PRESIDEN: JANGAN KIRA PEKERJAAN TUKANG SAPU ITU RENDAH

PRESIDEN: JANGAN KIRA PEKERJAAN TUKANG SAPU ITU RENDAH

 

 

Jakarta, Antara

Presiden Soeharto mengatakan orang tidak akan bisa mewujudkan cita-citanya secara sekaligus, sehingga mungkin diperlukan waktu untuk meraih apa yang telah lama dicita-citakannya.

Hal itu dikemukakan Kepala Negara ketika berdialog dengan sejumlah karyawan perminyakan setelah meresmikan lapangan minyak Widuri di Pulau Pabelokan, Jakarta, Senin.

“Jangan kira pekerjaan seorang tukang sapu rendah,” kata Presiden kepada seorang karyawan yang pendidikan terakhirnya adalah SMA.

Kepala Negara mengatakan peningkatan kedudukan ini hanya bisa dicapai bila seseorang karyawan mampu menunjukkan kepada atasannya bahwa prestasi terus meningkat.

“Semua itu dinilai dari prestasi,” kata Presiden yang didampingi Menteri Pertambangan dan Energi Ginandjar Kartasasmita, Mensesneg Moerdiono serta Direktur Utama Pertamina Faisal Abda’oe.

Waktu pertama kali saudara bekerja, apa yang dilakukan ?, tanya Presiden kepada seorang karyawan minyak yang kemudian menjawab “Saya ketika pertama kali bekerja menjadi tukang sapu. Namun sekarang menjadi structure superintendent”

Berapa gaji saudara? tanya Kepala Negara lebih lanjut. Karyawan bersangkutan mula-mula hanya berkata “Lumayan, Pak”. Namun kemudian ia mengatakan gajinya sekarang Rp 3,6 juta/tiap bulan. Mendengar ucapan ini, Presiden berkata “Wah, gaji saudara lebih besar dari menteri, dan sama dengan saya”.

Dalam acara dialog ini, Kepala Negara memperoleh keterangan bahwa para karyawan rata-rata bekerja dua minggu di laut dan kemudian satu minggu beristirahat dirumah.

“Kalau ada yang merasa mampu dan kemudian jumlah anaknya tidak dibatasi maka akan memberatkan negara karena harus menyediakan lapangan kerja, pangan, pendidikan, dan lapangan kerja”. Karena itu Presiden minta para karyawan tetap mengikuti KB.

 

 

Sumber : ANTARA (21/01/1991)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 714-715.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.