MENGANTAR LAWATAN PRESIDEN KE LIMA NEGARA
Jakarta, Pelita
Dua pertemuan penting akan dihadiri Presiden Soeharto dalam sebulan mendatang ini. Pertama, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kelompok 15 (G-15) di Caracas, Venezuela, 25-29 November. Kedua, KTT Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Dakkar Senegal, 8-13 Desember. Masih ada acara-acara lain yang juga penting, yang juga dilakukan di luar negeri, tapi hanya bersifat kunjungan bilateral atau kunjungan balasan.
Perjalanan ke luar negeri itu dimulai hari ini, Selasa 19 November, dan akan berlangsung Insya Allah hingga Sabtu 14 Desember mendatang. Inilah perjalanan terlama yang pernah dilakukan Kepala Negara selama ini. Kita ucapkan selamat jalan, dan semoga dikaruniai keselamatan tiba kembali kelak di Tanah Air.
Secara lengkapnya, Presiden Soeharto dan rombongan dalam sebulan ini akan melakukan kunjungan kenegaraan ke Meksiko, Venezuela, Zimbabwe, Tanzania, dan Senegal. Di Caracas, selain akan melakukan pembicaraan bilateral dengan Presiden Venezuela, Presiden Soeharto akan bertemu dengan 13 kepala negara/pemerintahan anggota G-15 lain, yaitu Aljazair, Argentina, Brazil, Mesir, India, Yamaika, Malaysia, Nigeria, Peru, Senegal, Yugoslavia, dan Zimbabwe.
Kehad iran Presiden dalam KTT G-15 ini sangat penting dalam memberikan sumbangan Indonesia kepada kemajuan negara-negara berkembang. Kemajuan itu berupa upaya perdagangan antar mereka, yang lebih menekankan keseimbangan pembayaran, dan mencoba membentuk tata hubungan perdagangan yang lebih adil dalam arti tidak pernah mengaitkan pemberian bantuan dengan ekspor komoditi maupun kebijaksanaan politik dalam dan luar negeri. Pengairan itu sering dilakukan oleh negara-negara maju terhadap negara berkembang.
Pada KTT tahun lalu, di Kuala Lumpur, disepakati 13 proyek yang akan dikerjakan, tiga di antaranya segera dilaksanak:an, yaitu (1) pengembangan hubungan dagang di kalangan negara-negara Selatan, lengkap dengan mekanisme pembayarannya, (2) pembentukan pusat pertukaran informasi, investasi dan teknologi, juga di negara-negara Selatan, dan (3) pembentukan komite pengarah yang bekerja mewujudkan proyek-proyek itu.
Peranan Indonesia berawal dari sini. Di Kuala Lumpur itu Presiden menyatakan ada empat hal yang tengah dihadapi dunia masa kini, terutama negara-negara berkembang. Yaitu masalah moneter dan keuangan, soal-soal yang berhubungan dengan utang luar negeri, soal sumber dana luar negeri untuk pembangunan, dan perdagangan internasional. Keempat persoalan ini, kata Presiden, harus mendapat perhatian yang serius.
Dalam KTT di Caracas masalah yang diajukan Presiden nampaknya masih relevan. Dan suatu tindakan menyeluruh untuk memecahkan masalah itu nampaknya dapat dibicarakan kembali.
Pada 8-13 Desember Presiden dan rombongan akan hadir dalam KTT OKI ke-6 di Dakar. Ini adalah pertama kalinya Presiden Soeharto memimpin langsung delegasi Indonesia dalam KTT OKI. Selama ini Indonesia selalu dipimpin oleh wakil presiden.
Banyak hal yang dapat dibicarakan dalam kesempatan kali ini. KTT ini dilaksanakan setelah Perang Teluk usai dan setelah diselenggarakannya pertemuan untuk pertama kalinya antara negara-negara Arab, termasuk Palestina, dan Israel. Kelanjutan perkembangan dua peristiwa itulah tampaknya yang akan menjadi agenda penting pertemuan ini.
Sikap kita terhadap masalah itu tentunya sudah sangat jelas. Kita menentang aneksasi Kuwait, tetapi tidak membenarkan penghancuran bangsa Irak. Sedangkan dalam hal Palestina, sikap kita juga jelas rakyat negeri itu harus dibiarkan menentukan nasib dan masa depannya sendiri.
Sikap jelas itu sebenarnya merupakan pencerminan dari politik luar negeri kita yang bebas dan aktif selama ini. Arah politik luar negeri ini menghendaki Indonesia memperjuangkan tata dunia, baik dalam bidang politik, ekonomi dan keamanan, yang adil dan seimbang. Tata dunia seperti itu memang belum terlaksana secara utuh.
OKI lahir untuk melawan tata dunia yang timpang itu. Dominasi asing, dan perlakuan tidak adil atas negeri-negeri Islam yang dilakukan negara-negara Barat, baik kapitalis maupun sosialis, merupakan sebab berdirinya OKI. Rasanya tidak berlebihan jika dikatakan, pada awalnya kesadaran akan potensi Islam muncul karena memang ada niat tidak baik kalangan luar terhadap Islam.
Dewasa ini OKI telah banyak mengalami perubahan. Semula kehadirannya bersifat politis, tetapi sekarang telah memberi perhatian pada bidang-bidang lain, seperti ekonomi, iptek, dan budaya. Penembangan sebuah tatanan ekonomi, sosial dan budaya Islam rasanya cukup mendesak untuk dipikirkan secara serius. Dengan demikian sumbangan Islam terhadap dunia dapat lebih nyata.
Indonesia sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia tentunya menaruh perhatian kepada suksesnya KTT OKI di Dakar itu. Harapan yang digantungkan adalah agar KTT itu, mudah-mudahan, bisa mencari terobosan politis dalam penyelesaian pertikaian antar negara-negara Arab, dalam penanggulangan nasib minoritas muslim yang tertindas di negara non-muslim, selama dalam penyelesaian yang adil dan menyeluruh atas masalah Palestina. Di samping itu agenda yang penting juga adalah masalah perang saudara Afghanistan dan pertikaian Kashmir, antara lain.
Sebagai negara dari suatu muslim terbesar, kita menaruh harapan atas suksesnya OKI. Di samping itu rasanya tidak salah kalau kita berharap pada masa yang akan datang KTT OKI diselenggarakan di Indonesia.
Bagaimanapun, tidak berlebihan jika rakyat Indonesia mengharapkan peranan yang lebih besar lagi dimainkan pemerintah dalam hubungan antar negara-negara Islam. Kita sudah mendapat kepercayaan untuk menjadi tuan rumah KTT Non Blok tahun depan. Mengapa kita tidak berusaha juga agar dipercayai untuk menjadi tuan rumah KTT OKI?
Sumber : PELITA (19/11/1991)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 181-183.