PRESIDEN: PERKEMBANGAN PERUSAHAAN BESAR TIDAK PERLU DITAHAN

PRESIDEN: PERKEMBANGAN PERUSAHAAN BESAR TIDAK PERLU DITAHAN

 

 

Jakarta, Angkatan Bersenjata

PRESIDEN Soeharto menyatakan, kekuatan ekonomi yang besar tidak perlu kita tahan perkembangannya, karena yang besar dapat digunakan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia.

“Yang masih kecil dan belum mampu kita beri dorongan terus menerus agar menjadi lebih besar dan lebih mampu,” ujar Kepala Negara dalam pidato akhir tahun 1989 yang disampaikannya melalui TVRl di Jakarta, Minggu malam.

Dikatakannya, Pemerintah memikul kewajiban dan tanggungjawab untuk memberi arah agar semua kekuatan ekonomi, yang besar dan yang menengah maupun kecil, milik negara ataupun usaha swasta dan koperasi, dapat menjadi kekuatan ekonomi nasional yang saling menunjang dan saling menghidupi, demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Presiden mengajak semua pihak untuk melihat perkembangan baru ini, yang merupakan buah dari kemajuan yang dicapai, dengan hati dan pikiran yang jernih. “Pegangan kita adalah agar semua kekuatan ekonomi itu memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat seperti yang menjadi semangat UUD ’45,” ujarnya mengingatkan.

Ditambahkannya bahwa kemajuan yang dicapai dalam pembangunan telah membuka peluang-peluang baru bagi bangkitnya potensi-potensi dan prakarsa-prakarsa masyarakat. Dikatakannya, ada kelompok -kelompok yang telah lebih siap dan lebih mampu memanfaatkan peluang-peluang baru itu. Mereka tumbuh makin besar dan makin kuat. Sementara itu juga ada pula kelompok yang belum terlalu siap dan belum dapat mengembangkan kemampuannya.

Terhadap yang masih kecil dan belum mampu itu, menurut Presiden, kita beri dorongan terus menerus agar menja di lebih besar dan lebih mampu.

 

Perasaan Tenteram

Mengkaji apa yang dicapai selama tahun 1989 dan memasuki tahun 1990 yang merupakan awal dekade 90-an, Kepala Negara mengatakan, bahwa apa yang berhasil kita capai sekarang bukannya datang begitu saja.

Sepanjang tahun ini, menurut Presiden, stabilitas ekonomi dapat kita pelihara secara mantap. Kemantapan ini menunjang perkembangan ekonomi yang sehat dan mendorong gerak maju pembangunan. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah stabilitas ekonomi itu memberi perasaan tenteram bagi masyarakat.

“Masyarakat tidak dikejar-kejar rasa was-was bahwa barang-barang akan menghilang, masyarakat tidak dihantui kekhawatiran bahwa harga­harga akan melonjak,” ujar Presiden sambil menambahkan bahwa suasana seperti itu memberi makna tersendiri bagi kesejahteraan masyarakat.

Presiden pada kesempatan itu juga menjelaskan peningkatan penerimaan negara, terutama yang bersumber dari penerimaan sektor nonmigas. Semakin meningkatnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak. Meningkatnya perkembangan industri dan juga pertanian termasuk pemantapan swasembada beras.

Semua perkembangan di bidang pertanian merupakan bukti yang jelas bahwa petani dapat meningkatkan penghasilannya dan taraf hidupnya. Dan yang paling penting, semuanya itu menunjukkan bahwa pemerataan pembangunan memang benar-benar mulai terasa dan menyebar di tengah-tengah masyarakat.

 

Dinamika Politik dan Sosial

Menyinggung perkembangan politik, keamanan dan sosial selama tahun 1989, Kepala Negara menyatakan juga melegakan hati. Dinamika politik dan dinamika sosial tetap dapat disalurkan. Sehingga stabilitas nasional tetap dapat dimantapkan dan persatuan serta kesatuan bangsa dapat diperkukuh.

Walaupun di sana-sini muncul tindak-tindak kriminalitas baru, namun secara nasional keadaan keamanan telah membuat kehidupan masyarakat kita terasa tenteram.

“Semuanya tadi kita terima dengan rasa syukur yang sedalam­dalamnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,” ujar Presiden. Lebih-lebih jika kita saksikan di berbagai negara dan kawasan dewasa ini terjadi pergolakan-pergolakan yang meminta korban jiwa yang tidak sedikit.

Presiden dalam pidatonya juga mengajak seluruh bangsa Indonesia untuk merenungkan dan menilai semua yang telah dilakukan bersama. Renungan terhadap pengalaman itu kita jadikan kekuatan baru untuk melanjutkan tugas bersama yang akan bertambah besar dan tidak kalah beratnya dari tahun-tahun yang telah dilewati.

Menurut Presiden, dasawarsa 90-an mengandung tugas besar bangsa kita. Karena dalam dasawarsa ini kita akan mulai memasuki proses tinggal landas. “Dasawarsa yang akan datang akan menutup sejarah perjalanan peradaban manusia yang sangat panjang, ialah berakhirnya abad ke-20 dan berawalnya zaman bam abad ke-21,” katanya menambahkan.

Diperkirakan pada abad ke-21 merupakan abad yang penuh dinamika yang sangat cepat, terutama karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi.

 

Aspirasi Baru

Presiden mengemukakan bahwa proses pembangunan akan selalu mendoron g munculnya aspirasi-aspirasi baru dan kekuatan-kekuatan baru dalam masyarakat. Dan yang penting adalah bagaimana menyalurkan semua aspirasi dan kekuatan baru itu agar menjadi kekuatan yang konstruktif untuk melanjutkan pembangunan nasional, bukan menjadi penghambat pembangunan dan bukan memperlemah persatuan dan kesatuan bangsa.

Untuk mencapai itu, menurut Presiden, kita telah mempunyai pedoman bersama yang harus kita pegang teguh, yakni kesetiaan kita pada Pancasila dan UUD 45.

“Kita bertekad untuk terus menerus mendinamisasi kehidupan kita, menyegarkan semangat dan memperluas wawasan kita melalui jalan­jalan yang demokratis dan konstitusional,”ujar Presiden. Dan semangat itulah yang digunakan untuk menilai dialog-dialog nasional di bidang politik, ekonomi maupun sosial, yang dalam tahun ini berkembang dalam pikiran kita sebagai bangsa.

Di akhir pidatonya Kepala Negara mengatakan bahwa kita telah memberikan semua yang dapat diberikan sehingga kita hidup pada tingkat kemajuan seperti sekarang.

“Kita akan memberikan semua yang dapat kita berikan agar di tahun depan dan di tahun-tahun yang akan datang, kita mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama yang lebih besar lagi,” ujarnya.

 

 

Sumber :ANGKATAN BERSENJATA (02/01/1990)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 245-249.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.