PERS BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB AGAR TERUS DIKEMBANGKAN
Jakarta, Kompas
Presiden Soeharto minta kepada seluruh jajaran pers nasional agar terus mengembangkan prinsip-prinsip kebebasan pers yang bertanggung jawab.
Melalui Menpen Harmoko di Jalan Cendana hari Sabtu, Kepala Negara mengingatkan, Pasal28 UUD 45 memang membenarkan kemerdekaan berserikat dan berkumpul, serta mengeluarkan pikiran dan tulisan dan sebagainya. Tapi semua kebebasan itu tidak asal dilaksanakan begitu saja, “semuanya ditetapkan dengan UndangUndang,” katanya. Bagaimana penjabarannya, menurut Menpen, tentu tergantung makna dan jiwa undang-undang yang bersangkutan.
Harapan itu disampaikan Kepala Negara sehubungan dengan laporan Menpen sehubungan akan dilantiknya anggota Dewan Pers periode 1990-1993 di Gedung Dewan Pers hari Rabu (28/11).
Anggota Dewan Pers yang akan dilantik, seluruhnya sebanyak 25 orang. Terdiri dari unsur pemerintah lima orang, Persatuan Wartawan (PWI) delapan orang, unsur Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS) enam orang, Serikat Grafika Pers (SGP) satu orang, unsur Persatuan Iklan (P3I) satu orang, dan unsur masyarakat empat orang.
Atas pertanyaan pers, Menpen mengatakan, peredaran surat kabar International Herald Tribune (IHT) beberapa hari ini telah dihentikan sendiri oleh distributomya.
Melalui suratnya tertanggal 20 November, NV Indoprom Company (Indonesia) Ltd, yang menjadi distributor IHT di Indonesia, telah mengirim surat kepada Departemen Penerangan yang menyatakan mengembalikan keagenan IHT di Indonesia kepada agen IHT di Singapura.
Dalam sebuah terbitannya, IHT telah menurunkan sebuah berita yang dinilai menghina Kepala Negara RI.
Sampai kapan peredaran IHT di Indonesia itu dihentikan, Menpen mengatakan, tergantung permohonan baru kepada Deppen. Dalam hal ini, siapa saja bisa mengajukannya, termasuk Indoprom sendiri. Pasal 17 (ayat 2) Undang-Undang Pokok Pers menyebutkan, “dengan izin pemerintah, pers asing dapat beredar di Indonesia.”
Kecuali penghentian penyalurannya diIndonesia, menurut Menpen, pemerintah juga menyatakan black listwartawan Steven Erlanger yang membuat berita tersebut, dan tidak diperkenankan masuk ke Indonesia.
Sumber : KOMPAS (25/11/1990)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 419-420.