakil Ketua Kordinator Bidang Ekonomi Keuangan F KP, H. Abdullah Zainie, menyatakan pula dukungannnya terhadap pernyataan Presiden.

Dikemukakan, sejak semula kita telah menetapkan konsensus nasional dalam GBHN bahwa bantuan luar negeri yang kita terima tidak boleh dikaitkan dengan ikatan politik. Bantuan tersebut hanya sebagai pelengkap, berjangka panjang dengan bunga rendah, berada dalam batas kemampuan untuk membayar kembali dan tidak memberatkan beban anak cucu, serta mempunyai prioritas tinggi dalam proses pembangunan.

Ditambahkan, kita tetap tegar bahwa kepentingan bangsa dan negara di atas segalanya. Kebijaksanaan politik luar negeri serta ekonomi global Indonesia hanya diabadikan untuk kepentingan nasional.

Dalam masalah ekonomi, menurut A. Zainie, negara-negara asing hanya dapat memberi saran atau usul kebijaksanaan ekonomi dan moneter, namun keputusan terakhir tetap berada di tangan bangsa dan rakyat Indonesia.

 

Realistis

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi APBN Hamzah Haz, mengemukakan, pernyataan Kepala Negara, mempertegas sikap kita selama ini, Namun, menurutnya, kita harus realistis mengakui bahwa kita butuh pinjaman itu.

Karenanya, kata Haz, kita harus mengantisipasinya. Ia melemparkan beberapa usulan yang mungkin dapat dilakukan untuk menghadapi kemungkinan dihentikannya bantuan luar negeri sehubungan dengan peristiwa 12 November lalu, di Dili Timor Timur.

Pernyataan sikap untuk menolak bantuan luar negeri yang dikaitkan dengan politik dalam negeri yang diungkapkan Kepala Negara dalam penerbangan sesaat sebelum mendarat di Bandara Halim Perdanakusuma, Rabu malam, itu diberikan sehubungan dengan berita-berita adanya beberapa negara yang mengkaitkan pemberian bantuan mereka dengan insiden di Dili.

Dikemukakan Hamzah Haz, dari segi politis, pemerintah hendaknya jangan hanya bersikap reaktif. KPN harus membuka hasil temuannya agar luar negeri tahu masalah sebenarnya dan bisa mempertimbangkannya. “Siapa pun yang bersalah jangan ditutup-tutupi. Paling tidak kita harus menunjukkan pada dunia luar bahwa negara kita ini negara hukum,”ujarnya.

Sementara dari segi ekonomi, Hamzah Haz mengusulkan agar kita meningkatkan ekspor, terutama ekspor non migas. mengendalikan impor, menunda mega proyek, dan mengefektifkan Tim Keppres 39 (tim pengendalian pinjaman luar negeri).

Secara intensif kita juga harus mencari pinjaman (dana) ke negara-negara lain yang bukan anggota IGGI, misalnya ke negara-negara Timur Tengah. Disamping mencari pinjaman dari sektor swasta luar negeri baik melalui investasi atau dana “cash”.

Namun, diingatkan, dana dari swasta luar negeri hendaknya diwaspadai benar, jangan sampai modal luar masuk ke Indonesia karena tertarik oleh tingginya suku bunga di Indonesia. Kalau hal itu terjadi, kondisi suku bunga yang tinggi akan terus bertahan dan akhirnya bisa memukul usaha menengah ke bawah.

Kita juga harus mengantisipasi, agar pinjaman swasta tersebut tidak terkait dengan situasi politik sehingga melakukan pengancaman-pengancaman seperti yang dilakukan IGGI saat ini.

Di samping itu, tambahnya, kita juga harus mempergunakan Saluran-saluran diplomatik di luar negeri untuk mengcounter berita-berita yang memojokkan Indo­nesia. “Selama ini ada kesan kita tidak mampu mengcounter pers asing, padahal ada diplomat-diplomat kita di luar negeri,” cetusnya menyesalkan sikap pasif tersebut.

 

Tidak Berpengaruh

Sejauh ini, APBN tahun depan 1992/1993 menurut anggota dewan dari Komisi APBN ini, tak akan terpengaruh oleh sikap beberapa negara yang mengkaitkan peristiwa Dili dengan pinjaman luar negerinya.

“Karena kita masih memakai komitmen-komitmen yang sudah disepakati,” ucapnya. Saat ini masih sekitar 20-30 milyar US dollar bantuan luar negeri yang sudah disetujui tapi belum direalisir (dicairkan). Berarti selama 3-4 tahun mendatang APBN kita tidak terpengaruh.

“Pengaruhnya akan timbul kalau kita mengajukan pinjaman lagi dan juga berpengaruh pada pinjaman yang sekarang sedang dirundingkan,”jelasnya.

Secara realistis kita memerlukan bantuan luar negeri dalam rangka mengimbangi neraca pembayaran. Pinjaman luar negeri menyumbang 20-25 % dari APBN dan sekitar 40% dari dana pembangunan. Untuk tahun anggaran 1991/1992, diproyeksikan, kita memerlukan devisa sekitar 7 milyar US dollar.

Yang sudah ada 4,5 milyar US dollar dari pinjaman IGGI, sisa kekurangannya 2,5 milyar US dollar dicari dari sektor swasta.

Dikemukakan, tahun lalu 1990/ 1991 neraca pembayaran kita mungkin akan mengalami devisit bila saja kekurangan tersebut tidak di cover dari pinjaman swasta.

Berbicara tentang pentingnya bantuan luar negeri, ia mengakui, selama 20 tahun kita selalu devisit dalam neraca pembayaran. Untuk menutupinya kita masih sangat tergantung pada bantuan luar negeri. Selama 20 tahun orde baru neraca pembayaran luar negeri kita yang tidak devisit hanya pada tahun anggaran 1979/1980 dan 1980/ 1981.

Penyebab devisit transaksi berjalan selama ini, antara lain disebabkan oleh besarnya cicilan bunga pinjaman luar negeri, biaya pemasukan barang-barang modal untuk industri ekspor dan biaya pembayaran jasa untuk tenaga-tenaga asing yang kita pakai. (SA)

 

Sumber : ANGKATAN BERSENJATA(13/12/1991)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 408-410.

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.