PRESIDEN : HUTANG LN TAK PERLU DIRISAUKAN

PRESIDEN : HUTANG LN TAK PERLU DIRISAUKAN

 

 

Bonn, Antara

Presiden Soeharto mengemukakan, besarnya jumlah bantuan luar negeri yang diterima Rl tidak perlu dirisaukan karena jika dikehendaki, asset yang dihasilkan dari pinjaman tersebut, cukup untuk melunasinya.

Kita tidak menginginkan hal itu, karena akan berupaya meneruskan program pembangunan ,”kata Kepala Negara dalam pertemuan dengan warga Rl di Bonn, Kamis malam

Berbeda dengan apa yang dilakukan oleh beberapa negara berkembang di kawasan Amerika Latin dan Afrika, menurut Presiden, pinjaman yang diterima Rl dari luar negeri, dikelola sebaik-baiknya guna mendapatkan nilai tambah dan demi kemakmuran masyarakat.

Presiden mengungkapkan jumlah komitmen pinjaman yang diperoleh Rl saat ini nilai seluruhnya sebesar 94 milyar dolar AS, sedangkan yang sudah dicairkan berjumlah 73 milyar dolar AS, atau berarti masih terdapat sisa sebesar 21 milyar dolar AS yang belum digunakan.

Dari seluruh jumlah pinjaman yang telah digunakan tersebut (73 milyar dolar), Indonesia telah melunasinya sebesar 28 milyar dolar AS, sehingga sisa hutang luar negeri Rl tinggal 45 milyar dolar AS.

Indonesia, lanjutnya, tidak ingin segera melunasi semua hutang tersebut karena dana yang tersedia masih akan dimanfaatkan untuk pembangunan nasional guna mengejar angka pertumbuhan dan pemerataan agar Rl sederajat dengan negara  negara maju lainnya.

Mengenai hasil pembangunan yang telah dicapai dari Pelita demi Pelita hingga saat ini. Kepala Negara menyebutkan turunnya jumlah penduduk yang masih hidup di bawah garis kemiskinan menjadi 20 juta orang dibandingkan dengan 70 juta orang pada saat Rl belum memasuki Pelita I. Kriteria garis kemiskinan yang diukur 20 tahun lalu, menurut dia juga sudah jauh berbeda.

Jika mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan 20 tahun lalu hanya mampu makan sekali dalam sehari, kini mereka yang dianggap berada di bawah garis kemiskinan, bisa makan tiga kali sehari. “Sandang yang dikenakan mereka juga cukup baik, sehingga tidak mau lagi memakai pakaian rombeng,” kata Presiden.

Namun demikian, iajuga mengingatkan bahwajumlah 20 persen wargaRI yang berada di bawah garis kemiskinan, masih cukup besar, karena penduduk RI sekarang ini berjumlah 180juta jiwa.  Secara panjang lebar, Kepala Negara menyebutkan berbagai kemajuan yang telah dicapai dalam pembangunan ekonomi yang dilaksanakan selama ini.

 

Sidang Istimewa MPR

Presiden juga menyebutkan berbagai hasil pembangunan lainnya, terutama di bidang politik, dengan tujuan agar masyarakat menyadari hak-hak dan kewajibannya sebagai warga negara.

Salah satu keberhasilan pembangunan di bidang politik, menurut dia, ialah diterimanya Pancasila sebagai satu-satunya asas oleh kekuatan sosial politik di Indonesia.

Adanya mekanisme kepemimpinan nasional, sambungnya, juga merupakan salah satu hasil pembangunan di bidang politik.

Mekanisme kepemimpinan nasional yang dilakukan melalui penyelenggaraan Sidang Umum MPR setiap lima tahun sekali sampai saat inisudah berlangsung empat kali.

Pembudayaan mekanisme kepemimpinan nasional tersebut, menurut dia harus terus dilakukan, karena hal itu merupakan produk pembangunan politik yang didasarkan atas Pancasila dan UUD 1945, dan bukan karena direkayasa. Mengenai DPR, ia mengemukakan bahwa lembaga wakil-wakil rakyat tersebut tidak memiliki wewenang untuk menjatuhkan Presiden. Sebaliknya Presiden juga tidak memiliki kekuasaan untuk membubarkannya.

“DPR dapat mengusulkan penyelenggaraan Sidang Istimewa MPR jika menganggap Presiden telah melakukan penyimpangan dari GBHN,”tandasnya. Acara pertemuan dengan masyarakat tersebut dihadiri oleh sekitar 500 orang, sebagian besar warga RI di Bonn dan kota-kota di sekitarnya.

Sejumlah menteri yang menyertai kunjungan kenegaraan Presiden Soeharto di Jerman yakni Mensesneg Drs. Moerdiono. Menlu Ali Alatas, Menko Ekuin Drs. Radius Prawiro dan Menristek Prof Dr BJ Habibie.

Ibu Tien Soeharto dalam acara tersebut menyerahkan karangan bunga kepada seorang penari Bali berkebangsaan Jerman yang ikut memeriahkan acara tersebut. (SA)

 

Sumber : ANTARA (06/07/1991)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 458-460.

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.