PETANI ZIMBABWE TERKEJUT MENDENGAR SEMPITNYA LAHAN PETANI INDONESIA

PETANI ZIMBABWE TERKEJUT MENDENGAR SEMPITNYA LAHAN PETANI INDONESIA

 

 

Harare, Suara Pembaruan

Petani-petani dari masyarakat Zimbabwe terkejut mendengar ketika Presiden Soeharto menceritakan bahwa banyak petani Indonesia hanya memiliki setengah hektare lahan atau bahkan lebih kecil dari itu. Tetapi, ketika Kepala Negara Indonesia itu mengatakan bahwa sejak tahun 1984 Indonesia telah berhasil berswasembada beras, mereka pun bertepuk tangan.

Kejadian di atas berlangsung ketika Presiden Soeharto di luar acara berbicara di tengah-tengah petani di suatu kompleks pertanian, sekitar 100 km di sebelah barat Harare. Komplek pertanian itu adalah milik Pengusaha Masarini, yang antara lain berupa petemakan sapi, pembibitan sapi dan pengambilan susunya, yang semuanya dilakukan secara mekanik. Demikian laporan wartawan Pembaruan Moxa Nadeak dari Harare, Kamis pagi.

Pada kesempatan itu Presiden Soeharto mendapat hadiah seekor sapi muda betina untuk dibawa ke Indonesia. Tetapi, karena kesulitan transportasi dan berbagai peraturan, sapi itu dititipkan Kepala Negara untuk dipelihara di Zimbabwe hingga tiba waktunya dibawa ke Indonesia.

Sebaliknya Presiden Soeharto menghadiahkan 10.000 dolar AS (5.000 dolar Zimbabwe) bagi sekolah yang didirikan pengusaha itu untuk masyarakat setempat, untuk digunakan melengkapi fasilitas pendidikannya. “It is so much”, kata Nyonya Masarini kepada Ibu Soeharto di sampingnya pada saat Presiden RI mengumumkan hal itu.

Kegiatan Presiden, lbu Soeharto dan ketiga menteri yang mendampinginya selama hari Rabu (4/12) hari ketiga kunjungan kenegaraan ke Zimbabwe, cukup melelahkan, dimulai pagi hari dengan peletakan karangan bunga di Taman Makam Pahlawan Zimbabwe, pembicaraan empat mata dengan Presiden Robert Mukabe, sekaligus pembicaraan paralel antar menteri kedua negara, selanjutnya dengan helikopter menuju Pamuzinda Safari Lodge, dan setelah itu mengunjungi kompleks pertanian Masarini tersebut, yang jauhnya 21 km dari safari lodge itu.

Di kompleks pertanian ini kepada Kepala Negara Indonesia sebelurnnya diperkenalkan pejabat-pejabat wilayah itu, termasuk pengurus komite sentralnya, parlemen dan petani-petani lokal yang juga terdiri dari orang-orang kulit putih, Masarini dalam sambutannya menguraikan berbagai hal tentang kompleks pertaniannya itu dan menyebutkan, ia dan petani- petani yang beketja bersamanya mengusahakan tanah seluas 1.800 hektare.

Setelah Masarini selesai berbicara, sedianya dilanjutkan dengan peninjauan, tetapi Presiden Soeharto meminta mikrofon wireless yang digunakan. Mula-mula Kepala Negara menguraikan maksud kedatangannya yaitu untuk mempererat persahabatan di antara kedua negara. “Sayajuga membawa salam rakyat Indonesia yang berjumlah 182 juta bagi rakyat Zimbabwe,” kata Presiden disambut tepuk tangan. Penduduk Zimbabwe hanya 10,5 juta, dengan kepadatan penduduk 23/km persegi dan laju pertumbuhan 1,9 persen. Penduduk Harare, ibu kota Zimbabwe 850.000 jiwa.

 

Perjuangan

Kepala Negara dalam sambutannya yang spontan itu juga mengemukakan kesamaan perjuangan kedua negara, yang sama-sama berjuang untuk memperoleh kemerdekaannya melawan penjajah, dan sama-sama mengisi kemerdekaannya. Lalu Presiden menguraikan tujuan pembangunan Indonesia, landasannya, yang akan didukung oleh sektor pertanian, sebab 85 persen rakyat Indonesia adalah petani-petani di desa-desa yang semuanya berjumlah 67.000 desa.

Tujuan pembangunan itu, Presiden merinci, adalah cukupnya sandang dan pangan. Kalau sebelumnya Indonesia adalah negeri pengimpor beras terbesar, maka sejak tahun 1984 Indonesia telah swasembada beras, kata Kepala Negara disambut tepuk tangan yang riuh.

Presiden pun menguraikan pemilikan tanah para petani Indonesia. Di sini saudara­ saudara mempunyai tanah pertanian seluas 1.800 hektare, di Indonesia banyak petani yang hanya memiliki setengah hektare, bahkan lebih kecil dari itu. Mendengar itu para petani tersebut tertawa, cerminan keterkejutan mereka.

Karena itu, lanjut Kepala Negara, petani kami di samping bertani dengan menggunakan pupuk, juga mengusahakan perikanan dan petemakan yang dikelola secara intensif.

Selanjutnya pada peninjauan, kepada Presiden Soeharto dipertupjukkan sapi-sapi dewasa dalam suatu ranch . Ukuran sapi-sapi itu memang jauh lebih besar dari yang biasa terlihat di Indonesia. Juga ditunjukkan cara pemerahan susu secara mekanik dan pembibitan sapi-sapi muda.

Pada akhir acara itulah, tuan rumah menghadiahkan seekor sapi muda betina kepada Presiden Soeharto yang diantar oleh salah seorang gadis, anak perempuan pengusaha itu.

“Karena kesulitan transportasi dan berbagai peraturan, saya titipkan dulu sapi ini di sini,” kata Kepala Negara dan menguraikan bagaimana sistem ”bagi hasil” penitipan sapi di Indonesia, yang kemudian beranak.

Presiden pun menghadiahkan uang tersebut di atas setelah m endengar bahwa pengusaha itu mendirikan sekolah untuk masyarakat setempat, dan dalam waktu dekat sekolah itu akan dikelola pemerintah. Uang itu akan diserahkan lewat KBRI di Harare.

Sebelum ke kompleks pertanian Masarini itu, Presiden Soeharto dan rombongan singgah diPamuzinda Safari Lodge, suatu kompleks penginapan bagi para penggemar safari perburuan di Afrika. Di kompleks ini dapat disaksikan gajah-gajah yang berkeliaran bebas.

 

Taman Makam Pahlawan

Presiden Soeharto Rabu pagi meletakkan karangan bunga di Taman Makam Pahlawan Zimbabwe yang dibangun di atas sebuah perbukitan hampir di luar kota Harare.Dari taman makam pahlawan inisebagian ibu kota itu kelihatan. Harare sendiri terletak pada ketinggian 1.470 meter di atas permukaan laut.

Taman Makam Pahlawan ini mempunyai pelataran yang luas dan pada bagian paling tinggi berdiri sebuah menara yang tinggi mirip Monas di Jakarta. Di kiri kanan pelataran berdiri tembok yang tinggi berisi lukisan perjuangan rakyat bersama angkatan bersenjata merebut kemerdekaan hingga negeri ini merdeka pada tahun 1980.

Kepala Negara meletakkan karangan bunga ditengah pelataran itu setelah menaiki beberapa anak tangga. Kemudian dengan menaiki tangga Presiden memeriksa dua baris makam para pahlawan. Makam-makam itu bertingkat empat, tetapi tingkat ketiga dan keempat masih kosong.

Di antara pahlawan yang dimakarnkan pada baris pertama paling bawah adalah Herbert Wilshire Hamandini Chitepo, suami dari Menteri Penerangan Zimbabwe.

 

 

Sumber : SUARA PEMBARUAN (05/12/1991)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 675-678.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.