PRESIDEN SOEHARTO MENANTI KEHADIRAN CUCU BARU

PRESIDEN SOEHARTO MENANTI KEHADIRAN CUCU BARU

 

 

Jakarta, Merdeka

Presiden dan Ny. Tien Soeharto kini sedang menantikan cucu baru, dari puteri bungsunya Ir. Siti Hutami Endang Adiningsih yang menikah dengan Pratikto Prayitno SE, 29 September 1988 lalu.

Puteri ke enam Kepala Negara yang akrab dipanggil Mamiek itu kini sedang hamil tujuh bulan. Rabu pagi, keluarga Pak Harto melangsungkan Hajat Tingkeban atau kenduri tujuh bulan untuk putrinya itu. Acara yang berlangsung sederhana ini hanya dihadiri kalangan keluarga dekat di kediaman Jalan, Cendana Jakarta.

Upacara tingkeban merupakan perwujudan rasa syukur dari keluarga pak Harto menyambut kehadiran anggota keluarga bam yang masih dalam kandungan. Rasa syukur ini didasari atas keyakinan masyarakat indonesia yang menganggap bahwa anak adalah titipan dari Tuhan Yang Maha Esa bagi satu keluarga atau suami isteri yang akan melanjutkan keturunan keluarga.

Upacara atau kenduri hamil tujuh bulan merupakan rangkaian dari upacara-upacara tradisional yang diadakan oleh keluarga Indonesia , dalam menandai siklus kehidupan manusia, yang bermula dari kelahiran sampai kematian.

Upacara tingkeban itu diawali dengan selamatan atau kenduri sebagai ungkapan rasa syukur dan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa dan memohonkan keselamatan bagi calon ibu maupun bayi yang dikandung, hingga pada saatnya dapat lahir dengan selamat tanpa suatu halangan.

Kenduri terdiri dari tumpeng berupa nasi dengan lauk pauk sayuran­sayuran, telur dan panggang ayam, sertajajan pasar. Selanjutnya calon ibu dimandikan dengan air bunga rampai oleh para pinisepuh atau anggota keluarga yang dituakan lainnya.

Air untuk memandikan calon ibu diambil dari sumber atau mata air yang berasal dari tujuh tempat yang berlainan, demikian juga bunga rampai sebagai pelengkap air mandi terdiri dari tujuh macam bunga. Angka atau bilangan tujuh selain melambangkan kehamilan tujuh bulan, juga mengandung makna tujuh unsur alam raya yang sangat mempengaruhi kehidupan manusia, yaitu: bumi, langit, udara, air, api, matahari dan rembulan.

Setiap selesai dimandikan, calon ibu akan berganti kain batik sebanyak tujuh kali. Kemudian orang tua calon ibu akan melepaskan sebutir kelapa gading, yang mengandung harapan agar kelahiran bayi kelak, akan berlangsung dengan lancar tanpa halangan.

Upacara ini diakhiri dengan membelah buah kelapa gading oleh calon ayah disaksikan segenap anggota keluarga. Kepala gading yang

diukir dengan lukisan wayang dewa Kamajaya dan Dewi Ratih, melambangkan harapan agar bayi yang akan lahir memiliki wajah tampan seperti Dewa Kamajaya atau cantik seperti Dewi Ratih jika lahir kelak.

Pada upacara tingkeban ini juga disajikan rujak dari buah-buahan. Menurut kepercayaan, jika secara tidak sengaja rujak itu berasa lebih pedas, maka bayi yang akan lahir laki-laki, dan jika kurang pedas bayinya perempuan.

 

 

Sumber : MERDEKA (03/05/1990)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 448-450.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.