PRESIDEN: PILIH ALAT KEDOKTERAN AGAR TAK CEPAT MUBAZIR
Jakarta, Antara
Presiden Soeharto minta para dokter untuk ikut meneliti jenis teknologi yang dipakai pada peralatan kedokteran yang baru, agar alat-alat itu tidak cepat mubazir penggunaannya.
Permintaan itu disampaikan Kepala Negara ketika menerima para Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) di Jl. Cendana Rabu , kata Ketua Umum IDI Azrul Azwar kepada pers seusai pertemuan itu. Para pengurus IDI ini diantar Menkes Adhyatma.
“Presiden mengatakan kita harus memilih teknologi yang tepat, yang tahan lama akibat sangat cepatnya perkembangan teknologi kedokteran, karena itu Kepala Negara minta para dokteruntuk ikut mernilih jenis teknologi kedokteran itu,” katanya.
Kepala Negara juga menyebutkan yang perlu dikaji oleh para dokter tidaklah hanya mutu dari alat-alat kedokteran yang canggih, tetapi juga jenis teknologi itu sendiri.
Dalam pertemuan ini, Presiden juga mengatakan sekalipun Indonesia memerlukan berbagai alat kedokteran, tidak berarti semua rumah sakit harus memiliki peralatan yang sama. Jika setiap rumah sakit mempunyai peralatan yang sama maka bisa tetjadi penghamburan. Ketika ditanya wartawan apakah kini ada alat kedokteran di tanah air yang mubazir, Azrul mengatakan sampai sekarang masuknya peralatan canggih itu selalu diteliti terlebih dahulu sehingga tak ada penghamburan.
Namun, akibat terlalu cepatnya perkembangan teknologi kedokteran itu, maka di masa mendatang pengkajian itu semakin diperlukan.
Kedatangan para pengurus IDI ini adalah untuk melaporkan persiapan muktamar yang berlangsung bulan Oktober. Kepala Negara telah menyatakan kesediaannya untuk membuka muktamar ini di Istana Negara tanggal 19 Oktober. Pertemuan itu sendiri yang dihadiri sekitar 700 dokter akan berlangsung di Yogyakarta tanggal 20-24 Oktober di Yogya. Selain untuk memilih pengurus baru, muktamar juga akan membahas rencana kerjanya di masa mendatang.
Ketua Umum PB IDI Azrul Azwar juga menjelaskan bahwa pada bulan September pihaknya akan memperkenalkan program asuransi kesehatan untuk membantu masyarakat karena semakin tingginya biaya pemeriksaan.
“Biaya pemeriksaan akan terus meningkat sehingga bisa semakin tidak terjangkau oleh masyarakat. Karena itu asuransi kesehatan harus dimulai,” kataAzwar. Kegiatan yang ditangani IDI ini bukanlah untuk mencari keuntungan, katanya.
Ia menyebutkan premi yang harus dibayarkan setiap orang adalah Rp 8000/orang. Biaya ini akan mencakup pemeriksaan dokter, perawatan di rumah sakit serta pemberian obat.
“Angka Rp 8000 ini tidak mungkin diturunkan walaupun memang tinggi,” kata Azrul. Ia mengatakan biaya ini relatif murah jika dibandingkan bila seseorang harus datang ke dokter berpraktek pribadi yang mengenakan biaya Rp 20.000 untuk tiap pemeriksaan. Biaya itu akan semakin tinggi jika harus membeli obat.
Ia mengatakan jika peserta asuransi ini mengajukan keluhan dan ternyata pengaduan itu benar maka nama dokter itu akan dicoret dati daftar dokter-dokter yang dilibatkan dalam program asuransi ini.
Sumber : ANTARA (22/08/1991)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 602-603.