Presiden Soeharto: KEMBANGKAN TATANAN KENEGARAAN YANG MEMBERI PELUANG KEMANDIRIAN
Jakarta, Pelita
Presiden Soeharto mengatakan, sekarang sudah saatnya memberi perhatian lebih banyak kepada pengembangan tatanan yang akan memberikan peluang dan kesempatan kepada kemandirian manusia Indonesia. Karena, dengan mengembangkan kemandirian itu, berarti menggenapkan jatidiri bangsa Indonesia sebagai manusia.
Berbicara di depan peserta Seminar TNI-AD 1990 di Istana Negara, Rabu (19/12), Kepala Negara sebelumnya mengatakan, selama ini bangsa Indonesia sudah cukup banyak menyiapkan tatanan yang menjamin persatuan, kesatuan, kebersamaan dan semangat kekeluargaan.
Seminar yang membahas masalah strategi pembangunan sumberdaya manusia dalam pembangunan jangka panjang tahap kedua tersebut diikuti 400 orang. Selain dari TNI-AD juga diikuti para cendikiawan, pejabat pemerintah dan praktisi. Ini peluang dan kesempatan.
Menurut Presiden, inti pengembangan sumberdaya manusia sebenarnya adalah pemberian peluang dan kesempatan yang lebih besar serta dukungan yang lebih kuat bagi pengembangan potensi seluruh manusia Indonesia dalam menghadapi tantangan-tantangan masa datang.
“Perkembangan keadaan di sekitar kita menunjukkan, bahwa masa datang bukanlah sekedar kelanjutan dari apa yang ada hari ini. Bangsabangsa yang masyarakatnya kreatif telah dan sedang membangun halhal baru secara terus-menerus,”ujar Presiden.
Mempersiapkan masyarakat yang kreatif dan dinamis, kata Kepala Negara, pada dasarnya adalah meningkatkan kemampuan yang telah dimilikinya serta memberinya peluang yang cukup untuk mendayagunakan, kemampuannya itu untuk kesejahteraan hidupnya sendiri bagi manusia.
“Dalam diri manusia telah ada naluri yang kuat untuk berjuang memelihara kelanjutan hidupnya. Yang perlu kita lakukan adalah lebih memperkuat, mengembangkan serta meningkatkannya. Memang itulah maksudnya kita mendirikan negara ini, “katanya.
Ditambahkan, pembangunan sumberdaya manusia Indonesia bukanlah sekedar masalah perkembangan potensi nasional. Tetapi berkaitan erat dengan penataan lebih lanjut tentang hak-hak serta kewajiban manusia Indonesia sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat.
“Dalam era tinggal landas nanti, kita perlu menyusun tatanan kemasyarakatan kebangsaan dan kenegaraan yang cocok untuk itu.” Dalam tahun-tahun terakhir ini, menurut Kepala Negara, bangsa Indonesia sudah banyak melangkah ke arah yang dikehendaki itu.
“Wawasan kita tentang Pancasila sebagai ideologi terbuka, kebijaksanaan regulasi dan debirokratisasi sejak 1983, adalah langkah langkah besar yang telah kita ambil dalam memberikan tempat yang layak kepada martabat danjatidiri kemanusiaan bangsa Indonesia dalam pembangunan nasional.”
Presiden menilai, rangkaian kebijaksanaan itu mempunyai pengaruh positif terhadap pembangunan nasional.
Tugas Pemerintah
Pada bagian lain pidatonya, Presiden menegaskan, kewajiban menyusun kebijaksanaan dan strategi untuk membenahi tatanan yang ada sehingga seluruh potensi kemanusiaan bangsa dapat mengembangkan diri dengan sebaik-baiknya sesungguhnya adalah tugas pemerintah beserta seluruh jajarannya.
Tugas tersebut, kata Kepala Negara, secara gamblang dinyatakan dalam pembukaan UUD ’45. Untuk itu, “Dari waktu ke waktu kita harus mengadakan penyesuaian mengenai kebijaksanaan, strategi dan tatanan yang harus kita kembangkan untuk melaksanakan tugas pemerintah yang abadi itu. Rakyat yang kita layani serta dunia di sekitar kita berubah terus-menerus. Kita sendiri juga berubah dan berkembang.”
Karenanya, tambah Presiden, kebijaksanaan, strategi dan tatanan yang sesuai di masa lampau tidak akan sepenuhnya untuk diterapkan begitu saja di masa sekarang, apalagi di masa mendatang. “Kita perlu mengadakan evaluasi terus menetus, diikuti oleh persiapan berbagai altematif kebijaksanaan dan strategi yang sebaik-baiknya.”
Berfikir Strategis
Menurut Presiden, ABRI adalah bagian dari masyarakat Indones ia yang terlatih dalam berfikir strategis seperti itu. Secara profesional, dimanapun juga militer harus mengadakan perkiraan terusmenerus ke masa depan, bukan saja untuk mencegah terjadinya pendadakan, tetapi juga agar bisa secara cepat, efektif dan efisien menangkal serta menanggulangi berbagai bentuk ancaman yang dapat timbul.
Kemampuan strategis demikian, katanya, sangat penting dalam merencanakan pembangunan. Karenanya, kemampuan itu harus diabdikan secara terus-menerus untuk men dukun g lajunya pembangunan nasional, sebagai salah satu wujud kegiatan dwifungsi ABRI.
“Hasil-hasil seminar strategi pembangunan sumberdaya manusia oleh jajaran ABRI sekarang ini, bekerjasama dengan kaum cendekiawan kita, menunjukkan apa yang bisa kita capai dengan mempererat kerjasama antara berbagai potensi nasional yang telah kita miliki.”
Sementara itu dalam laporannya, KSAD Jenderal TNI Edi Sudradjat mengatakan, TNI-AD sejak dini menyadari, luas dan pentingnya topik seminar. Karena itu, pihaknya berusaha menggali dan membahas sumberdaya manusia dengan melibatkan para cendikiawan, pejabat pemerintah maupun praktisi.
Sebelum seminar tiga hari di Bandung itu telah diadakan empat kali pra-seminar untuk: menyusun dan merumuskan makalah yang akan dibahas. Seminar TNI-AD kali ini berhasil merumuskan masalah yang merupakan buah pikir sumberdaya manusia dalam, pembangunan jangka panjang tahap kedua.
Sumber :PELITA(28/02/1990)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 89-92.