SISTEM TOTALITER TAK MAMPU KEJAR DINAMIKA MASYARAKAT
Jakarta, Suara Karya
Presiden Soeharto menilai sistem pemerintahan dan kenegaraan yang bersifat totaliter dan sentralitas telah terbukti tidak mampu mengejar kecepatan gerak dinamika masyarakat yang didorong oleh ilmu pengetahuan, teknologi dan ekonomi. Sistem pemerintahan dan kenegaraan yang lebih sesuai dengan kebutuhan zaman adalah sistem yang memberikan peluang besar untuk tumbuh dan berkembangnya prakarsa dan kreativitas masyarakat.
Kepala Negara mengemukakan pandangan itu dalam pengarahannya kepada para peserta Kursus Reguler Angkatan XXII Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas) di Bina Graha, Selasa.
Peranan Pemerintah dan negara dalam tatanan yang dinamik itu adalah sebagai pemberi peluang dan kesempatan, pengayom, pengaman dan pendukung bagi lapisan masyarakat yang membutuhkannya.
Negara-negara adikuasa dewasa ini mulai membongkar dan memusnahkan senjata-senjata penghancur massal. Pakta-pakta pertahanan mulai disadari tidak ada gunanya. Mereka sedang bekerja keras melakukan pembenahan di dalam negerinya masing-masing untuk menghadapi zaman baru ini.
Namun negara-negara yang sedang membangun, menurut Presiden, banyak yang masih terjerat oleh masalah-masalah masa lampaunya masing-masing. Banyak dana, tenaga, pikiran dan waktu masih harus disediakan untuk mengatasi dan menyelesaikann ya, sebelum dapat mendayagunakan sumber daya yang dimiliki untuk sebesar-besar, kemakmuran, rakyatnya masing-masing.
Buka Diri
Presiden minta kepada peserta kursus Lemhanas agar mengamati perubahan-perubahan mendasar itu dengan cermat, dikaji dengan teliti dampak positif dan negatifnya. “Kita perlu merumuskan pokok-pokok pegangan yang akan kita gunakan untuk menghadapi perkembangan itu dan untuk pembangunan bangsa selanjutnya dalam tahun-tahun mendatang. Memang itulah kegunaan doktrin serta berbagai bentuk hasil kajian strategis lainnya,” kata Presiden.
Pemerintah maupun masyarakat memerlukan doktrin dan hasil-hasil kajian strategis untuk merumuskan kebijaksanaan yang akan ditempuh untuk massa depan, dalam bidang tugas serta kiprahnya masingmasing.
“Karena itu, Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas) perlu membuka diri lebih luas untuk berkomunikasi dengan berbagai kalangan dalam masyarakat. Selanjutnya, hasil-hasil kajian strategisnya perlu dimasyarakatkan lebih luas,” kata Kepala Negara.
Lemhanas, menurut Presiden, memang perlu dikembangkan sebagai wadah nasional untuk pikiran-pikiran strategis. Lembagalembaga pengkajian strategis mempunyai misi memberikan peringatan dini terhadap peluang yang dapat dimanfaatkan maupun terhadap resiko yang harus dihadapi dalam pembangunan nasional.
“Kita harus memberikan perhatian yang seimbang kepada peluang dan resiko ini. Peluang untuk berperan mempercepat tercapainya sasaran yang kita tuju, sedangkan resiko memperlambat, bahkan mungkin menghambat sama sekali tercapainya sasaran yang kita inginkan,” kata Kepala Negara.
Menurut Presiden, berpikir strategis adalah membiasakan mencari dan mengembangkan peluang berjangka panjang, serta mengenal masalah-masalah potensial yang bisa menghalangi, bukan saja pada tingkat nasional tetapi juga pada tingkat daerah.
Kajian Daerah
Kajian strategis pada tingkat nasional pada umumnya sudah cukup berkembang, tetap kajian strategis untuk tingkat daerah masih perlu dikembangkan, baik sebagai pelaksana kebijaksanaan dan strategi nasional maupun sebagai dukungan terhadap otonomi daerah.
Penerapan kebijaksanaan tingkat nasional keseluruhan wilayah Nusantara jelas memerlukan pengenalan yang tepat terhadap kondisi daerah. “Daerah-daerah kita demikian beragam, sehingga tidak dapat diadakan generalisasi dalam pelaksanaan. Perbedaan yang ada pada daerah-daerah kita adalah nyata dan harus diperhitungkan dengan cermat. Masing-masing memerlukan pengkajian secara khusus,” kata Presiden.
Kepala Negara mengemukakan, dalam dasawarsa terakhir ini telah terlihat beberapa kecenderungan pokok yang perlu diperhitungkan.
Perekonomian dunia secara perlahan tetapi mantap bergerak menuju suatu sistem yang makin saling berkaitan. Telah makin disadari bahwa kesejahteraan bangsa-bangsa bergantung kepada kerjasama dengan bangsa-bangsa lain.
Di beberapa kawasan, seperti di Eropa Barat, sedang tumbuh suatu bentuk kerja sama ekonomi baru, yang memberi harapan besar dalam masa datang.
“Keseluruhannya itu akan mempunyai dampak yang besar ke bidang politik,” kata Kepala Negara.
Gubernur Lemhanas Mayjen TNI Soekarto dalam laporannya mengatakan, peserta Kursus Reguler Angkatan XXIII Lemhanas ini berjumlah 60 orang, dan akan diwisuda pada penutupan kursus 8 Desember 1990 mendatang. Kursus tersebut dimulai 9 April 1990 lalu, dengan peserta terdiri pejabat senior terpilih dari lingkungan ABRI 29 orang dan non-ABRI 31 orang.
Sumber :SUARA KARYA(05/12/1990)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 214-217.