NAMA PERISTIWA

NAMA PERISTIWA

 

 

Jakarta, Kompas

PUTRI terkecil dan anak bungsu keluarga Presiden Soeharto, Ir. Ny. Siti Hutami Pratikto Prayitno (26) hamil tujuh bulan. Untuk itu, Rabu pagi (02/5), dikediaman keluarga Presiden Soeharto diselenggarakan hajat tingkeban atau kenduri tujuh bulan untuk Mamiek, demikian panggilan kesayangan untuk Ny. Prayitno, yang menikah dengan Pratikto Prayitno Singgih, SE (29) Kamis Kliwon tanggal 29 September 1988 atau 17 Sapar 1921 di Jakarta. Upacara tingkeban merupakan perwujudan rasa syukur dari keluarga Pak Harto menyambut kehadiran anggota baru yang masih dalam kandungan.

Rasa syukur ini didasari atas keyakinan bahwa anak adalah titipan dari Tuhan Yang Maha Esa bagi satu keluarga atau suami istri yang akan melanjutkan keturunan keluarga. Kenduri hamil tujuh bulan merupakan rangkaian dari upacara-upacara tradisional dalam menandai siklus kehidupan manusia, yang bermula dari kelahiran sampai kematian.

Upacara tingkeban diawali dengan slametan atau kenduri sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan yang Maha Esa dan memohonkan keselamatan bagi calon ibu maupun bayi yang dikandung, hingga pada saatnya nanti dapat lahir dengan selamat tanpa suatu halangan.

Kenduri terdiri dari tumpeng berupa nasi dengan lauk pauk sayur­sayuran, telur dan panggang ayam serta jajan pasar. Selanjutnya calon ibu dimandikan oleh pinis epuh atau anggota keluarga tertua, ibu dan ayah dari kedua belah pihak serta anggota-anggota keluarga yang dituakan lainnya.

Air untuk memandikan calon ibu diambil dari sumber atau mata air yang berasal dari tujuh tempat yang berlainan, demikian juga bunga rampai sebagai pelengkap air mandi terdiri dari tujuh macam bunga. Angka melambangkan kehamilan tujuh bulan, juga mengandung makna tujuh unsur alam raya yang sangat mempengaruhi dan rembulan. Setiap selesai dimandikan, calon ibu akan berganti kain batik sebanyak tujuh kali.

Kemudian orangtua calon ibu akan melepaskan sebutir kelapa gading, yang mengandung harapan agar kelahiran bayi kelak akan berlangsung lancar tanpa halangan. Upacara ini diakhiri dengan membelah dua buah kelapa gading oleh calon ayah disaksikan segenap anggota keluarga. Kelapa gading yang sudah diukir dengan lukisan wayang Dewa Kamajaya dan Dewi Ratih, melambangkan harapan agar bayi yang akan lahir akan memiliki wajah tampan seperti Dewa Kamajaya atau cantik seperti Dewi Ratih.

Pada upacara tingkeban ini juga disajikan rujak dari buah-buahan. Menurut kepercayaan jika secara tidak sengaja rujak itu terasa lebih pedas, bayi yang akan lahir adalah laki-laki. Jika kurang pedas, bayinya perempuan.

Mamiek adalah insinyur lulusan IPB Bogor tahun 1987 dari jurusan Statistika dan Komputasi, dengan skripsi berjudul Ciri-ciri Antropomentri. Sedangkan Tito, suaminya adalah lulusan Fakultas Ekonomi UI.

 

 

Sumber : KOMPAS (03/03/1990)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 438-440.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.