PRESIDEN SOEHARTO DI JERMAN : PERKEMBANGAN DI EROPA JANGAN MENGURANGI PERHATIAN KEPADA RI
Bonn, Kompas
Presiden Soeharto mengharapkan, meskipun perhatian Jerman terpusat pada proses penyatuan Jerman, khususnya pembangunan ekonomi Jerman bagian timur, tetapi perhatian kepada Indonesia maupun Asia pada umumnya tidak berkurang.
Dalam hubungan ekonomi Presiden Soeharto menekankan bahwa yang dipentingkan Indonesia dan negara berkembang bukan hanya bantuan ekonomi dalam bentuk pinjaman, tetapi juga peluang pasaran bagi produk-produk Indonesia di Eropa, khususnya di Jerman.
Harapan itu dikemukakan Kepala Negara dalam pembicaraannya dengan Presiden Jerman Richard Von Weizsaecker di Istana Kepresidenan, Bonn, hari Rabu siang waktu setempat (3/7). Dan hal itu juga dikemukakannya kembali dalam acara jamuan santap siang oleh Kanselir Helmut Kohl.
Demikian dilaporkan wartawan Kompas Ansel da Lopez dan Denny Sutoyo dari Bonn kemarin.
“Kami mengharapkan agar kesatuan Eropa tidak membawanya menjadi suatu wilayah yang tertutup, tapi justru akan membuka kesempatan untuk kerja sama yang lebih saling menguntungkan dengan Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya,” tegas Kepala Negara.
Presiden mengharapkan, penyatuan kembali Jerman dan penerapan ekonomi pasar diwilayah timur, yang akan diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan produk-produk non migas akan membuka peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspornya ke Jerman.
Jerman Berjanji
Mensesneg Moerdiono yang mendampingi Kepala Negara dalam pembicaraan itu menjelaskan kepada pers Rabu malam (Kamis dini hari waktu Indonesia), Presiden Von Weizsaecker mengatakan , bahwa Jerman yang bersatu memang diharapkan dapat membawa perkembangan positif bagi ekonomi dunia pada umumnya.
Ia berjanji Jerman akan berjuang agar terbentuknya Pasar Tunggal Eropa akan merupakan wilayah yang terbuka, dan barang-barang dari negara lain yang masuk ke Eropa Barat, khususnya Jerman, tetap lancar. Penegasan itu juga disampaikan Kanselir Helmut Kohl ketika menjamu makan siang Presiden Soeharto kemarin.
Kohl mengatakan menolak tegas kekhawatiran di beberapa negara Asia, bahwa akibat perubahan-perubahan terakhir di Eropa, Jerman akan terlalu memikirkan pembangunan negara-negara bagiannya yang baru, dan bahwa Eropa hanya akan memikirkan pembangunan ekonomi di negara Eropa Timur dan Tengah, sehingga sahabat dan mitra lama dalam organisasi ASEAN akan terabaikan. Tapi justru akan membawa peluang baru untuk mitra-mitra di benua lainnya.
“Bangsa Jerman akan bantu mereka baik dengan memberikan petunjuk-petunjuk, maupun dengan mengambil tindakan-tindakan nyata,” ujar Kohl.
Presiden Richard Von Weizsaecker dalam pertemuan sekitar 45 menit dengan Presiden Soeharto, menyampaikan penghargaan yang tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup pesat, khususnya upaya mengurangi tingkat kemiskinan. Ia juga menghargai upaya Indonesia dalam menyelesaikan konflik-konflik regional di wilayah Asia, dan mengharapkan agar konflik di Kamboja dapat diselesaikan dengan baik dalam waktu yang secepatnya.
Lebih Seimbang
Rabu siang juga berlangsung pertemuan antara Menko Ekuin Radius Prawiro bersama Menristek BJ Habibie dengan menteri Ekonomi Jerman Jurgen Mollermann dalam upaya meningkatkan hubungan perdagangan RI-Jerman, terutama untuk menyeimbangkan neraca perdagangan kedua negara yang lebih menguntungkan Jerman.
Selama ini Indonesia banyak sekali mengimpor peralatan-peralatan yang dipergunakan sebagai barang modal, baik oleh pemerintah maupun swasta. Dewasa ini nilai impor Indonesia mencapai 2,418 milyar DM, sedang baru separuhnya, sekitar 1,472 milyar DM, terutama komoditi non migas. Karena itu perlu diupayakan agar Indonesia dapat lebih banyak memasok barang-barang produksi ke Jerman, terutama untuk memenuhi rakyat Jerman di bagian timur.
Pihak Jerman menanggapi baik keinginan itu dan sedapat mungkin akan berusaha mendorong swastanya untuk mengadakan penetrasi pemasaran barang-barang yang dapat dihasilkan Indonesia secara bersaing.
Menurut Radius, Indonesia juga menyampaikan adanya kebutuhan akan kapal keruk yang dapat dibuat dengan secara bersaing di Jerman bagian timur dengan bantuan ahli Jerman bagian Barat. Pemerintah Jerman akan mempelajarinya. Tendemya dilakukan secara terbatas di Jerman.
Diharapkan pula lebih ditingkatkannya investasi Jerman di Indonesia. Tahun 1990, kata Radius, banyak investor yang berminat menanamkan modalnya di Indonesia, mencapai 8,7 milyar dollar AS. Namun Jerman masih ketinggalan. Dibanding negara negara lain, jumlah investasi Jerman di Indonesia masuk urutan ke-16. Seluruhnya sejak tahun 1967 hingga kini baru sekitar 1,862 milyar dollar AS.
“Bagi Jerman sebagai negara eksportir terbesar di dunia dalam tahun 1990, keadaan itu merupakan hal yang tidak wajar,” kata Radius. Diingatkan, Indonesia sangat memerlukan lapangan kerja dan memerlukan kapasitas industri yang lebih meningkat untuk keperluan ekspor. Menurut Radius, rekannya Menteri Jurgen Molleman mengatakan akan membicarakan masalah itu dengan dunia usaha Jerman.
Termasuk memberikan informasi mengenai langkah-langkah perekonomian di Indonesia dewasa ini dan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai. Juga disinggung masalah kebebasan dalam perdagangan intemasional,khususnya cara-cara Eropa untuk mengurangi hambatan-hambatan dalam perdagangan, adanya hambatan-hambatan non tarif, dan adanya sistem kuota, agar akses pasaran kepada Jerman menjadi lebih baik.
Pihak Jerman mengatakan bahwa hal itu sangat tergantung kepada penyelesaian Putaran Uruguay yang saat ini tengah giat dibicarakan. Diharapkan apabila itu tercapai, perdagangan internasional dapat dilakukan lebih bebas, sehingga lebih bermanfaat bagi negara-negara berkembang.
Dibicarakan pula beberapa proyek, di antaranya proyek perlistrikan,khususnya di Umbilin, serta proyek perkapalan, khususnya bagi pembangunan di Indonesia bagian timur. Penandatanganannya sudah dilakukan untuk pembuatan lima kapal, tinggal menunggu persetujuan dari kedua pemerintah untuk pelaksanaannya. (SA)
Sumber : KOMPAS (05/07/1991)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 82-85.