“TANPA ADA BERAS TIDAK ADA PRESIDEN DI ZANZIBAR”

“TANPA ADA BERAS TIDAK ADA PRESIDEN DI ZANZIBAR”

 

 

Dar Es Salaam, Suara Pembaruan

Tanpa ada beras, tidak ada presiden di Zanzibar “, kata Presiden Zanzibar Dr. Salwin Amour kepada Presiden Soeharto dalam pembicaraan mereka ketika tamu negara dari Indonesia itu mengunjungi negara pulau tersebut Sabtu siang (7/12) waktu setempat.

Hal tersebut dikemukakan Menteri Sekretaris Negara Moerdiono Sabtu petang kepada para wartawan Indonesia yang mengikuti kunjungan kenegaraan Presiden Soeharto ke Tanzania, negara keempat yang dikunjungi sejak memulai muhibah ke Amerika Latin dan benua Afrika ini.

Zanzibar yang berpenduduk 600.000 jiwa, merupakan bagian dari Republik Persatuan Tanzania yang jauhnya hanya seperempat jam penerbangan dari Dar Es Salaam.

Presiden Zanzibar Dr. Salwin Amour menjabat sebagai Wakil Presiden Kedua Republik Persatuan Tanzania. Demikian dilaporkan wartawan Pembaruan, Moxa Nadeak dari Dar Es Salaam, Minggu pagi.

Moerdiono mengatakan Zanzibar mengimpor beras dalam jumlah besar untuk kebutuhan penduduknya dan pertumbuhan penduduknya itu cukup tinggi, sedikit di atas 3 persen.

Mensesneg mengemukakan, bagi Zanzibar masalah beras demikian penting. Presiden Zanzibar, hal itu menggambarkan kepada Presiden Soeharto betapa pentingnya beras bagi Zanzibar ini, dan masih mengimpornya dalam jumlah besar, kata Mensesneg.

“Pokoknya, penyediaan beras itu merupakan taruhan, kalau ada orang yang tidak bisa menyediakan beras, jangan berharap jadi presiden,”kata Moerdiono menjawab pertanyaan wartawan. “Itu menggambarkan betapa beras itu merupakan hal yang mutlak.”

 

Cengkih

Mensesneg menjawab pertanyaan mengatakan, memang dahulu Zanzibar mengekspor cengkihnya terbesar ke Indonesia, sehingga merupakan pendapatan devisa yang sangat besar. Dan sejak beberapa tahun, Indonesia sudah berswasembada cengkih, malahan melebihi kebutuhan.

Karenanya, pemerintah Zanzibar mengharapkan Indonesia dapat membuka perusahaan patungan di Zanzibar memproduksi rokok kretek. “Tentu saja hal ini perlu kita pikirkan semasak-masaknya,” kata Moerdiono.

Presiden Soeharto mengutarakan pendapatnya, cengkih dapat diolah menjadi minyak cengkih, dan juga memberikan gagasan umum tentang diversifikasi tanaman, agar petani Zanzibar tidak hanya tergantung kepada cengkih.

Menjawab pertanyaan wartawan, Moerdiono membenarkan jatuhnya harga cengkih di Zanzibar adalah karena tidak adanya lagi ekspor mereka ke Indonesia.

Menurut satu-satunya wartawan Indonesia dari kantor berita Antara yang mengikuti kunjungan ke Zanzibar itu, harga cengkih di sana adalah 150 shilling Zanzibar per kg yang bila dirupiahkan hanya Rp 1.200per kg.

Moerdiono sebelumnya mengatakan, pembicaraan kedua pemimpin itu berkisar pada pengalaman masing-masing negara dan kerja sama pembangunan antar negara berkembang.

Presiden Soeharto menawarkan kerja sama dalam produksi pangan. Presiden Zanzibar berterimakasih atas tawaran itu. Zanzibar juga menganggap perlu mengirimkan ahli-ahli mereka dalam bidang pertanian ke Indonesia.

Presiden Amour memberikan makna yang penting atas kunjungan Presiden Soeharto dan mengucapkan terima kasih atas kunjungan itu. Kunjungan ini juga dikatakan Presiden Amour “bersejarah, justru pada saat negara-negara Utara meninggalkan negara-negara  Selatan”.

Tampaknya dahulu negara Zanzibar ini banyak mendapat bantuan dari Barat, dari negara-negara Utara dalam konteks Utara-Selatan, tetapi sekarang dengan perubahan-perubahan yang sangat dinamis di dunia akan perubahan struktur ekonomi, politik dan struktur keamanan, perhatian terhadap negara-negara Selatan, khususnya Afrika, terasa sangat berkurang,” kata Moerdiono.

 

Undangan Ke Indonesia

Presiden Soeharto menjelang akhir pembicaraan mereka, mengundang Presiden Zaritibar untuk mengunjungi Indonesia, “Kami senang berbagi pengalaman dengan Tanzania, saudara kami sama-sama negara berkembang, khususnya dalam penambangan minyak. Indonesia mempunyai pengalaman seratus tahun dalam perminyakan dan gas bumi. Kami senang berbagi pengalaman itu, tidak hanya kesuksesanhya, tetapi juga kegagalan-kegagalannya”.

Hal itu dikemukikan Menteri Luar Negeri Ali Alatas dalam konferensi pers Sabtu petang (Sabtuiengah malam WIB) di beranda Wisma Negara, yang dilakukannya bersama-sama dengan Menteri Luar negeri dan Kerja Sama Internasional Tanzania Ahmed Hassan Diria.

Konferensi pers itu berlangsung setelah penandatanganan perjanjian kerja sama antara Indonesia dan Tanzania oleh kedua menlu yang juga berlangsung di ruangan dalam Wisma Negara Tanzania itu. (SA)

 

Sumber: SUARA PEMBARUAN (08/12/1991)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 334-336.

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.