PRESIDEN TIBA DI TANZANIA
Dar Es Salaam, Tanzania, Suara Karya
Presiden Soeharto dan rombongan tiba di Dar es Salaam ibu kota Republik Persatuan Tanzania, Kamis sore. Kedatangannya disambut langsung oleh Presiden Tanzania Ali Hasan Mwinyi di Bandara Dares Salaam, dan hamparan karpet merah serta barisan kehormatan lengkap dengan tarian tradisional bercorak Afrika.
Presiden Soeharto akan berada di Tanzania selama 3 hari untuk melakukan tukar pikiran dengan para pemimpin negara itu serta mengunjungi pula, Zanzibar, negara bagian Tanzania yang pernah memasok cengkeh secara besar-besaran ke Indonesia di waktu lalu.
Kunjungan Presiden Soeharto ke negara di bagian Afrika Timur itu memenuhi undangan Presiden Tanzania terdahulu, Julius Nyerere yang kini menjadi ketua kelompok negara Selatan-Selatan. Wartawan Suara Karya, Agustianto dari Dar es Salaam melaporkan bahwa keadaan negara itu masih terbelakang. Berdasarkan data 1987 pendapatan domestik bruto 4,9 milyar dolar AS per tahun dan pendapatan perkapita rata-rata 258 dolar setahun.
Zimbabwe
Sebelum mengunjungi Tanzania, Presiden juga melakukan kunjungan ke Zimbabwe. Menurut Mensesneg Moerdiono Presiden Soeharto menyatakan sangat puas atas hasil pembicaraannya dengan Presiden Zimbabwe, Robert Gabriel Mugabe.
Dalam pembicaraan dengan Mugabe yang berlangsung Rabu lalu dibahas masalah-masalah pembangunan pertanian, industri serta persiapan KTT Nonblok ke 10 di Jakarta.
Pada pokok pembicaraan tukar-menukar pengalaman dalam bidang pembangunan ekonorni, Presiden Soeharto memaparkan pengalaman Indonesia serta pengamatannya terhadap kebijakan negara berkembang lainnya. Menurut Presiden negara yang sedang berkembang sebaiknya lebih mencurahkan kepada pembangunan pertanian sebelum meloncat pada pembangunan industri.
Presiden Soeharto dan Mugabe ingin meningkatkan perdagangan antara kedua negara untuk mengisi peningkatan kerjasama. Indonesia telah melihat kernungkinan mengimpor bahan asbes dan tembakau secara lebih besar dari Zimbabwe. Sementara negara itu masih belum rnempunyai pandangan apa yang mereka perlukan dari Indonesia.
Namun dari rencana yang akan dikernbangkan Zimbabwe untuk membangun industri perakitan kendaraan bermotor, Indonesia mempunyai peluang mengekspor komponen dan berbagai jenis suku cadang. Namun peningkatan hubungan dagang itu masih menghadapi soal pelabuhan mana yang akan digunakan. Sebab Zimbabwe yang merupakan negara tanpa memiliki pantai selama ini hanya menggunakan pelabuhan pelabuhan di negara Afrika Selatan dan Mozambique.
Indonesia sesungguhnya kurang senang menggunakan pelabuhan milik Afrika Selatan karena masalah politik. Namun pelabuhan di Mozambique menurut Zimbabwe penanganannya kurang cepat.
Pembicaraan mengenai masalah yang sama secara lebih rinci juga dibahas dalam pertemuan paralel antara Menko Ekuin Radius Prawiro dengan Menteri Senior Ekonomi Zimbabwe Bernard Chijzero untuk masalah ekonomi dan Menlu Ali Alatas serta Mensesneg Moerdiono dengan Menlu Zimbabwe Nathan Shamuyarira untuk masalah politik.
Menko Ekuin menawarkan Zimbabwe mengimpor produk industri komponen dari Indonesia. Tawaran itu disertai gambaran bahwa suatu negara yang mengusahakan industri perakitan sebaiknya menggunakan sumber-sumber suplai dari berbagai negara dan diambil harga yang sebaik-baiknya.
Negara itu menurut Radius Prawiro sangat berminat memanfaatkan kerjasama teknik yang ditawarkan Indonesia dalam KTT G-15 di Caracas lalu. Dan mendengar keinginan itu Indonesia berjanji akan membantu sepenuhnya keperluan Zimbabwe, terutama dalam pelatihan tenaga-tenaga ahli.
Politik
Pembicaraan pada masalah politik dengan Zimbabwe menurut Ali Alatas tidak banyak yang dibahas karena hubungan bilateral di bidang politik sebenarnya sudah baik sekali antara kedua negara dan tumbuh semakin erat, saling pengertian dan kerjasama di forum internasional sangat baik. Dimana menghadapi berbagai masalah itu kedua negara mempunyai pandangan dan posisi yang identik atau paling sedikit yang sejalan.
Menlu Zimbabwe menjelaskan mengenai perkembangan terakhir di Afrika bagian selatan, khususnya Afrika Selatan sendiri. Sebagai negara garis depan Zimbabwe memainkan peranan kunci dalam menghadapi Afsel dan juga merupakan basis bagi pergerakan perjuangan Afsel, sehingga mengetahui seluk beluk permasalahan.
Menurut Menlu Zimbabwe, di Afrika umumnya kini sedang mengalami tekanantekanan kuat dari negara barat, untuk menuju ke arah pluralisme atau agar negara negara yang masih berstruktur politik partai tunggal agar menuju ke multi partai. Hal ini dapat dilihat di Kenya, Tanzania, Togo dan berbagai negara lain. Namun di Zimbabwe sendiri sudah ada berbagai partai, walaupun partai pemerintahnya cukup kuat.
Sumber : SUARA KARYA (06/12/1991)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 318-320.