GEGER LAPORAN ERLANGER Sebuah berita di koran IHT dianggap menghina Kepala Negara Rl Wartawannya akan masuk daftar hitam memasuki Indonesia.*

GEGER LAPORAN ERLANGER Sebuah berita di koran IHT dianggap menghina Kepala Negara Rl Wartawannya akan masuk daftar hitam memasuki Indonesia.*

 

 

Jakarta, Tempo

Ada saja tambahan kesibukan untuk Menteri Penerangan Harmoko. Baru saja kasus tabloid Monitor dan majalah Senang beres ditangani, kini ia direpotkan oleh sebuah tulisan berjudul ” SOEHARTO ‘S INDONESIA : A Family ‘Toll Mahal’ “ di Koran International Herald Tribune (IHT) terbitan 12 November lalu. Berita itu dinilai Menteri Harmoko sebagai tulisan yang menghina Kepala Negara Rl. “Tunggu saja tindakan pemerintah kepada wartawan dan penyalumya. Dalam waktu dekat, setelah informasi terkumpul, jelas akan ada tindakan,” katanya.

Menteri Harmoko menilai tulisan di IHT itu, yang dibuat oleh Steven Erlanger, sebagai “jumalisme alkohol”. “Berita itu mungkin didapat dari ngobrol-ngobrol di bar sambil minum alkohol, tanpa check and recheck,” katanya. Ia juga menyesalkan NV Indoprom, distributor IHT di Indonesia, yang tak menjalankan self censorship sebelum koran itu diedarkan di sini.

Koran IHT terbitan 12 November itu diterima Departemen

Penerangan esoknya. Sehari kemudian, setelah lewat Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika, menurut sumber TEMPO di Deppen, kliping berita tersebut dikirim via faksimile ke Departemen Luar Negeri, Departemen Dalam Negeri, Departemen Hankam. dan Kejaksaan Agung. Pada 15 November pejabat dijajaran Polkam berkesimpulan bahwa berita IHT itu dapat mengganggu stabilitas.

Betapa tidak, Erlanger, selain membeberkan kegiatan bisnis keluarga Kepala Negara, juga menganalisa politik Indonesia setelah 1993. Tentang jalan tol yang dibangun Nyonya Siti Hardiyanti Rukmana, putri sulung Pak Harto, justru yang dikutip Erlanger kesinisan seorang pedagang asongan bemama Chalid (entah betul ada orangnya entah tidak) yang menjajakan makanan murah pada kuli-kuli berpendapatan US$ 1 sehari.

Menurut Erlanger, berita yang diturunkan itu dipenggal di sana sini. Ia kecewa sekali atas pemuatan berita versi IHT tadi. “Versi IHT itu bukan saja dipotong pendek, judulnya juga agak sensasional dan tidak tepat dengan isi laporan,” kata Erlanger kepada wartawan TEMPO di Bangkok, Yuli Ismanono, Sabtu lalu. Ia menambahkan bahwa judul asli tulisan tersebut, seperti dimuat dalam koran The New York Times (NYT) pada 11 November lalu, adalah For Suharto, His Heirs Are Key to Life After ’93.

Isinya hampir tak ada perbedaan berarti antara pemuatan di IHT dan di NYT bahkan kalimat pembuka beritanya juga sama. Penulisan berita yang mengguncangkan itu hasil perjalanan Erlanger ke Indonesia belum lama berselang juga sama-sama di halaman satu.

Siapakah Erlanger? Ia adalah koresponden senior di Bangkok, dan sudah tiga tahun mangkal di sana. Sarjana sosial politik lulusan Harvard University ini pernah lima kali ke Indonesia, meliput beberapa peristiwa penting di sini. Erlanger antara lain meliput Jakarta Informal Meeting yang membahas masalah Kamboja. Pada September dan Oktober 1989, Erlanger mendapat visa jurnalis selama tiga minggu dan dipergunakannya untuk keliling Kalimantan, Bali, dan Jakarta.

Selang setahun kemudian, juga pada Oktober Erlanger, yang datang bersama istri, memilih mengunjungi Timor Timur, Maluku, Sulawesi, dan Bali. Ketika di Jakarta ia mencoba melengkapi laporannya dengan mewawancarai salah seorang pimpinan Golkar (identitasnya tak diungkapkan), sejumlah anggota DPP berbagai fraksi, dan beberapa pejabat pemerintah termasuk dari kalangan ABRI. Di samping itu, Erlanger, 38 tahun, yang berpengalaman 15 tahun sebagai wartawan, tak lupa mewawancarai tokoh intelektual, tokoh kalangan Islam dan kalangan media massa.

Ketika berlayar di Maluku, Erlanger, penggemar olahraga selam (scuba diving), sempat merekam masalah pengembangan wisata, dan hasilnya dimuat dalam rubrik peijalanan NYT. Membaca tulisan-tulisan lalu Erlanger, seorang pejabat Deppen meragukan koresponden NYT tersebut berlaku sembrono. “Dia itu hati-hati orangnya,” ujar pejabat tersebut.

Sikap hati-hati Erlanger dibenarkan oleh Keith Richbburg, koresponden The Washington Post di Bangkok. Erlanger, kata Richburg, bukan tipe parachute journalist, yang datang seminggu ke suatu negara lantas kabur. Sebelum mangkal di Bangkok , Erlanger adalah kepala biro NYT di London, dan kini tengah bersiap-siap pindah ke Moskow.

Erlanger, yang sedang belajar bahasa Rusia sebagai bekal bertugas di Uni soviet, mengaku semula ragu menulis soal bisnis anak-anak Pak Harto. Keputusan penulisan itu diambilnya setelah Pemerintah gencar mencanangkan iklim keterbukaan di Indonesia.

“Saya memutuskan untuk menulis setelah berbicara dengan banyak orang di Indonesia,” katanya.

Erlanger mengharap pemerintah Indonesia tak melarangnya kembali ke Indonesia. “Saya mengagumi Indonesia dan ingin mendapat kesempatan mengikuti terus perkembangannya,” ujarnya. Di Indonesia, penjualan IHT, seperti dilaporkan ke Deppen, sekitar 1.700 eksemplar, tapi kenyataannya yang dijual Indoprom hampir tiga kali lipat. Padahal, setiap eksemplar penambahan oplah harus diketahui Deppen.

Keputusan pemerintah mengganjar Erlanger, dan juga NV Indoprom , kelihatan pasti, sekalipun jenis hukumannya belum ditentukan rinci. Erlanger diduga akan masuk daftar hitam wartawan yang tak boleh masuk ke Indonesia. Sementara itu, Indoprom diperkirakan bakal dapat teguran atas kelalaiannya mengedarkan IHT tanpa memperhatikan isinya. “Pokoknya , setiap penerbitan yang meracuni, tak sesuai falsafah bangsa kita, tak usah diedarkan ,” ujar Menteri Harmoko tegas. Tampaknya yang dituju adalah Indoprom. Toriq Hadad, Iwan Qodar Himawan (Jakarta)

 

 

Sumber : TEMPO MAJALAH (24/11/1990)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 413-416.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.